You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
"Menurutmu kenapa Aksel menyukaiku?" aku melemparkan pertanyaan cheesy kepada Sisil. Sisil tertawa."Kamu ingin mendengarkan pujian terus ya hari ini? Tentu saja karena Princesa itu cantik, pintar, dan baik hati." Aku tertawa mendengar jawabannya. Seandainya saja Sisil tahu, aku mengharapkan jawaban lain kenapa Aksel menyukaiku. Jawaban yang tidak standar. Seperti jawaban milik Nathan. Princesa atau akrab dipanggil Cesa adalah cewek yang penuh percaya diri. Dia tahu kalau dia itu cantik, pintar, populer, dan banyak yang naksir. Cesa bisa saja memilih cowok mana pun untuk dijadikan pacar, enggak bakal ada yang nolak deh! Kecuali cowok yang satu itu. Cowok yang menjadi sahabat kakaknya, Jinan. Cowok yang Cesa tahu menyimpan rasa hanya untuk kakaknya.
"Kak… terima kasih sebelumnya. Tapi… saya gak akan pingsan kalau hanya berdiri dan dijemur di bawah matahari terik," jawabku jujur. "Oh ya? Ya sudah, cepat habisin makanannya, saya antar kamu kembali ke barisan," serumu sambil memalingkan wajah yang mulai memerah. Alan Abimanyu. Senior kutu buku yang jenius dan cakep. Aku dan beratus siswa perempuan di sekolah ini langsung jatuh hati ketika pertama kali melihatmu. Tapi, aku sedikit lebih beruntung karena kita punya kenangan manis sewaktu MOS. Selain itu, kamu mirip dengan teman masa kecilku, Abi Gendut. Tapi tidak mungkin, umur kita kan beda 2 tahun. Lagian Abi yang kukenal itu anaknya lamban, gendut, tapi suka banget tertawa. Beda dengan kamu yang cakep, pintar, dan punya senyum dengan lesung di pipi kirimu. Well, yang terakhir itu sebenarnya kamu sama dengan Abi. Tanpa bisa dicegah, aku mulai membandingkan dirimu dengan Abi. Mencari-cari kesamaan dan perbedaan kalian. Sampai akhirnya, dirimu selalu ada di pikiranku. Sampai akhirnya, setiap melihatmu jantungku berdebar lebih kencang. Sampai akhirnya sebuah kenyataan membuatku tak bisa lagi menggapaimu.
Serenada Dewi (atau biasa dipanggil Nada) adalah gadis cantik berusia 16 tahun yang menjadi mesin obsesi Helen, mamanya. Melalui Nada, Helen berusaha mewujudkan mimpi-mimpi masa mudanya. Helen mencekokinya dengan berbagai les seni, hingga akhirnya, ambisi Helen terwujud ketika perusahaan rekaman besar mengontrak Nada melalui sebuah audisi menyanyi. Ternyata, kesuksesan yang menghampiri Nada membuat Carmen–sahabat masa kecilnya–iri dan dendam. Carmen pun memutuskan mengikuti jejak Nada, pindah ke Jakarta. Ketika mengetahui bahwa Andi Kenzo–aktor muda papan atas, cowok yang juga ditaksirnya–menjadi pacar Nada, dendam Carmen semakin menjadi. Dia pun mulai menyusun langkah untuk menjatuhkan Nada. Cinta, perjuangan, dan airmata, semuanya silih berganti mewarnai hidup Serenada Dewi.
Selamat datang di Rumah Lebah. Di sinilah rumah bagi mereka, para boneka yang dilahirkan oleh Rama dan Shinta, pasangan yang saling mencinta. Melipur lara dan menemani manusia yang kesepian adalah kebanggan mereka sebagai boneka. Tapi tidak demikian dengan Peru. Ia mendapat limpahan kasih disayang dan buaian cinta dari Shinta. Ia pun mendapatkan seorang kakak manusia bernama Seno supaya hidupnya sebagai boneka tidak kesepian. Di Rumah Lebah inilah kehidupan meramu kegembiraan dan kegetiran. Suara kesedihan para boneka yang mengalami pergulatan batin; tempat tumbuhnya cinta yang terhalang takdir ... dan apa jadinya ketika seorang manusia jatuh cinta pada boneka? Singgahlah, dan jadilah kanak-kanak lagi.
“Rin, namaku Rin. Kamu?” “Rin? Rin doang?” Singkat amat namanya, pikirku spontan. “Iya, Rin doang, ‘rin rin rin’…” Gadis yang mengaku bernama Rin ini melantunkan namanya dengan nada seperti ia sedang membunyikan sebuah lonceng kecil. “Artinya lonceng. Lonceng kan bunyinya ‘rin rin rin’….” Kata siapa SMA itu masa paling indah? Buat Gesang, sejak hari pertama kelas sepuluh hidupnya justru jadi penuh masalah. Tidak punya teman sebangku, terpaksa duduk di depan meja guru, belum lagi tuntutan orangtua tak sejalan dengan yang dia mau. Makanya di jam istirahat Gesang lebih memilih menyendiri sambil memainkan piano di aula atas. Di sana, dia bertemu Rin dari kelas dua belas. Tapi siapa, sih, yang mau berteman sama Rin, si anak koruptor yang suka bolos, selingkuh dari pacarnya, dan mengambil uang klub buat foya-foya? Lantas kenapa Gesang rela masuk dalam perangkap yang bahkan tak pernah Rin siapkan untuknya?
"Kenapa? Bukannya dia suka sama kamu? Aku bisa tahu dari cara dia melihat kamu." "Iya. Dia suka sama aku. Tapi dia tahu kalau aku lebih suka sama kamu…." Sara dan Ryan. Dua orang yang saling menyayangi ini memutuskan untuk berpisah karena sering bertengkar. Mereka mengira semua akan berjalan baik-baik saja. Tidak ada drama putus cinta yang akan mengikuti kehidupan sehari-hari mereka. Sampai suatu hari, ketika Sara menggandeng Bona, cowok cakep sekolah sebelah, di depan Ryan. Ryan marah, tidak terima kalau Sara sudah bisa melupakan dirinya. Dia pun memutuskan pacaran dengan murid baru yang imut dan cantik, Lala. Aksi pamer kemesraan pun mewarnai kehidupan sekolah mereka. Tidak ada yang mau mengalah, mereka saling menyerang. Ryan yang selalu terlihat bareng Lala dan Sara yang selalu diantar jemput oleh Bona. Namun, entah mengapa ketika malam hari tiba rasa rindu pun ikut menyergap…
“Kita perlu memperkenalkan diri secara resmi.” Dia mengulurkan tangannya, “Jonas Scheuchzer.” “Edelweiss. Hanya Edelweiss tanpa nama belakang keluarga.” Aku tak ingin mengingat nama pemberian ayahku. “Nama tengah?” tanyanya. “Kurasa tak perlu!” jawabku singkat. “Namamulah, alasanku tertarik padamu.” “Oh ya?” tanyaku tak percaya. Banyak hal yang membuat Del menolak untuk menjadi dewasa. Pengabaian Aliyan, teror Gatra, dan kehadiran Jonas yang rela terbang separuh dunia untuk menemui Del di Lombok. Kejadian itu membuatnya kacau. Namun Del tak sendiri, dia memiliki orang-orang terbaik di hari-hari terburuknya. Mereka adalah Anye dan Leya. Del juga selalu bisa bersikap “tak-ada-yang-perludi khawatirkan”, karena Del percaya pada kekuatan penyangkalan. Karena kamu tak akan pernah merasa sakit jika kamu tak menyadari bahwa kamu sedang terluka.
'Art Practice as Research' presents a compelling argument that the creative and cultural inquiry undertaken by artists is a form of research. The text explores themes, practice, and contexts of artistic inquiry and positions them within the discourse of research.
The only things librarians seem to encounter more often than acronyms are strings of jargon and arcane technical phrases—and there are so many floating around that even just reading an article in a professional journal can bewilder experienced librarians, to say nothing of those new to the profession! Featuring thousands of revised and brand new entries, the fourth edition of ALA Glossary of Library and Information Science presents a thorough yet concise guide to the specific words that describe the materials, processes and systems relevant to the field of librarianship. A panel of experts from across the LIS world have thoroughly updated the glossary to include the latest technology- and internet-related terms, covering metadata, licensing, electronic resources, instruction, assessment, readers’ advisory, and electronic workflow. This book will become an essential part of every library’s and librarian’s reference collection and will also be a blessing for LIS students and recent graduates.
This work constitutes the first book-length examination of Balinese kinship in English and an important theoretical analysis of the central ethnographic concept of "kinship system." Hildred and Clifford Geertz's findings challenge the prevailing anthropological notion of a kinship system as an autonomous set of institutionalized social relationships. Their research in Bali suggests that kinship cannot be studied in isolation but must be perceived as a symbolic subsystem governed by ideas and beliefs unique to each culture.