You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
This work grew out of field research on Malay – Chinese Indonesian interaction along the Northern Coasts of West Kalimantan. The research proves that the interaction between the two entities in this area is not similar to the one we found in Teluk Pakedai, Kubu Raya Regency. In Teluk Pakedai, the harmonious interaction originated by a sort of “simplicity.” Paperless economic transaction between Malay and Chinese Indonesian traders is a living tradition. Neither receipt nor bill is needed, even in debt transactions. When questioned, what if another party forgets or dies? The answer was: “Nothing to worry about, it is Teluk Pakedai.” The similar simplicity is also found in conflict resolution, elites who first recognized the problem would come to the other group discussing the solution with no need to investigate “who commits the sin”. Furthermore, regarding the question of “Who are the earliest inhabitants of Teluk Pakedai, Malay-Bugis or Chinese?” many Malay-Bugis, in contrast to popular identification of Teluk Pakedai as Malay-Bugis settlement, provided an interesting answer: “….possibly Chinese as the name Teluk Pakedai refers to an old time Chinese Shop.
SETELAH perjalanan panjang yang penuh suka dan duka, maka Josef Muskita tutup usia pada 1 Mei 2006 di Jakarta. Beruntung dia menulis sedikit dengan jujur dan jantan (berani) tentang dirinya dan masa lalunya, yang sebenarnya juga menderita: “Saya menempuh tiga masa yang krusial dalam kehidupan saya, yaitu: masa tenggelam di dalam kegelapan, yang didominasi oleh upaya bertahan hidup semata-mata sebagai manusia; masa penemuan kembali apa yang hilang atau tidak tampak di kegelapan itu, disusul dengan kesadaran disertai penyesalan yang mendalam, dan tumbuhnya keyakinan yang berangsur-angsur mantap; masa pengabdian total yang telah berlangsung selama 45 tahun.” Tak semua orang berani menulis apa yang dianggap hitam oleh orang Indonesia, bahkan beberapa Pahlawan Nasional pun tak mau namanya tercoreng oleh kejujuran. Laki-laki dengan nama panggilan Joost ini sudah berbesar hati untuk jujur soal masa lalunya, maka kita semua harus berbesar hati menerimanya sebagai orang terhormat—karena dia melakukan hal terhormat bagi Indonesia dengan segala resikonya.
Harus dipahami dengan baik bahwa buku ini bukan serangkaian daftar pemberontakan yang pernah terjadi di Nusantara. Sebaliknya, tujuan buku ini adalah untuk mengajak memahami mengapa begitu banyak terjadi pemberontakan. Tetapi nyatalah bahwa untuk memahami siapa yang memberontak dan siapa yang diberontak, siapa yang dilawan atau yang dilawan membutuhkan satu topangan. Maka dalam memilih dan memilah pemberontakan mana yang ”layak” kami angkat kami bertopang pada empat alasan pokok. Apa saja itu?
Jago adalah istilah yang umum digunakan dalam masyarakat Indonesia terhadap tukang pukul. Di zaman prakolonial, kumpulan jago biasanya satu-satunya alat penguasa. Meski dalam teorinya, raja memerintah lantaran mendapat wahyu atau semacamnya, namun dalam prakteknya raja berkuasa tergantung seberapa besar jagoan yang dia bawahi. Tentunya raja adalah raja jagoan. Buku ini menghimpun kisah hidup preman-preman (orang bebas) dan Jagoan yang di hari kini justru harum namanya. Sebut saja Ken Arok, Raja Singashari yang menurunkan raja-raja hingga ke Mataram Islam, adalah seorang Preman/ Jagoan yang melompat kancah politik. Untung Surapati, budak seorang pengusaha Belanda di Batavia ini, dipenjara kar...
Petrik Matanasi, seorang Sejarawan muda, mengupas informasi-informasi sejarah kontroversial seputar peristiwa G 30 S yang seolah tak habis dibicarakan. Dalam buku ini, Petrik membahas mengenai salah satu pihak yang dinyatakan sebagai eksekutor penculikan Dewan Jenderal yakni pasukan Cakrabirawa yang sehari-hari bertugas sebagai Pengaman Presinden RI Soekarno. Membicarakan Cakrabirawa, otomatis membicarakan sang Komandan, yakni Letkol Untung. Buku ini sangat menarik di tengah banyaknya buku-buku lain tentang G 30 S/PKI.
Kiri atau Merah umumnya diidentikkan dengan ideologi komunis, meski sebenarnya KIRI lebih luas diartikan sebagai sisi seberang dari penguasa resmi. Berada di jalur kiri artinya berada pada pendapat yang berseberangan dengan penguasa yang mengakibatkan perseteruan dan bermacam peristiwa pergolakan. Apalagi, jika para serdadu bersenjata yang berdiri di Kiri Jalan ini. Sebut saja beberapa serdadu KNIL asal Minahasa yang memberontak pada pemerintah kolonial. Nama-nama mereka mungkin dilupakan banyak orang, tapi pemberontakan mereka tidak bisa begitu saja dilupakan. Selain itu, masih ada prajurit-prajurit TNI lain yang berusaha memperbaiki keadaan dengan jalan pemberontakan di masa rezim Sukarno....
Pemerintah kolonial Hindia Belanda, telah memiliki satuan prajurit sewaan yang terdiri dari prajurit terlatih Eropa dan warga pribumi sejak sebelum tahun 1800an. Ribuan tentara gabungan ini bertugas untuk memukul perlawanan-perlawanan lokal di berbagai wilayah. Ketika menghadapi pemberontakan Diponegoro 1825-1830 banyak sekali prajurit Hindia Belanda yang tewas di medan tempur. Keadaan ini membangkitkan gagasan pembentukan satuan tentara resmi oleh gubernur Van Den Bosch. Maka berdirilah Koninklijk Nederlandsch Indiesch Leger (KNIL) pada 1830. KNIL terdiri dari sebagian besar orang-orang pribumi dengan pangkat rendah dan perwira-perwiranya berasal dari kalangan Belanda sendiri. Namun, ada be...
Banyak orang akan teringat Soumokil jika bicara soal Republik Maluku Selatan (RMS). Soumokil memang merupakan otak sekaligus pemimpin paling legendaris dalam sejarah RMS. Namun banyak orang tak peduli bahwa ada pihak lain yang juga memiliki peran besar dalam mewujudkan cita-cita berdirinya RMS. Sejarah militer RMS sejatinya bukan hanya soal kisah para jenderal, kolonel, atau kapten. Sejarah militer RMS adalah sejarah mengenai para bekas sersan KNIL dan pengikutnya yang ternyata punya andil sangat besar dalam menegakkan RMS. Kunci keberlangsungan RMS di Maluku sejatinya bukanlah di tangan Soumokil, melainkan di tangan bekas pasukan KNIL ini. Merekalah yang secara nyata menegakkan RMS dibanding pemimpin-pemimpin sipilnya. Merekalah ujung tombak RMS. Di buku ini akan dipaparkan peran para sersan dan serdadu-serdadu bekas KNIL yang berjuang meraih “kemerdekaan” mereka. Sampai diakhiri dengan alasan mengapa mereka menemui kegagalan.
Buku ini menelaah perkembangan hukum pengungsi internasional-nasional, keterkaitannya dengan perdagangan-penyelundupan manusia, dan tantangan yang dihadapi Indonesia berhadapan dengan problematika pergerakan manusia di dunia global. *** ”Ketajaman intelektual dan kentalnya kepekaan kemanusiaan para penulis seakan-akan membuka optimisme bahwa ada solusi yang lebih baik dalam menangani persoalan pengungsi. Keterbatasan regulasi dan legalitas, baik pada tataran internasional maupun nasional atau bahkan rivalitas di antara keduanya, seharusnya tidak membuat para pengungsi terlantar, terombang-ambing, dan berada dalam ketidakpastian. Para penulis nampaknya menyuarakan agar kekosongan hukum dan/atau tarik-menarik antara hukum nasional dan hukum internasional tentang pengungsi tidak sampai dieksploitasi para pelaku kejahatan kemanusiaan, termasuk para pemerintahan yang membiarkan warga-negaranya menjadi pengungsi, demi kepentingan ekonomis dan politis mereka. Sebaliknya, hak-hak dasar yang seharusnya dimiliki dan diperoleh para pengungsi hendaknya menjadi prioritas utama.” [Mangadar Situmorang, Ph.D. – Rektor Universitas Katolik Parahyangan]
Buku kecil berjudul HAM: KEBHINNEKAAN, INKLUSIVITAS dan KETANGGUHAN MASYARAKAT ini lahir dari keikutsertaan Program Magister Lingkungan dan Perkotaan (PMLP), Fakultas Ilmu dan Teknologi Lingkungan, Unika Soegijapranata dalam Festival HAM yang diadakan oleh Pemerintah Kota Semarang bersama INFID (International NGO Forum on Indonesian Development) pada tanggal 16-19 November 2021. Tujuan dari Festival HAM ini adalah―seperti yang tertulis di “Kerangka Acuannya: FESTIVAL HAK ASASI MANUSIA 2021 - Bergerak Bersama Memperkuat Kebhinekaan, Inklusi dan Resiliensi”―untuk menjadi ruang berbagi antar pemangku kepentingan dengan mendiskusikan, bertukar praktik-baik dan inovatif dalam pemajuan dan pemenuhan hak asasi manusia di tingkat daerah.