You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Buku memoar 20 guru yang bertebaran di antero Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah ini kemudian menjadi kisah tentang jalan hidup membangun semangat keguruan di perkampungan. Merekalah yang menjadi garis depan proyek pencerahan negara hingga ke daerah-daerah terdepan batas negara. Memoar mereka adalah cerminan proses yang rumit dan panjang hingga sampai di depan kelas mengaplikasikan harapan negara lewat apa yang disebut kurikulum. Kesaksian mereka merupakan “wakil suara” bagaimana praktik kurikulum bekerja di lapangan paling dasar proyek pengajaran nasional. Buku ini adalah awal dari guru-guru sekolah dasar di banyak kampung di Sirenja yang mengisahkan kegamangan dan sekaligus juga kegembiraan; kepahitan dan sekaligus juga kebanggaan. Lewat memoar ini, kita menjadi tahu betapa menjadi guru adalah juga sebuah perjuangan yang layak disematkan dengan tanpa tanda jasa. Demi garis edar sebuah generasi, mereka menyalakan dan menjaga dian itu hingga hari pensiun tiba.
Cerita kehidupan Keraton Yogyakarta sudah banyak dituliskan dalam pelbagai judul buku. Tapi tidak kisah di beranda belakangnya. Khususnya hayat hidup masyarakat di Kelurahan Patehan yang terdiri dari Ngadisuryan, Taman, Nagan, dan Patehan. Proses penulisan buku ini adalah kolaborasi yang melibatkan remaja-remaja Patehan dengan melibatkan sekira 80 narasumber yang seluruhnya warga sendiri dalam sekuen waktu 6 bulan. Dilihat dari prosesnya, buku ini pastilah buku sejarah lokal yang dihimpun dan dituturkan oleh warganya sendiri. Sebuah pencatatan dari dalam. Sekaligus, buku ini menjadi salah satu tonggak bahwa cerita kampung bisa dihidupkan oleh warganya sendiri. Ini suatu ikhtiar yang kuat untuk memberi makna pada ruang dan subyek anonim yang selama ini samar.
Buku ini, oh, pembaca budiman, adalah usaha keras beberapa anak muda “di luar dunia musik” memasuki dan mengenal musik dari lembar-lembar yang dirumuskan para pengkaji. Atau, musisi yang sadar pentingnya membukukan perjalanan bermusik. Atau, pengkaji yang sekaligus musisi yang sadar bahwa musik mesti terus hidup yang oleh karena itu perlu diterbitkan dalam wadah bernama buku. Buku ini hadir dari kelas khusus resensi dengan mengambil tema khusus pula, yakni musik. Semua peserta dibebaskan memilih buku-buku musik yang tersedia di perpustakaan gelaranibuku, Radio Buku. Dari pilihan-pilihan itu, proses membaca dan menuliskan hasil pembacaan intensif dilakukan. Hasilnya adalah antologi Pustaka Musik ini. +++++ Seri buku “Kelas Menulis” ini merupakan rekaman hasil proses curah ide dari para pembelajar dengan pengajar dalam sekuensi waktu ditentukan. Dengan jumlah peserta dalam kelas yang dibatasi dan dukungan “kurikulum” memungkinkan terjadinya diskusi dan eksplorasi atas beragam tema.
Seperti halnya Gus Dur, esai adalah yang “bukan-bukan”; bukan puisi, bukan karya ilmiah. “Esai di antara puisi di pojok paling kiri dan karya ilmiah di sudut paling kanan,” sebut Zen R. S. dalam sebuah lokakarya menulis esai yang diselenggarakan Indonesia Buku di pojok Alun-Alun Selatan Keraton Yogyakarta pada 2010. Posisi esai lentur. Juga, bahasanya. Longgar, sebut Cak Nun, sekali lagi. Arena bermainnya luas. Mungkin, tipe seorang generalis, jika merujuk pada karakter pikiran khas tertentu. Oleh karena itu, jika esai diandaikan seperti gaya hidup, ia gaya hidup yang tidak linier, penuh kejutan, mencoba-coba seperti coba sana coba sini para perintis usaha, dan tak melupakan kesenangan setelah bekerja sangat keras, adalah gaya hidup seorang esais. Buku ini menampilkan semesta esai dari masa ke masa. Juga, tentu saja, panduan bagaimana menulis esai disertai ratusan contoh dari esai-esai penting yang pernah ditulis penulis Indonesia.
Resensi bukan semata timbangan buku yang menjadi promosi, melainkan juga sebuah pengadilan atas sebuah buku. Melalui resensi nasib sebuah buku ditentukan takdirnya, cacat atau hidup mulus. Di sini, penulis resensi dituntut bermata ganda: mata seorang wisatawan dan sekaligus penyidik. Buku panduan menulis resensi ini mencoba merumuskan tahapan-tahapan penulisan resensi dari awal persiapan hingga akhir menjadi buku. Disertai pula contoh-contoh yang diambil dari resensi beberapa penulis ternama di Indonesia, mulai dari Tirto Adhi Soerjo, Abdullah SP, Boejong Saleh, hingga Budi Darma, Goenawan Mohamad, dan Syahrir. Ada pula tips-tips praktis di setiap pokok bahasan. "Setelah membaca habis buku ini saya berani mengambil kesimpulan bahwa hingga kini buku ini adalah buku panduan terbaik dan terlengkap untuk menulis resensi dibanding buku-buku sejenis yang pernah terbit. Contoh-contoh resensi yang diambil dari para resensor wahid dari berbagai media masa selama kurun waktu 100 tahun lebih membuat saya terkagum-kagum dengan ketekunan kedua penulis ini mengutip contoh-contoh resensi dalam buku ini."—Hernadi Tanzil, bukuygkubaca.blogspot.com