You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
‘The basis of our historical imagination is the intellectual’s (or historian’s) critical thinking and their solidarity with the people, with their destiny and predicament, with the consistent aim of emancipating and liberating the subjugated, the oppressed, and the marginalised.’ History conditions the way that society discusses its problems. Treating history as a form of ‘imagination’, Azhar Ibrahim invites readers to probe the colonialist and nationalist tampering, suppression, and distortion of narratives on the Malays. In this thought-provoking book, the author encourages contemporary historians to move beyond the practice of Orientalist scholars: collecting data and describing facts. Instead, he promotes an alternative reading of history, one that departs from mainstream versions. Reflecting a strong understanding of classical Malay texts, the author also touches on broad themes such as psychological feudalism, orientalism, and the contestation of nationalist and colonialist perspectives on the community. Azhar’s book is a welcomed contribution and a must-read for those interested in alternative discourses in Malay Studies.
This collection of twelve papers demonstrates that the concepts developed within the Cognitive Linguistics movement afford an insightful perspective on several important areas of second language acquisition and pedagogy. In the first part of the book, three papers show how three Cognitive Linguistics constructs provide a useful theoretical frame within which second language acquisition data can be analyzed. First, Talmy's typology of motion events is argued to constitute the base relative to which acquisition discrepancies in motion events are most valuably investigated. Secondly, the notion of "construction" is invoked in order to account for systematic differences between the native and no...
Buku ini melewati semula agenda pembaharuan dengan menelesuri tradisi yang tercerah, yang tersudut dalam sejarah serta harus dapat dikembalikan peranannya tanpa pula kita terjebak meromantiskannya, yang mengidamkan pulang ke tradisi semata-mata sebagai jalan keluar dari segala kemelut dan permasalahan yang kita hadapi. Pembaharuan akan bisa berakar sekiranya tampil di kalangan agamawan dan aktivis-santri yang bukan sahaja teryakin dari gagasan reformis, tetapi juga datang dari sekelompok tradisionalis yang tercerah. Yang terakhir ini dapat membedakan peranan tradisi yang dinamis sifatnya, sebagai gerak nilai dan budaya yang mampu menawarkan nilai-nilai ulung dan universal sepanjang perjalana...
“... salah satu ‘lagu ulangan’ yang akan kembali berkumandang, khusus oleh kelompok nasionalis ialah; menjajakan keunggulan peradaban Melayu satu ketika dahulu. Di sebalik hujah yang dinyatakan tersebut, salah satu yang sering diabaikan oleh ‘sejarawan retrophiliac’ adalah faktor keadaan manusia Melayu murbawan itu sendiri. Sebagai misalan, soalan yang mungkin sering diabaikan adalah apakah kegemilangan dan kehebatan peradaban Melayu tersebut dapat dikecapi, dinikmati sama-rata atau sampai ke kaum bawahan, rakyat jelata dan manusia kecil?” Faisal Tehrani Kompilasi baru ini mengandungi sepilihan esei-esei provokatif dan polemik karya Faisal Tehrani. Antara tumpuannya termasuk agama, sastera, sejarah dan politik – empat bidang yang biasa menjadi ruang pemikiran konservatif dan reaksioner. Dalam buku ini, hal-hal semasa seperti kesupreman Melayu, pengharaman buku-buku, budaya keagamaan dan lain-lain dibincangkan dalam bentuk yang cukup berseni, berteraskan sumber sejarah dan analisis tajam.
None
On history and criticism of Malay literatute.
Buku ini menghimpunkan kertas kerja daripada para cendekiawan dan sasterawan yang terlibat secara langsung dalam perkembangan kesusasteraan di Malaysia untuk Sidang Kemuncak Penulis Malaysia yang pertama kali diadakan.