You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Buku ini bukanlah sebuah autobiografi, melainkan buku kenang-kenangan yang saya tulis untuk para anak-menantu-cucu yang saya kasihi. Bila sebuah autobiografi merangkum semua peristiwa yang dialami seseorang sepanjang hidupnya, maka di sini saya hanya akan menceritakan bagian-bagian hidup saya yang ingin saya kenang. Pengalaman yang tidak nyaman untuk dikenang ataupun dibaca, saya rasa sebaiknya jangan dibiarkan berakar dalam hati dan jiwa, apalagi diabadikan dalam buku dan membuat hati pembacanya ikut galau.
BUKU INI menyajikan kisah seorang ibu rumah tangga biasa yang mencintai dan mengoleksi keramik dan perabot kayu. Ada yang baru dan ada yang antik. Menariknya, Inge Lie Loan Ing, nama kolektor itu, mengaku tidak memiliki pengetahuan mengenai keramik dan tidak mengetahui seluk-beluk perabot antik. Lebih menarik lagi, sebagian besar benda cantik itu tidak dibeli, melainkan seolah-olah datang begitu saja kepada dia. Suatu hal yang tidak pernah dia impikan. “Saya cuma seorang ibu rumah tangga penggemar keindahan. Saya tidak peduli apakah benda keramik yang saya sukai berasal dari dinasti Tang, Song, Yuan, Ming, Qing atau baru dibuat kemarin dulu. Saya tidak peduli benda itu dibuat di Tiongkok, ...
Kalau dalam buku Batik Pesisir Pusaka Indonesia kita bisa menikmati keindahan batik pesisir koleksi Hartono Sumarsono, maka pada buku Benang Raja Menyimpul Keelokan Batik Pesisir, Hartono Sumarsono mengajak kita menyimak keelokan detail-detail pada kepala, badan, papan serta pinggir kain yang sangat memesona. Buku ini juga menunjukkan pasang-surut pengerjaan batik tulis, ketidaklaziman pola pada sejumlah batik yang unik dan juga batik sebagai sarana berkisah, mulai kisah pewayangan, Flash Gordon sampai Sinderela. Bahkan batik bisa dipakai merekam peristiwa bersejarah!
Tersaji dalam buku ini sekitar 200 batik pesisir terbaik koleksi Hartono Sumarsono yang dibuat tahun 1870-1960-an—masa keemasan batik tulis. Di antaranya kita mendapati batik bermotif wayang yang menceritakan kisah Arjuna Wiwaha, diproduksi oleh C.M. Meyer tahun 1870; seprai Lasem yang dibuat awal abad lalu; batik Pekalongan buatan Oey Soe Tjoen Kwee Nettie yang terkenal halus pengerjaannya, batik Belanda buatan Lien Metzelaar dan Eliza van Zuylen, batik Djawa Hokokai; di samping batik Kudus, Banyumas, Cirebon, Madura, Garut, dsb. Juga kain gendongan yang motifnya cukup variatif. Buku ini sekilas juga menyinggung mengenai perkembangan batik pesisir yang halus dan indah itu di pesisir utara Jawa, yang menurut ilmuwan Inggris Peter Carey merupakan “belanga peleburan”, tempat lahirnya kebudayaan baru yang unik akibat pertemuan para pedagang, pelawat dan agamawan dari India, Arab, Barat, dsb. dengan penduduk setempat.
None
Salam sejahtera untuk kita semua, saya menyambut gembira atas terbitnya buku yang mengusung tema budaya nusantara.
Karya-karya batik bercerita telah dianalisis berdasarkan teori Bahasa Rupa dan Kritik Seni Feldman. Batik yang dibuat saat ini (kontemporer), bila dilihat secara cermat masih menggunakan cara gambar layaknya batik tradisional. Hal tersebut dapat dilihat dari penggambaran aneka tampak, seperti pada penggambaran merak ngibing yang digambarkan dari samping, sedangkan sayap yang mengembang digambarkan dari depan. Ada beberapa ciri dalam penggambaran yang menggunakan RWD dalam batik bercerita, yaitu tampak samping (tampak khas) dan objek yang penting dibesarkan. Contoh ini misalnya pada pohon dan daun dalam cerita Gunung Guntur. Lalu bagian gunungnya sendiri juga digambarkan dengan RWD melalui penggambaran keluarnya lahar yang digariskan seperti bergerak. Melalui uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Bahasa Rupa RWD digunakan dalam gambar batik bercerita yang digambarkan di masa kini.