You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Menyandingkan Soekarno dan NU dalam spektrum politik kebangsaan yang mencita-citakan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, sepintas tampak mengada-ada. Soekarno adalah seorang nasionalis sejati, sementara NU adalah lembaga keagamaan tradisional yang kelahirannya lebih karena faktor paham keagamaan. Akan tetapi, buku ini membuktikan bahwa keduanya justru bertemu dalam satu titik yang sama dan sebangun: nasionalisme. Soekarno memosisi¬kan nasionalisme dalam usaha perlawanannya terhadap penjajah, sementara NU memaknainya dalam semangat hubbul wathon minal iman.
Kehadiran media baru membawa perubahan besar bagi perkembangan pemikiran dan wacana Islam di Nusantara. Bagaimana metode penyebaran pemikiran, yang awalnya hanya lewat ruang kelas, disampaikan oleh guru kepada peserta didik melalui ruang-ruang kelas dan bersifat tatap muka, kini telah mengalami perkembangan terbaru, yang tidak hanya tetap mempertahankan cara-cara pengajaran tradisonal seperti di atas, namun dikombinasikan dengan cara modern, yaitu sistem pengajaran melalui media baru. Sistem pengajaran melalui media baru, membutuhkan pola pengajaran yang dinamis, karena terus mengalami perubahan, seiring mengikuti pertumbuhan media baru yang terus meningkat, namun tidak diiringi dengan kepah...
Penulisan riset ini bermula dari bentuk keprihatinan penulis terhadap maraknya stigmatisasi dan pembelahan kelompok di masyarakat atas dasar pilihan politik. Hubungan organisasi transnasional seringkali digunakan untuk labelisasi suatu gerakan yang dianggap berlawanan dengan pemegang kekuasaan. Pembelahan kelompok politik menimbulkan fenomena kekerasan baru di tengah masyarakat, sebagaimana kekerasan verbal dan kekerasan politik. Fenomena tersebut berdampak pada tumbuhnya resistensi secara terbuka dan resistensi secara tersembunyi melalui ekstrimisasi gerakan. Rasa keingintahuan terhadap penyebab pembelahan kelompok masyarakat sebagai bentuk perilaku politik, menjadi motivasi penulis untuk mencari tahu perkembangan politik identitas di Indonesia dalam kontestasi pemilihan politik di beberapa jenjang.
Pancasila sebagai sebuah Grundnorm bukanlah sebuah hukum operasional. Pancasila dalam derajat yang intensif merupakan hukum yang lebih teleologis sehingga kenaekaragaman masyarakat tidak bisa direduksi begitu saja. Sebagai hukum yang paling fondasional, kaya intrepretasi bukanlah sebuah kelemahan bagi Pancasila. Oleh karena itu, kaum revisionis sejatinya bukanlah pengkhianat Pancasila, melainkan kaum reduksionis lah yang menyederhanakan keadiluhungan Pancasila sehingga tampak aplikatif namun minim pemaknaan.
Dalam beberapa dekade terakhir, khususnya sejak awal Reformasi, PDI Perjuangan memang mendapat sorotan dari beberapa kalangan masyarakat Muslim. Mereka beranggapan, partai ini tidak memberi respons secara sungguh-sungguh kepada kepentingan dan kebutuhan kalangan Muslim di Indonesia. PDI Perjuangan dipandang sebagai partai politik yang tidak peduli, dan bahkan menjauh dari kegiatan-kegiatan keagamaan, khususnya terkait dengan umat Islam. Fenomena politik ini menggambarkan bahwa PDI Perjuangan mengambil jarak dan posisi vis a vis dengan kalangan Muslim. Partai ini seakan menampakkan wajah yang “tidak paham” dan “tidak ramah” terhadap Islam dan masyarakat Muslim di Indonesia. Dalam buku persembahan penerbit Kencana (Prenadamedia Group) ini Anda akan menemukan jawabannya, apakah benar hipotesis awal bahwa PDI Perjuangan “tidak ramah” terhadap Islam.
Buku ini mencoba menunjukkan ‘ideologi’ dan ‘cara kerja ideologi’ orang pesantren dalam berpolitik. Ideologi orang pesantren dibangun dari kekayaan tradisi fikih. Karakter fikih, sekalipun tidak bersifat radikal seperti ideologi pada umumnya, namun terlihat relevansinya dalam dialektika politik di lapangan. Orang pesantren dengan ideologi fikihnya, dapat berdialektika, bernegosiasi, mendukung, menolak, dan bahkan melawan ideologi serta gerakan yang mengancam eksistensinya. Ideologi fikih membuat orang pesantren hidup dengan cara pandangnya dalam kehidupan politik kebangsaan. Ukuran: 14 cm x 21 cm vii + 273 halaman ISBN 978-602-70095-1-6 Cetakan Ke-1, November 2017 Penerbit: Harakah Book Jl. Hijau Lestari II B3 No 10 Pisangan Ciputat Timur Tangerang Selatan Telp.: 0811-877-231 Email: redaksi@harakah.id
This text gives a formative account of the development of Islamic thought from the death of Muhammad in 632, to 950. It demonstrates how various religions and political movements within Islam contributed to what has become standard form, including the positive contribution of sects later regarded as heretical, and the key interaction of religion and politics. Drawing on many previously unresearched Arabic sources, it presents a comprehensive, balanced and clear picture of the main lines of philosophical development in this important period.
An in-depth study of the militant Islamic Laskar Jihad movement and its links to international Muslim networks and ideological debates. This analysis is grounded in extensive research and interviews with Salafi leaders and activists who supported jihad throughout the Moluccas.
These case studies link genealogical knowledge to particular circumstances in which it was created, circulated and promoted. They stress the malleability of kinship and memory, and the interests this malleability serves. From the Prophet's family tree to the present, ideas about kinship and descent have shaped communal and national identities in Muslim societies. So an understanding of genealogy is vital to our understanding of Muslim societies, particularly with regard to the generation, preservation and manipulation of genealogical knowledge.
Nurlaelawati's close and contextually sensitive analysis of judicial practice in Indonesia's Islamic courts yields invaluable insights into the subtle dynamics of legal change in a modern Islamic legal system. Prof. Mark Cammack, Professor of Law, Southwestern Law School, Los Angeles --