You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Long cited as a model of harmonious cohabitation between different religions, the most populous Muslim country in the world until recently occupied a special place in the Western imagination.Indonesia, home to a peaceful version of Islam, offered a reassuring counter-model to a rowdy and accusatory Arab Islam. Since 1999, however, confrontations between Christians and Muslims in the Moluccas, excesses of vigilantism in Sulawesi, and especially the Bali and Jakarta bombings have shattered these simplistic stereotypes. For many terrorism experts - often self-proclaimed - Indonesia's mutation confirmed the hackneyed thesis that equated obscurantism with Islam, and saw violent outbreaks as an inevitable consequence.
Islamism in Indonesia and Malaysia has undergone a fascinating transformation from social movement roots to mainstream politics. How did this take place, and to what ends? Drawing on social movement theories, this Element explains this transformation by focusing on key Islamic social movements in these two countries. It argues: first, that the popularity and appeal of Islamism in Indonesia and Malaysia cannot be understood without appreciating how these social movements have enabled and facilitated mobilization; and second, that it is precisely these roots in civil societal mobilization that account for the enduring influence of Islamist politics evident in how Islamic social movements have shaped and transformed the political landscape. These arguments will be developed by unpacking how Islamist ideas took root in social movement settings, the kinds of institutional and organizational structures through which these ideas were advanced, and the changing political landscape that facilitated these processes.
An original and timely exploration of the continuing Islamization of Indonesian politics despite the electoral decline of Islamist parties.
"Sebagai seorang ilmuan, Dr. Azhar Ibrahim menghayati isu-isu dalam Pengajian Melayu sebagai rangkaian yang kait mengait, memahami satu bidang memerlukan pengolahan bidang yang lain dalam wacana yang semakin meluas; sejarah menjurus ke tema kebebasan; orientalisme menilai kembali kesulitan dalam feudalisme; humanisme memperluaskan lagi makna dalam teks Melayu; multikulturalisme menyentuh pembinaan identiti; kekaburan akademik menyekat kefahaman masyarakat; neo-liberalisme menentukan arah pengajian seni dan sastera; idealisme diimbangi oleh perancangan dalam wacana pengajian yang baru. Dr. Azhar Ibarhim menyeru orang-orang muda supaya mengenali sejarah dan mengekalkan adab dan adat Melayu. Te...
This is an open access book. Understanding the problems of war and conflicts that occur both within and outside the sovereignty of the Republic of Indonesia, several discussions on the human side seem essential to do. Several interesting topics can be raised, namely how media coverage is inseparable from human life in the 5.0 era. Furthermore, about the social changes that occurred as a result of the conflict and war. Moreover, the discourse on how the psychological impact experienced by humans due to conflict and war. Departing from this, the Faculty of Social Sciences and Humanities UIN Sunan Kalijaga will hold the Annual International Conference on Social Sciences and Humanities 2022.
International Seminar on Social Science, Humanities and Education (ISSHE) is motivated by efforts to increase the quality of research and respond to the development of studies related to social science, humanities and education fields. This seminar aims: (1) to bring together all scientists, researchers, practitioners, and lecturers, (2) to share and discuss theoretical and practical knowledge about social science, humanities and education fields. The conference was held virtually by using Zoom on November, 25th 2020. The host of the conference was the Faculty of Cultural Sciences of Universitas Haluoleo, Kendari, Indonesia in collaboration with Graduate Program of Linguistics Universitas Wa...
“Paul Ricoeur berasal dari keluarga Kristen Protestan yang saleh”. Informasi ini menjadi awal dari pengembaraan penulis mengenal pemikiran Ricoeur hingga berwujud sebagai karya disertasi ini. Studi ini berangkat dari pertanyaan: Bagaimanakah hermeneutik Paul Ricoeur bisa mengerjakan tugas emansipatoris? Atau, bagaimanakah hermeneutik emansipasi Paul Ricoeur dapat menjelaskan secara kritis relasi kuasa, ideologi, dan kepentingan yang bermain di dalam tugas-tugas emansipasi subjek dan emansipasi sosial? Menjawab pertanyaan di atas, kajian ini menggunakan pembahasan kepustakaan (library research) untuk menganalisis pemikiran-pemikiran yang menjadi mitra dialog Ricoeur, baik dari sumber primer maupun sekunder. Metode yang digunakan adalah deskriptif-analitis, yang tujuannya tidak sekadar uraian deskriptif mengenai pokok masalah dengan perihal yang menyekitarinya, tetapi yang tak kalah penting dan menentukan adalah analisis mengapa dan atau bagaimana pokok masalah itu (dalam hal ini Paul Ricoeur) menyusun dasar-dasar atas pilihan cara pandang, wacana yang dikembangkan bersama tradisi, teks, simbol, dengan sebab-akibat yang mengonstruksinya.
"Di tengah-tengah padang sahara kekerasan, ekstremisme, sektarianisme dan kekacauan yang sedang melanda dunia lslam, kehadiran Islam Indonesia yang direpresentasikan oleh Muhammadiyah dan Nandlatul Ulama mampu menjadi oase dan kiblat baru bagi masa depan Islam di dunia. Peran kedua ormas Islam terbesar di dunia ini sangat penting diwartakan agar umat Islam tidak terus menerus berada di buritan peradaban. Buku ini secara apik menarasikan peran keduanya dalam bingkai perdamaian, kemanusiaan, dan demokrasi." • Prof Dr Ahmad Syafii Maarif, Ketua Umum PP Muhammadiyah 2000- 2005, Pendiri Maarif Institute for Culture and Humanity "Indonesia punya dua karunia sejarah yang tak dimiliki bangsa mana ...
Muhammadiyah setelah era tahun 2000 merintis dan memperluas kehadirannya di ranah global atau dunia internasional. Dimulai pendirian Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) dan Pimpinan Cabang Istimewa Aisyiyah (PCIA) di Cairo Mesir sebagai tonggak awal berdirinya perwakilan organisasi Muhammadiyah di luar negeri. Setelah itu PCIM-PCIA terus berkembang ke berbagai negara sehingga sampai tahun 2022 telah terbentuk 27 Cabang Istimewa. Pola kedua kehadiran Muhammadiyah di tingkat dunia ialah mengembangkan berbagai kerjasama yang dilakukan dengan pihak luar negeri baik dengan pemerintah maupun lembaga-lembaga non-pemerintah atau lembagai internasional lainnya. Termasuk di dalamnya melanjutk...