You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
The Covid-19 pandemic has changed our activities, like teaching, researching, and socializing. We are confused because we haven’t experienced before. However, as Earth's smartest inhabitants, we can adapt new ways to survive the pandemic without losing enthusiasm. Therefore, even in pandemic conditions, we can still have scientific discussions, even virtually. The main theme of this symposium is "Reinforcement of the Sustainable Development Goals Post Pandemic" as a part of the masterplan of United Nations for sustainable development goals in 2030. This symposium is attended by 348 presenters from Indonesia, Malaysia, UK, Scotland, Thailand, Taiwan, Tanzania and Timor Leste which published 202 papers. Furthermore, we are delighted to introduce the proceedings of the 2nd Borobudur Symposium Borobudur on Humanities and Social Sciences 2020 (2nd BIS-HSS 2020). We hope our later discussion may result transfer of experiences and research findings from participants to others and from keynote speakers to participants. Also, we hope this event can create further research network.
Fenomenologi adalah ilmu tentang penampakan (fenomena). Artinya, semua perbincangan tentang esensi di balik penampakan dibuang jauh-jauh. Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, phainomenon (menampakkan diri) dan logos (akal budi). Ilmu tentang penampakan berarti ilmu tentang apa yang menampakkan diri pada pengalaman subjek. Tak ada penampakan yang tidak dialami. Hanya dengan berkonsentrasi pada apa yang tampak dalam pengalaman, maka esensi dapat dirumuskan dengan jernih. Fenomenologi merupakan salah satu arus pemikiran paling berpengaruh di abad ke-20. Buku ini membincang fenomenologi dengan kerangka studi tokoh, sejak dari Edmund Husserl, Martin Heidegger, Jean Paul Sartre, Maurice Merleau-Ponty, hingga Jacques Derrida.
Rosie mencari silsilah keluarga yang hilang akibat pemberangusan sebuah perkampungan di wilayah selatan Sumatra, atas nama ideologi terlarang. Ayah-ibunya dan ratusan keluarga tewas, setelah perkampungan itu dibakar tentara. Rosie selamat dari peristiwa itu. Dari sebuah Panti Asuhan, ia diadopsi keluarga kaya yang hubungannya sangat dekat dengan pusat kekuasaan Orde Baru. Dalam sebuah perbincangan antara ayahnya dengan omnya, Rosie mendengar bahwa ia tak lebih dari anak pungut yang akan menjadi penghambat dalam perkara bagi-bagi warisan. Pada saat yang sama Rosie juga menjadi target operasi militer, karena ia terlibat dalam demonstrasi mahasiswa yang menumbalkan seorang rekan sesama aktivis. Rosie yang terus mencari, juga sedang dicari. Petualangan panjang Rosie tiba di tujuan lantaran seorang mantan aktivis dan peneliti muda. Lelaki itu melakukannya karena, dan atas nama cinta. Ya, cinta yang dipertemukan oleh skandal-skandal besar para oligark Orde Baru dalam mengeruk kekayaan negara.
This Handbook offers an analysis of the relation between football and politics, based on over 30 case studies covering five continents. It provides a detailed picture of this relation in a wide number of European, American, African, and Asian states, as well as a comparative assessment of football in a global perspective, thus combining the general and the local. It examines themes such as the political origins of football in the studied country, the historical club rivalries, the political aspects of football as a sports spectacle, and the contemporary issues linked to the political use of football. By following the same structure with each study, the volume allows for the comparison between largely investigated cases and cases that have seldom been addressed. The Handbook will be of use particularly to students and scholars in the fields of sport studies, political science and sociology, as well as cultural studies, anthropology and leisure studies.
Buku ini adalah kajian terhadap pemikiran ekonomi Amartya Sen. Ciri ekonomi postmodern sangat kental pada pemikiran Amartya Sen. Tesisnya adalah, (1) pembangunan yang didasarkan pada kebebasan dan demokrasi akan menghasilkan kesejahteraan sosial dan dapat memperkecil tingkat kemiskinan dan kelaparan dalam waktu relatif cepat. (2) pembangunan haruslah sebagai perluasan kebebasan dengan menerapkan hak-hak dasar manusia serta peningkatan kapabilitas manusia (human development). Meski Sen dikenal sebagai pemikir ulung teori ekonomi kesejahteraan, tapi pemikirannya tentang kesejahteraan dan ekonomi sangat berbeda dengan konsep ekonomi kesejahteraan sebelumnya. Berbeda dengan ekonomi modern yang menurutnya sangat egois, yaitu ekonomi yang penerapannya bertujuan untuk memenuhi kepentingan (self interest) pribadi saja. Ia mengatakan, ekonomi modern hanya menekankan masalah peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi, padahal pembangunan ekonomi harus diarahkan pada pemban-gunan manusia secara keseluruhan. Pembangunan yang bukan saja memikirkan kesejahteraan, tapi juga kebebasan.
Segenap hidupnya tak lepas dari kenangan tentang masa-masa bergerilya saat tergabung dalam kesatuan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) di hutan belantara Jawa Timur. Pergaulannya di masa kematangan sebagai lelaki dewasa tak sungguh-sungguh keluar dari lingkaran kenangan tentang sangkur dan desing peluru di masa revolusi kemerdekaan RI. Ia tak tergiur untuk menjadi birokrat, tak tertarik untuk berkarier sebagai tentara profesional, tidak juga berpolitik, sebagaimana pilihan yang diambil oleh kebanyakan kawan-kawannya. Nasib akhirnya mengantarkannya menjadi usahawan. Meski begitu, ia tidak pernah meninggalkan TRIP. Orang-orang penting di sekitar dunia yang digelutinya sebagian besar adalah mantan pelajar pejuang. Ia bersetia pada kenangan. Hari-harinya adalah hari-hari merawat ingatan, hingga ingatan demi ingatan itu menjelma sebagai stamina dan tenaga yang terus menyala bagi hidupnya di usia senja.
Nasionologi adalah buku terakhir dari tiga rangkaian pemikiran tentang sebuah filsafat tindakan yang diharapkan mampu memberi daya dorong bagi perubahan sistem berpikir tentang kondisi kekinian Indonesia.Buku I berjudul Matinya Sang Buruh (Dari Baudril- lard menuju Filsafat Wirausaha), dan buku II berjudul Dalang Pasar Lumrah. Buku ketiga sebagai akhir dari trilogi adalah pergulatan akhir pemikiran penulis tentang sebuah filsafat tindakan yang mudah diterapkan dalam keseharian yaitu “memberi.” Nasionologi adalah filsafat tindakan memberi, bukan mengambil. Filsafat memberi dimulai dari proses reverse philosophy mengenai narasi kemiskinan. Banyak orang sangat takut miskin bahkan pengusaha ...
Kenduri itu memang semarak, tapi keluarga mempelai laki-laki nyaris meninggalkan helat lantaran aneka juadah yang tersuguh ternyata bukan masakan Makaji, Juru Masak handal itu. Gulai Kambing terasa hambar karena racikan bumbu tidak meresap ke dalam daging. Kuah Gulai Rebung encer karena keliru menakar jumlah kelapa parut, lebih banyak air ketimbang santan. Maka, berseraklah gunjing dan cela yang mesti ditanggung tuan rumah. Bukan karena kenduri kurang meriah, tidak pula karena pelaminan tempat bersandingnya pasangan mempelai tak sedap dipandang mata, tapi karena macam-macam menu yang tersaji tak menggugah selera. Nasi banyak gulai melimpah, tapi helat tiada membuat kenyang. Makaji tak mungki...
Kisah-kisah lainnya kuperoleh dari beberapa orang yang terlibat. Ada yang memberikan informasi lengkap semampunya, ada juga yang tidak, bahkan mungkin ada juga yang mengarang-ngarang cerita sendiri. Aku tak tahu pasti. Semua kisah ini murni hasil penelusuranku sendiri. Kuperoleh berkat kegigihanku (kalaulah aku boleh berbangga dengannya) menyelidikinya, bersama seorang kawan yang punya kemampuan menemukan segala sesuatu, termasuk menemukan peristiwa. Ada beberapa kisah yang barangkali tampak ganjil karena sepertinya terpisah dari kisah lainnya. Namun, kisah ganjil itu sesungguhnya berkaitan erat dengan kisah-kisah lainnya. untuk kau ketahui, tak ada satupun dari kisah-kisah ini yang saling terpisah. pada akhirnya kau pasti mengerti. Semua kisah ini terpusat, dan hanya kupusatkan pada satu sosok. Sosok Limpapeh. Sebab, ia kunci dari semua peristiwa. Ia perekat benang-benang kisah yang terlepas. Jadi, baiknya kunamakan saja kisah ini sebagai kisah Kupu-kupu Fort de Kock.