You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
May 1998 in Jakarta, Indonesia. Mass Protest toppled President Suharto's authoritarian regime. It was the beginning of the democratic transition in Indonesia, a country with the largest Muslim population in the world. Unfortunately, there were also racial riots against Chinese-Indonesian (Tionghoa) people in that critical time. Based on the history of Indonesia, Tionghoa people have often been the target of mass tantrums. During the riot, dozens of Chinese and Tionghoa women experienced sexual violence. In addition, there were ample reports of sexual violations and targeting the Chinese girls. It's the first essay poetry book telling discrimination issues in the largest Muslim country, Indonesia. All five fictional stories are based on true events: Ahmadiyah, homosexuality, a migrant worker who became the rape victim, religious differences, and the impact of the racial riots of May 1998. Essay poetry has become a stylistic choice that any writer with a similar viewpoint can emulate.
Essay poetry is only one variation among many forms of poetry that already exist and which will exist in the future. I does not pretend or claim to be superior or inferior to other forms of poetry. It also does not purport to either dominate or homogenize poetry. It is just one rose from the exuberant garden of Eden, which is filled with many other types of flowers. It is just one deer of a certain species that dwells among many other kinds of wildlife. It is only one color, orange, among a rainbow, which is enriched by a variety of other colors.
A compelling account of the struggle for the soul of Indonesian Islam.
"Islam in the Malay world of Southeast Asia or Islam Nusantara, as it has come to be known, had for a long time been seen as representing the more spiritual and Sufi dimension of Islam, thereby striking a balance between the exoteric and the esoteric. This image of 'the smiling face of Islam' has been disturbed during the last decades with increasing calls for the implementation of Shari’ah, conceived of in a narrow manner, intolerant discourse against non-Muslim communities, and hate speech against minority Muslims such as the Shi’ites. There has also been what some have referred to as the Salafization of Sunni Muslims in the region. The chapters of this volume are written by scholars and activists from the region who are very perceptive of such trends in Malay world Islam and promise to improve our understanding of developments that are sometimes difficult to grapple with." — Professor Syed Farid Alatas, Department of Sociology, Faculty of Arts and Social Sciences, National University of Singapore
Buku ini berisi lima kisah kasih dalam pergumulan agama. Di dalamnya Anda menemukan (1) kisah mahasiswi Indonesia di Pakistan yang hidup dalam tekanan ideologi Islamisme yang menaunginya. Ia terpaksa bercadar, menikah muda, lalu putus sekolah (Mata yang Menembus Cadar). (2) Kisah ustad kere yang beranjak kondang, dan itu mendatangkan gejolak dan merombak hubungan rumahtangganya. Padanya muncul niat mendua yang meninggalkan luka menganga pada istri pertama (Demi Dakwah, Halalan ayyiba). Dari Asia, kita terbang ke Afrika. Di sini (3) termuat kisah kasih beda agama di negeri Mesir Kinanah. Kisah ini melibatkan seorang Muslimah dan pemuda Koptik (Kristen). Ini sebuah dilema cinta yang dibayang-bayangi norma- norma agama dan kabilah (Noura, Datanglah Noura!) (4) Dari Mesir kita bertolak ke Arab Saudi demi menyimak kisah kasih nyonya Saudi dan sopir Indonesia. Cinta yang nyaris mustahil dengan segala kerumitannya (Imaji Cinta Halima). (5) Lalu kita balik lagi ke Negeri Piramida untuk menyimak pertengkaran nilai-nilai hidup antara Yusuf dengan bapaknya (Yusuf Sang Westernis). CerahBudayaIndonesia
Sejak puisi esai ditulis Denny JA dan diterbitkan dalam buku Atas Nama Cinta, istilah puisi esai pun menjadi perdebatan dimana-mana, terutama di kalangan para penulis. Ada fihak yang menolak dengan keras, ada yang biasa-biasa saja, dan ada yang menyambut dengan gembira. Alasan penolakan puisi esai bermacam-macam. Tapi, yang paling ramai adalah alasan bahwa puisi adalah puisi dan esai adalah esai. Tidak bisa kedua hal itu disatukan atau dikawinkan. Buku puisi esai yang terbit menyusul terbitnya buku Atas Nama Cinta karya Denny JA adalah buku kumpulan puisi esai yang ditulis oleh para penulis dan intelektual yang bukan penyair. Penulis yang tidak pernah membayangkan bahwa mereka bisa dan boleh menulis puisi. CerahBudayaIndonesia
Identity and Pleasure: The Politics of Indonesian Screen Culture critically examines what media and screen culture reveal about the ways urban-based Indonesians attempted to redefine their identity in the first decade of this century. Through a richly nuanced analysis of expressions and representations found in screen culture (cinema, television and social media), it analyses the waves of energy and optimism, and the disillusionment, disorientation and despair, that arose in the power vacuum that followed the dramatic collapse of the militaristic New Order government. While in-depth analyses of identity and political contestation within the nation are the focus of the book, trans-national engagements and global dimensions are a significant part of the story in each chapter. The author focuses on contemporary cultural politics in Indonesia, but each chapter contextualizes current circumstances by setting them within a broader historical perspective.
Sejak puisi esai ditulis Denny JA dan diterbitkan dalam buku Atas Nama Cinta, istilah puisi esai pun menjadi perdebatan dimana-mana, terutama di kalangan para penulis. Ada fihak yang menolak dengan keras, ada yang biasa-biasa saja, dan ada yang menyambut dengan gem- bira. Alasan penolakan puisi esai bermacam-macam. Tapi, yang paling ramai adalah alasan bahwa puisi adalah puisi dan esai adalah esai. Tidak bisa kedua hal itu disatukan atau dikawinkan. CerahBudayaIndonesia
Inilah kumpulan para inovator puisi esai. Mereka sedang berjibaku dengan sebuah ijtihad budaya. Kita hidup di era yang besar ketika sejarah ditulis ulang. Aneka perubahan terjadi di segala bidang akibat datangnya revolusi industri keempat. Apa salahnya dunia puisi ikut pula cawe-cawe menyampaikan sesuatu yang baru, ikut memperkaya dunia puisi. Maka lahirlah 40 buku yang kemudian menjadi lebih dari 70 buku puisi esai. Total yang menulis puisi esai lebih dari 250 penulis dari seluruh provinsi Indonesia. Tak ada satu sen pun dana pemerintah atau pihak asing atau pabrik rokok yang digunakan. Tak ada sedikit pun instansi atau lembaga pemerintah ditumpangi. Ini murni gerakan civil society.
Kasus-kasus ganjil terjadi di Sewugunung. Mayat hilang dari kubur. Pembunuhan guru ngaji. Sirkus manusia aneh… Menjadi saksi rangkaian kejadian itu adalah Sandi Yuda, seorang pemanjat tebing yang melecehkan gaya hidup urban maupun takhayul pedesaan. Ia bertemu dengan Parang Jati, seseorang yang perlahan menyingkapkan misteri maupun kerentanan, dan mengubah cara berpikir Sandi Yuda. Persahabatan mereka berjalin demikian erat, hingga ia tak keberatan berbagi kekasihnya, Marja, andaikan itu harus terjadi. Tapi, dalam cinta segitiga yang istimewa, eros tak harus selalu menjadi erotisme. Ketiganya terbelit dalam ketegangan antara spiritualitas lokal dan modernitas yang ternyata dogmatis. * Bilangan Fu adalah pemenang Khatulistiwa Literary Award 2008, dan telah diterbitkan dalam bahasa Belanda. Novel ini adalah manifesto pengarang tentang sebuah sikap yang dianggap perlu diutamakan di zaman ini: spiritualisme kritis. Yaitu, sikap religius ataupun spiritual yang tidak mengkhianati nalar kritis.