You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Dalam kehidupan berbangsa dewasa ini, implementasi moderasi beragama sudah demikian urgen dalam kehidupan keseharian kita, mengingat banyaknya kasus ekstrimisme dan juga radikalisme yang terjadi. Bukan itu saja, banyaknya terjadi kasus pembid’ahan dan pengkafiran terhadap seseorang atau kelompok akibat perbedaan pemahaman agama pun sedang marak, apalagi di media sosial dan dunia maya. Karenanya penerapan sikap moderasi beragama sangat penting dilakukan. Betapa tidak, bagaimana pun juga seseorang dalam menjalankan kehidupannya harus mempunyai pemikiran dan perilaku yang moderat untuk membawa seseorang mencapai kebijaksanaan, berkurangnya perasaan untuk benar sendiri dan menerima perbedaan yang ada, begitu juga dapat pula menjadikan seseorang menjadi terbuka dan tidak kaku dalam menikmati perbedaan yang ada.
Ada beberapa pakar hadis di Indonesia yang telah melakukan pengkajian yang mendalam terhadap beberapa orang muhaddis, misalnya Prof. Dr. H. Muhibbin, M.A. menulis tentang Kritik Kesahihan Imam alBukhari: Telaah Kritis atas Kitab al-Jāmi’ al-Shahīh, Prof. Dr. Ahmad Sutarmadi tentang Al-Imām al-Tirmidzī: Peranannya dalam Pengembangan Hadits dan Fiqh, dan Prof. Dr. M. Abdurrahman tentang Pergeseran Pemikiran Hadits: Ijtihad Al-Hākim dalam Menentukan Status Hadīts, semuanya adalah dalam bentuk disertasi yang telah dipublikasikan, masing-masing di IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta (2003), IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1993), dan IAIN Syarif Hidayatulah Jakarta (1994). Berdasarkan hal ini ada satu orang muhaddis yang seolah-olah luput dari pengkajian pakar hadis di Indonesia, yaitu Imam Muslim, hal ini diperkuat lagi dengan informasi yang penulis dapatkan dari Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA (Dosen Pascasarjana IAIN Sunan Gunung Djati Bandung). Oleh karena itu, untuk “menutupi kealfaan” pengkajian para pakar hadis tersebut, penulis ingin menganalisis tentang Hadis-Hadis Bermasalah dalam Sahih Muslim.
Rumah Moderasi Beragama memiliki peranan penting dalam memberikan edukasi dan penguatan pemahaman moderasi beragama bagi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Dalam kedudukannya setiap PTKIN memberikan ruang yang begitu luas terhadap rumah moderasi beragama berperan aktif dan memberikan kontribusinya terhadap kegiatan akademik maupun non akademik. Rumah moderasi beragama sebagai sentral penggerak terkait pemahaman beragama yang moderat. Adapaun program khusus yang dirancang oleh masing-masing PTKIN antara lain mensosialisasikan narasi moderasi beragama melalui pelaksanaan seminar maupun wokhshop, melakukan training atau pelatihan kader moderasi beragama, kerjasama program dengan FKUB serta membentuk desa binaan moderasi beragama. Kegiatan-kegiatan tersebut demikian masif dilaksanakan. Kegiatan tersebut diyakini mampu mengedukasi khalayak umum terkait indikator moderasi beragama, seperti kesetiaan terhadap NKRI, toleransi, anti kekerasan dan adaptasi terhadap budaya maupun kearifan lokal.
Islam merupakan agama dakwah. Pengertian agama dakwah adalah agama yang memiliki misi untuk menyampaikan dan menyebarluaskan kebenaran agama Islam di tengah-tengah masyarakat. Sebagai agama dakwah, pemeluknya diwajibkan berdakwah sesuai dengan cara dan kemampuannya masing-masing untuk menyebarkan agama yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut dengan amar makruf nahi munkar, yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Judul : MATERI PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS MEDIA Penulis : Dr. Najamuddin Petta Solong, M.Ag. Ukuran : 14,5 x 21 cm Tebal : 364 Halaman ISBN : 978-623-497-918-3 SINOPSIS Sajian materi pendidikan Islam yang ditulis secara mendalam dan ringkas setiap topiknya dan disesuaikan agar relevan dengan kebutuhan pembaca ini diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan yang ada. Buku ini diperuntukkan terutama kepada pelaku pendidikan persekolahan juga kalangan pemerhati, praktisi, dan akademisi muslim serta masyarakat pada umumnya sebab materi pendidikan Islam dibutuhkan sebagai “nutrisi akal dan ruhani” dalam makna luas. Materi pendidikan Islam berbasis media menjadi penting guna memudahkan proses ...
'Multimodal Teaching and Learning: The Rhetorics of the Science Classroom achieves the rare goal of explicating multimodality as both theory and practice. This is an importantly concrete analysis, derived from extended, careful, and interdisciplinary observation, which challenges our thinking about how meaning and knowledge are shaped by our modes of communication. The book appeals to a wide range of scholars and practitioners far beyond the science classroom.' Professor Ron Scollon, Department of Linguistics, Georgetown University. This book takes a radically different look at communication, and in doing so presents a series of challenges to accepted views on language, on communication, on teaching and, above all, on learning. Drawing on extensive research in science classrooms, it presents a view of communication in which language is not necessarily communication - image, gesture, speech, writing, models, spatial and bodily codes. The action of students in learning is radically rethought: all participants in communication are seen as active transformers of the meaning resources around them, and this approach opens a new window on the processes of learning.
In 680 C.E., a small band of the Prophet Muhammads family and their followers, led by his grandson, Husain, rose up in a rebellion against the ruling caliph, Yazid. The family and its supporters, hopelessly outnumbered, were massacred at Karbala, in modern-day Iraq. The story of Karbala is the cornerstone of institutionalized devotion and mourning for millions of Shii Muslims. Apart from its appeal to the Shii community, invocations of Karbala have also come to govern mystical and reformist discourses in the larger Muslim world. Indeed, Karbala even serves as the archetypal resistance and devotional symbol for many non-Muslims. Until now, though, little scholarly attention has been given to ...
Shí‘ism or Shí‘a Islam is the second largest sect of the Muslim world. The central theme of Shí‘a theology is the position, rights, and qualities that the Imams of Ahlul Bayt possess. Sayyid Muhammad Rizvi starts with a brief discussion on the origin of the Shí‘a Islamic faith, and whether it was political in nature or religious. In Chapter II, he surveys the seIf-censorship exercised by Muslim historians at early as well as modern eras, and how events related to Shí‘ism were suppressed in order to appease the rulers. Chapter III expounds on how the Orientalists have dealt with the Ghadír Khumm event: either it is ignored or if quoted, then interpreted to safeguard the intere...
Presents A Connected Study Of The Sufi Orders From The 14Th To The 16Th Century. Examines In Detail The Sufi Orders Introduced By Iranian Immigrants And The Rishi Order Which Emerged Locally. Makes Use Of All Available Sources. Has 8 Chapters And 7 Appendices. A Valuable Monograph.