You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Kewarganegaraan hadir kembali di Indonesia. Orde Baru berupaya sebaik mungkin untuk mengebiri konsep ini dengan menggambarkannya semata sebagai kewajiban yang harus dipatuhi. Namun, demokrasi membuat orang awam menyadari bahwa mereka pun memiliki hak. Dalam buku ini, kami tidak akan melakukan 'pendidikan kewarganegaraan'. Alih-alih, kami ingin melihat bagaimana orang Indonesia biasa mempraktikkan kewarganegaraan dalam keseharian. Apa yang mereka lakukan? Apa yang mereka yakini? Berfokus pada kewarganegaraan adalah suatu perubahan dari menyalahkan atau memuji kaum elite untuk semua hal yang terjadi di negara ini. Pada kenyataannya, jika demokrasi berjalan dengan baik, maka hal itu terjadi kar...
Buku ini semacam dapur teks dari kerja kepenyairan. Afrizal Malna memiliki kebiasaan mencatat jejak-jejak tertentu pada sebagian karya-karyanya. Bahasa membuat seseorang hilang dalam bayangan medan representasi berbagai konsepsi pengertian. Tubuh, objek, ruang, kembali diburu seperti memburu bayangan itu sendiri. Mencoba melacak apakah seseorang bisa berada di luar bahasa. Buku ini merupakan kumpulan dari catatan-catatan itu yang sebelumnya tersebar sebagai pengantar pada karya-karya Afrizal. Buku ini khas, karena ada “garis waktu mooi indie” yang memungkinkan munculnya sudut pandang lain dalam melihat modernisme Indonesia di luar konflik biner modern-tradisi.
Buku merupakan acuan penulisan telaah sastra Indonesia kontemporer. Pembaca dapat menemukan apa saja isu-isu mutakhir dalam sastra Indonsia dan teori-teori yang dipakai untuk membahas karya sastra. Buku ini bisa menjadi pegangan para kritikus sastra, pesastra, akademisi, mahasiswa, pelajar, dan pembaca sastra pada umumnya. Telaah sastra kita hari ini bergerak di antara cultural studies dan pemberhalaan teori. Cultural studies cenderung menempatkan karya sastra sebagai catatan sosial, pemberhalaan teori membuat penelaah karya takluk di hadapan teori. Situasi ini membuat karya sastra kurang merdeka, dan kadang susah dinikmati. Buku ini menangkap gelagat itu dengan menampilkan telaah 13 penulis hasil dua kali sayembara Dewan Kesenian Jakarta 2007 dan 2009. Ikut dibahas dalam tulisan mereka novel Cala Ibi (Nukila Amal),Misteri Perkawinan Maut (S. Mara Gd),Saman(Ayu Utami),Jangan Main-main (dengan Kelaminmu) (Djenar Maesa Ayu), puisi Acep Zamzam Noor, dan Afrizal Malna.
"Seorang manusia esai nyaris selalu berada di perbatasan: antara hasrat mendedah suatu pokok menggunakan ketajaman inteleknya dengan petualangan imajinasinya yang melantun sampai jauh. Dia tergoda untuk terlibat dalam percakapan yang gaduh dengan publik, tapi pada saat yang sama juga terseret dalam refleksi individual yang hening. Bahasanya berayun antara keketatan logika dengan kelenturan tarian, bergaung antara bunyi dan sunyi dalam diriku, dan dalam dirimu. Dalam satu dan lain cara, esai-esai yang termaktub di buku ini mengilaskan ikhtiar saya dalam menjadi manusia esai itu."
In the age of digital communication and global capitalism, people’s mental, social and natural environments are interconnected in complex and often unpredictable ways. This book focuses on the visual media, one of the key factors in shaping the contemporary ecology of colliding environments. Case-studies include video artists, community media activists, television programme makers and literary authors in the fourth most populous country in the world, Indonesia. The author demonstrates that these actors are part of an international creative and social vanguard that reflect on, criticise and rework the multidimensional impact of the visual media in imaginative and innovative ways. Their work...
Balinese Art is the first comprehensive survey of Balinese painting from its origins in the traditional Balinese village to its present position at the forefront of the high-priced Asian art scene. Balinese art has been popular and widely collected around the world for many decades. In fact, the contemporary painter who commands the highest prices in Southeast Asia's hot art market is Bali-born Nyoman Masriadi (1973-). This book demonstrates that his work draws on a long and deeply-rooted tradition of the Bali art scene. Balinese painting has deep local roots and has followed its own distinctive trajectory, yet has been heavily influenced by outsiders. Indian artistic and religious tradition...
Performance art, sebagai praktik seni, persis, berada dalam bayangan medan pasca-seni. Afrizal Malna menarik kesimpulan ini melalui garis waktu dari Perang Dunia Pertama dan Kedua, dan sejumlah karya yang menandai pelumeran batas-batas seni, membawa kita kepada medan pasca-seni dalam rujukan “the end of art” Arthur Danto. Melepas seni dari lekatan rasionalitas yang menempatkan rasa atau pengalaman sensorik sebagai objek penalaran logis. Bisa jadi ini merupakan buku pertama tentang performance art di Indonesia, bersama dengan sejumlah epifenomenanya seperti performance lecture, performance digital, seni media, video performance, dan performance-performing. Buku ini merupakan kumpulan esai dari pengalaman mengikuti beberapa platform performance art, sedari tahun 2000–2022.
From the rise of cyberbullying and hactivism to the issues surrounding digital privacy rights and freedom of speech, the Internet is changing the ways in which we govern and are governed as citizens. This book examines how citizens encounter and perform new sorts of rights, duties, opportunities and challenges through the Internet. By disrupting prevailing understandings of citizenship and cyberspace, the authors highlight the dynamic relationship between these two concepts. Rather than assuming that these are static or established “facts” of politics and society, the book shows how the challenges and opportunities presented by the Internet inevitably impact upon the action and understan...
Gelaran Almanak Senirupa Jogja 1999-2009 ini bukan sekadar ”Almanak”, melainkan ”Almanak +” lantaran menggabungkan banyak sekali model: Ensiklopedia, Kamus, Kronik, Who’s Who, Katalog, maupun Yellow Pages (Nama | Alamat). Ini adalah semacam ”buku pintar” seni rupa yang bisa dipegang oleh seluruh komponen yang berkepentingan dengan dunia seni rupa, terutama di Yogyakarta selama sepuluh tahun terakhir. Sebuah kota yang secara statistik, memiliki puluhan ribu seniman dengan aktivitas seni yang kaya. Karena itu kota ini kerap disebut sebagai produsen seni yang paling fantastik di Asia atau ”Makkah”nya seni rupa Asia. Buku ini diikat oleh empat kategori besar: nama (seniman), peristiwa (kronik), ruang (tempat/kawasan), dan komunitas (organisasi). Dari keempat ikatan itu lalu diturunkan menjadi tema-tema spesifik yang dirujuk dari perkembangan-perkembangan termutakhir dunia seni rupa selama sepuluh tahun sebagaimana yang terpetakan dalam daftar isi buku ini.