You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Tulisan dalam buku ini kami klasifikasikan menjadi lima bagian. Bagian 1, Sketsa Biografis yang ditulis oleh Moch Nur Ichwan. Bagian 2, Pemikiran dan Kiprah, yang ditulis oleh Zuly Qodir, Maharsi, Hartono, dan Elga Sarapung. Bagian 3, Agama, Kemanusian dan Keadaban, yang merupakan sumbangan tulisan berdasarkan bidang masingmasing, namun didedikasikan untuk perayaan hari lahir Prof Machasin, yang ditulis oleh Noorhaidi Hasan, Leonard C. Epafras, Ahmad Suaedy, Muhammad Jadul Maula, Ening Herniti, Moh. Kanif Anwari. Bagian 4, Muhammad Machasin di Mata Para Sahabat, yang ditulis oleh Yahya Wijaya, Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera, Rm. Budi Subanar, KH. Husein Muhammad, Nur Syam, M. Fuad Nasar, Masruchah. Bagian 5, Muhammad Machasin di Mata Para Murid, yang ditulis oleh Gede Suwindia, Ismail Yahya, Mambaul Ngadhimah, M. Solahudin, Umar Bukhory, Adi Fadli, Arif Maftuhin, Ibnu Burdah. Prolog ditulis oleh Prof. Dr. M. Amin Abdullah dan epilog ditulis oleh Prof. Dr. Phil. Al Makin.
Buku ini berusaha untuk mengupas pemikiran tokoh Mu'tazilah pasca politik, yakni Qadi Abd al Jabbar, khususnya mengenai ayat-ayat mutasyabihat dalam al-Qur'an. Ada tiga topik utama dalam mmbahas karya Abd al Jabbar ini, pertama mengenai dalil-dalil akal, bagaimana mempergunakannya dalam menjelaskan ayat-ayat mutasyabihat dan bagaimana hasilnya.
"Buku ini memaparkan terkait beberapa hal, bahwa AL-QUR'AN adalah kitab petunjuk yang banyak menggunakan bahasa simbolis-metaforis yang sarat makna dan fakta-fakta sejarah yang sangat berharga. Sayangnya, produk-produk tafsir yang ada selama ini terkesan mengabaikannya, dan justru cenderung mengikuti kepentingan-kepentingan ideologi dan politik kekuasaan tertentu. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis semiotis dan antropologis untuk bisa menyingkap makna yang terkandung di dalamnya dan juga untuk membebaskan wacana Qur'aniah dari belenggu-belenggu ideologi dan politik kekuasaan. "
Hakikat pendidikan sebagai proses humanisasi sering tidak terwujud karena adanya perbedaan antara konsep dengan pelaksanaan dalam lembaga pendidikan sehingga gagal mencapai misi sucinya mengangkat harkat dan martabat manusia. Tradisi pesantren yang mengedepankan indoktrinasi nilai dan kebenaran ilmiah, dan bukan sebagai proses pembudayaan menjadikan santri terbelenggu dan kurang bisa berkembang kreativitasnya menjadi sasaran kritik tersebut. Akan tetapi, pesantren yang berorientasi pada ilmu dan amal secara simultan dan integral memiliki daya tarik tersendiri sehingga memiliki kesempatan untuk berkembang menjadi alternatif pendidikan masa depan sehingga memperkukuh posisi dan eksistensinya. Keunggulan pesantren macam inilah yang menjadi jawaban atas kritik dehumanisasi dalam dunia pesantren.
Buku ini dirancang dan ditulis dari kesadaran penulis akan pentingnya sikap kita terhadap turâts dan pandangan kita ke depan akan pentingnya hadâtsah. Dengan kehormatan yang mendalam atas perjuangan gigih para penulis terdahulu, turâth mereka diletakkan di atas mizan untuk dinilai untuk melihat masa depan, karena dengan beginilah sebuah kajian kritis-analitis akan memiliki artinya. Kritik diperlukan justru untuk menatap masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu, buku ini semaksimal mungkin berupaya memenuhi tantangan seorang tokoh ulama Mâlikî, Abû Bakr ibn al-’Arabî (w. 543 H), yang namanya dalam disertasi ini diapresiasi sekaligus dikritik: “tidak sepatutnya bagi orang yang in...
Saat ini dunia sedang berada di erarevolusi ke 4 yang ditandai dengan masifnya internet. Revolusi Industri 1.0 (1750-1830) ditemukannya Mesin uap dan kereta. Revolusi industri 2.0 (1870-1.900) ditandai dengan ditemukannya Telefon dan listrik. Revolusi Industri 3.0 (1960-2000) ditemukan pesawat, komputer dan telefon seluler. Revolusi Industri 4.0 (2000-sekarang) ditandai dengan internet of thing (Chairul Tanjung, 2017) .
Santri saat ini sudah tidak bisa lagi dianggap sebelah mata, diremehkan, direndahkan, apalagi dinafikan wujudnya. Ada sekitar 4 juta lebih santri di seluruh Indonesia, yang diharapkan bersiap menghadapi tantangan globalisasi yang semakin kompleks dan kompetitif. Sebagai generasi muda Indonesia, santri, pelajar, mahasantri, ataupun mahasiswa, bahkan lulusan perguruan tinggi kenamaan lainnya harus menjadi bagian dalam memajukan bangsa dan menjawab tantangan dari kalangan yang menyangsikan masa depan Indonesia. Santri zaman now dalam buku ini digambarkan bahwa identitas mereka yang tetap santri, namun wawasan keislamannya luas, cakrawalanya kaya, adaptif terhadap perubahan zaman, visioner, sert...
"dalam buku ini, penulis berusaha mengelaborasi dan melakukan kajian kritis terhadap epistemologi kalâm ‘Abd Al-Jabbâr sekaligus konsep etikanya. ‘Abd Al-Jabbâr, yang berangkat dari kerangka teologis, mendefinisikan pengetahuan (ilm, ma’rifah) sebagai suatu keyakinan (conviction) yang diverifikasi dengan dua standar: korespondensi (‘alâ mâ hua bih) dan afektivitas psikis (sukûn an-nafs). "
Buku ini berawal dari paper yang penulis siapkan untuk memberi matakuliah filsafat ilmu, filsafat Islam dan filsafat pendidikan Islam, serta isu-isu kontemporer dalam pendidikan Islam di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Pascasarjana UIN Walisongo Semarang. Penulis sangat berterima kasih kepada Bapak Rektor UIN Walisongo Semarang atas dukungan dana untuk penulisan bahan ajar mata kuliah filsafat pendidikan Islam, dan juga dukungan dana untuk melakukan post doctoral research di Marmara University Istanbul Turki, dan Nagoya University Jepang, sehingga penulis dapat memperoleh buku-buku referensi yang relevan dengan bidang kajian filsafat pendidikan Islam, sehingga buku ini bisa terwujud dalam format yang lebih sistematis dan isi yang lebih berbobot dan memiliki sudut pandang yang berbeda dengan bukubuku filsafat pendidikan Islam yang sudah ada. *** Persembahan penerbit Kencana (PrenadaMedia)
Buku ini berupaya menguak beberapa kendala yang dihadapi oleh pendidikan Islam pada era sekarang. Dan, salah satu upaya menghindarkan pendidikan Islam dari keterjebakan dualisme dikotomik keilmuan antara “determinisme historis” dan “realisme praksis” adalah dengan cara mempertegas jati diri keberpihakannya pada tindakan penyadaran dan pemberdayaan