You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Long cited as a model of harmonious cohabitation between different religions, the most populous Muslim country in the world until recently occupied a special place in the Western imagination.Indonesia, home to a peaceful version of Islam, offered a reassuring counter-model to a rowdy and accusatory Arab Islam. Since 1999, however, confrontations between Christians and Muslims in the Moluccas, excesses of vigilantism in Sulawesi, and especially the Bali and Jakarta bombings have shattered these simplistic stereotypes. For many terrorism experts - often self-proclaimed - Indonesia's mutation confirmed the hackneyed thesis that equated obscurantism with Islam, and saw violent outbreaks as an inevitable consequence.
This book examines Indonesian laws regulating state administration, in other words, the relationship between the Indonesian government and its citizens. This book uses public administration science to explain state administrative law. It covers the historical evolution of state administrative law in Indonesia, the political and legal acceptance of the Universal Declaration of Human Rights in Indonesia as well as the ratification of the 2020 Omnibus Law reforms. It evaluates both the benefits and drawbacks of establishing laws through the Omnibus Law model, and the challenges of its adoption by the Indonesian statutory system. The book also examines state administrative law in other Southeast Asian countries, to provide a more nuanced understanding of how human rights implementation occurs in the respective legal regimes. Covering the legal reforms and changes to state administrative law in Indonesia, this book will be of keen interest to scholars of state administrative law, public administration, and constitutional law.
The Prosperous Justice Party (PKS) is the most interesting phenomenon in contemporary Indonesian politics. Not only is it growing rapidly in membership and electoral support, it is also bringing a new and markedly different approach to Islamic politics, one which has no precedent in Indonesian history. Understanding PKS and analysing its political behaviour presents challenges to scholars and observers. This is partly due to the fact that the party represents a new trend within Indonesian Islam which has few parallels with preceding movements. Yon Machmudi has rendered us a valuable service. In this book, he provides a thoughtful and authoritative context for viewing PKS. He critiques the ex...
None
Dalam buku ini dikemukakan kembali riwayat serta pesan dan kesan dari para penulis senior yang dikutip dari berbagai sumber untuk mengingat kembali kepada momen hari bersejarah dimana ditetapkannya Hari Sastra Indonesia pada tanggal 3 Juli 1883. Semoga momen dan tulisan ini dapat mengingatkan kembali kepada kita tentang pesan-pesan yang pernah disampaikan oleh para penulis terdahulu dimana menjadi contoh dan tauladan serta menjadi motivasi bagi generasi mendatang agar tidak pernah hilang begitu saja ditelan oleh jaman.
Iwan Tjitradjaja dikenal sebagai sosok ilmuwan muda. Ia dikenang bukan karena kehebatan pemikirannya saja, tetapi dari kebaikan hati yang memancar dalam pengembangan dan pengamalan ilmu antropologi. Ia adalah salah satu dari ilmuwan muda yang memiliki karakter, dedikasi yang total terhadap ilmu pengetahuan, pengamalan ilmu kepada kemanusiaan dan integritas yang tinggi.
Longtemps cité comme un exemple de cohabitation harmonieuse entre différentes religions, le pays musulman le plus peuplé du monde, occupait, jusqu'il y a peu, une place à part dans l'imaginaire occidental. Lieu d'un islam pacifique, contre-modèle facile à un islam arabe remuant et accusateur, l'Indonésie rassurait. A partir de la fin des années 1990 cependant, les sanglants affrontements entre chrétiens et musulmans aux Moluques, puis les attentats commis dans diverses régions de l'Archipel, anéantirent cette vision irénique et en imposèrent une autre, toute aussi simpliste. Pour de nombreux observateurs, l'islam insulindien prit alors le visage de ces barbus haineux venus trans...
Pengakuan hak ulayat dalam Pasal 3 UUPA ini, oleh sebagian besar pengkaji, baik dari ahli hukum agraria maupun dari ahli hukum adat, lebih-lebih dari kalangan LSM, merupakan bentuk pengakuan setengah hati, semu, dan ambigu. Untuk mengusulkan agar Pasal 3 UUPA ini di judicial review hanya dengan menyebutkan kelemahan kelemahan secara gramatikal, bukanlah tindakan yang bijaksana. Penulis berkeya- kinan bahwa semua produk hukum berasal dari suatu kesepakatan dan keputusan politik, serta bermuatan kepentingan politik. Sehubungan dengan hal tersebut maka untuk mengkaji kelemahan Pasal 3 UUPA perlu ditelisik secara politik hukum yang melandasi pembentukannya. Untuk mengungkap politik hukum yang me...
Keberanian seperti yang dimiliki Prof. Dr. Nanat Fatah Natsir menjawab lantang pertanyaan: “peradaban mana yang akan menjadi peradaban masa depan?” dengan “peradaban Indonesia”, jarang ditemui di antara banyak orang yang sedang gelisah karena melihat begitu seringnya benih semangat pluralitas tercabik-cabik oleh pertikaian bernuansa sara di negeri yang memiliki lebih dari 1.200 suku bangsa ini. Terbiasa dengan suasana pertikaian membuat orang kehilangan “keberanian” untuk berefleksi kritis – seimbang terhadap realitas peradaban, apalagi melakukan “kritik diri”. Akibatnya, orang tidak mampu menemukan titik-titik temu nilai peradaban, dan karena itu juga tidak mampu membawa bangsa Indonesia ke depan untuk memperjuangkan keadilan, rasionalitas, transendensi dan harmoni secara lebih kontekstual dalam ruang dialog antarperadaban. Pemikiran optimistis-moderat Prof. Nanat dalam buku The Next Civilitation akan menjadi inspirasi bagi pemimpin (muda) bangsa Indonesia, yang akan sepakat dengan Prof. Nanat: “[...], sekali lagi, penulis masih
Motivated by on-the-ground experiences during Indonesia's period of political turmoil in the early 2000s following the collapse of the Suharto regime, this book systematically explains the structure of the Suharto regime while revealing its political dynamism. The primary goal is to account for the transformations that Suharto's personal rule underwent during 30 years in power and explain its end. The book focuses on the 'personal rule system' that Suharto employed, analyzing its transition and collapse in a groundbreaking thesis that draws on archival materials from major political institutions, as well as interviews with some of the key political protagonists. The concept 'co-opting type personal rule' is proposed to address the following questions: What concept can best capture the Suharto regime and the diverse array of personal rule systems and better explain the characteristics of each type? How can we analyze personal rule regimes that end in relatively peaceful transitions rather than revolution or violent coup? Thesis. (Series: Kyoto Area Studies on Asia - Vol. 24) [Subject: Asian Studies, Indonesian Studies, Politics]