You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Setiap orang memiliki momen-momen terbaik dalam hidupnya. Diantara sekian momen itu ada yang berhubungan dengan masa belajarnya. Bagi penulis buku ini, di antara momen terbaik dalam hidup dan belajarnya, adalah waktu yang ia habiskan selama enam bulan di Program Kaderisasi Ulama Universitas Darussalam Gontor. Dalam enam bulan tersebut penulis menjalani hidup kembali sebagai santri, tapi di level pascasarjana. Di sana ia bisa ber-shuhbah dengan para guru, berkawan dengan orang-orang shalih dan berilmu, membaca buku-buku pemikiran, serta mendapatkan banyak materi dari para pengajar INSISTS, MIUMI, Program Pascasarjana UNIDA Gontor, serta para alumni Gontor yang telah menjadi tokoh masyarakat. Serpihan berbagai pengalaman yang dijalaninya tersebut kemudian direkam dalam catatan-catatan pendek. Tentu bukan hal yang hebat, tapi insya Allah bermanfaat. Dengan membacanya para alumni bisa bernostalgia, sedang yang bukan alumni, akan turut merasakan suasana kejiwaan yang penulis dapatkan di sana.
Buku ini merupakan sebuah persembahan kepada Prof. Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A.Ed., M.Phil. pada hari beliau dikukuhkan menjadi Guru Besar di bidang Ilmu Filsafat Islam. Berisi kesan-kesan selama mengenal beliau dari para guru, sahabat, dan murid. Berbagai kesan ini dituliskan sebagai bentuk apresiasi perjuangan beliau dan integritas beliau di ranah disiplin ilmu yang digelutinya, yaitu filsafat Islam. Di samping itu, kesan-kesan ini juga menjadi sebuah motivasi dan pelecut bagi para pembacanya bahwa berbagai pencapaian yang diraih oleh Prof. Hamid bukanlah suatu hal yang instan dan tanpa melewati perjuangan yang berdarah-darah, serta membutuhkan komitmen dan integritas yang tinggi.
Buku ini mencoba membongkar paradigma gerakan yang telah tertanam dalam "chip" alam bawah sadar kader semenjak pertama kali ia bergabung di KAMMI, tepatnya semenjak Daurah Marhalah 1. Lalu menawarkan satu paradigma gerakan yang dirasa relevan dan tepat untuk KAMMI menghadapi zaman. Dan tentu akan mendukung cita-cita KAMMI mewujudkan Indonesia emas. Hal-hal yang sebenarnya sudah dimulai ini, tak akan tercapai jika semua kader tak memahaminya.
Perubahan tak hadir dari kemewahan. Kemewahan tak bakal ciptakan gelora kebangkitan. Andai dengan kemewahan semua tugas menciptakan kejayaan itu terpenuhi, Nabi Muhammad akan menerima uluran tangan kaumnya untuk negosiasi sekaligus rekonsiliasi. Tapi Nabi memilih disebut pemecah belah persaudaraan kabilah. Manusia insaf cemas digulung gelombang yang telanjur datang. Tapi ia tak patut hanya berdiam, menyerah dengan mata memejam. Bila gelombang menerjang, arungi lewat pikiran agar gulungannya terhenti. Atau ketika mantap, bidaslah sampai arahnya membalik lahirkan gelombang baru. Pikiran dan tindakan yang besarlah yang akan membebaskan diri di pusara gelombang keterjajahan. Maka, sejatinya revo...
Buku ini lahir dari sebuah cita sederhana: mendorong para islamis di tubuh gerakan dakwah untuk tidak sibuk dengan kerja-kerja sporadis dalam membela umat. Tidak lagi menjadi sosok yang berpikir pendek dan gagal meneroka hari esok. Kapasitas akal yang Allah karuniakan niscaya untuk dipergunakan dalam jalan dakwah ini. Bila Fazlur Rahman pernah menasihati Wan Mohd Nor Wan Daud untuk mengurangi porsi waktu aktivisme, saya setujui dengan catatan: bukan meninggalkan sama sekali roh pergerakan yang biasa dijalani. Bukan meninggalkan sama sekali, melainkan mengokohkan roh gerakan dengan meluaskan perspektif agar hikmahlah yang direngkuh; bukan fanatisme kelompok. Menjadilah mereka tidak lagi hitam...
Buku yang begitu (amat) ringkas ini akan membahas mengenai keindahan dan seni dari sudut pandang Islam. Suatu topik yang kerap menjadi perdebatan sekaligus permusuhan. Tak hanya persoalan seni dan budaya, tulisan-tulisan di dalamnya juga akan mengajak pembaca merenung, berpikir, serta menggali serpihan hikmah dari ulasan singkat yang memikat.
Buku ini merupakan kumpulan tulisan berkaitan dengan literasi, seperti budaya membaca, menulis sampai literasi digital. Selain itu, buku ini juga membahas berbagai pikiran tentang buku dan prosesi didalamnya. Tulisan-tulisannya bersifat reflektif sehingga mampu menemani kita untuk berpikir. Buku ini adalah kado milad 3 tahun Gaza Library Publishing. Semoga bermanfaat.
None
Science was conceived as something absolute by the Positivists; they thus failed to see that it is basically a human activity and that no human phenomenon can be absolute. The discussion in this monograph takes its departure from this point and investigates the epistemological foundations of science. It argues that one such foundation is the worldview of the scientist which reflects his physical-social environment. If this is the case, then it becomes clear why there can be a certain scientific activity that can be identified as Islamic. This is the fundamental theoretical ground upon which Islamic Science: Towards a Definition is based. In order to demonstrate this point, the author attempts to present a historical illustration of how scientific activities gradually emerged in Islam within the first three centuries, i.e. 610-900 AD. The argument developed follows three frameworks that are said to be the foundation of these activities: 1) the Islamic worldview; 2) the Islamic scientific conceptual scheme; and 3) specific terminology of each science. These points are all defined and clarified from an epistemological standpoint.
This book defines, perhaps for the first time in the history of the intellectual and religious tradition of Islam, the meaning of worldview from the perspective of Islam. The definition is articulated in the gathering together of the fundamental elements in the vision of reality and truth that projects the worldview of Islam into a meaningful whole. This articulation of the definition involves also explanation and contradiction of the challenges to that vision encountered throughout the ages to the present time.