You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
ISLAM MELAYU PADA MASA KEMERDEKAAN : NAYA ZAYYIN
“Hilya, kamu mau menikah dengan saya?” Seorang lelaki yang duduk di hadapan Hilya berucap tegas. Hilya terbelalak seketika. Sendok yang dipegang terlepas, selera makan siangnya menguap entah ke mana. Mimpi apa ia semalam? Lelaki yang saat ini berada di depannya mengajaknya menikah dengan kalimat yang benar-benar terdengar monoton. Tanpa remeh temeh apa pun. Tanpa basa-basi sedikit pun. Hilya hanya mematung, mencoba mencerna keadaan yang sedang ia alami. Lelaki itu mengajaknya menikah. Lelaki yang untuk membayangkannya saja, Hilya tak berani. Lelaki yang tidak ia kenali. Ralat. Ia mengenali lelaki itu setengah mati. Hanya saja, mungkin lelaki itu yang sama sekali tak mengenalinya. Lalu, jawaban bijak apa yang harus ia beri?
Penulis: Naya Zayyin Jumlah Halaman: viii+368 Halaman, 14x20 Dewa Hujan di Atas Telaga Aku Raina Bening Ahmad. Raina karena bunda suka hujan, Bening agar hatiku bening atau jernih, dan Ahmad karena aku putri Buya Rasyid Ahmad. Iya aku putri seorang kiai. Aku tidak sedang menyombongkan diri. Untuk apa? Titel itu justru membuat semesta sering mencandaiku di kemudian hari. Lelaki itu Dewa Faishal Abdillah. Putra ketiga Abah, pengasuh pesantren tempatku menganut ilmu. Namanya tersimpan di hatiku dan namaku tersimpan di hatinya. Sayang, saling menyimpan nama saja tidak cukup, kami butuh dukungan semesta. Sayangnya lagi, kebaikan semesta tak pernah memihak pada kami. Sedangkan, lelaki yang selalu ...
Bagi Nisa, yang namanya cinta selalu jatuh karena alasan terbiasa. Maka, ia menjatuhkan cintanya pada seseorang yang sering ia jumpai, seseorang yang baginya nyata, seseorang yang menurutnya memang menyadari bahwa ia ada. Sayangnya, dalam setiap kehidupan selalu ada pilihan. Dan, Nisa dihadapkan oleh dua pilihan yang seperti biasa, sama rumitnya. Sahabat atau cinta? Nisa jelas memilih sahabatnya. Maka ia mengubur cintanya, melupakan apa pun tentang seseorang yang membuatnya terbiasa. Dia tetap Nisa yang sama hingga bertahun-tahun setelah ia memilih meninggalkan seseorang itu. Nisa yang tak berkurang cerianya, Nisa yang masih sendiri saja. Bukan, bukan karena ia tak bisa melupakan lelaki yang...
Sedari dulu, perempuan identik dengan sisi lemah. Mereka dituntut untuk terkekang di rumah dan tidak boleh keluar semau sendiri apalagi hingga larut malam. Perempuan dan malam merupakan dua hal yang terkadang menjadi urusan tabu. Pandangan masyarakat sudah terdoktrin sejak tempo dulu bahwa perempuan yang berkeliaran di malam hari merupakan hal yang tidak lazim dan tidak semestinya. Padahal di era modern saat ini bukan tidak mungkin wanita harus rela keluar malam, mengingat sekarang gaung tentang kesetaraan gender mulai diterima. Benarkah bahwa perempuan yang berkenala pada malam hari selalu identik dengan hal negatif? Mungkin, untuk Anda yang memiliki pandangan demikian akan segera berubah pikiran saat membaca buku ini. Happy reading (Anjar Lembayung, PJ Nubar Perempuan Malam)
Setiap kehidupan pasti ada masa bahagia dan sedihnya. Setiap manusia pun pasti pernah merasakannya. Ada rasa duka, marah, senang, cinta, kasih, dan sayang. Memberi atau diberi, semua pasti pernah mengalami. Dalam buku ini, terdapat berbagai kisah yang ditulis oleh 61 penulis hebat. Berirama indah yang diciptakan diciptakan dari hati dan pengalaman tercurah dalam tulisan indah bernama puisi. Tak mengapa jika tak bisa mengungkapkan rasa dengan mulut. Karena mencurahkan segala rasa dalam tulisan itu lebih berarti dan bisa terpatri dalam hati.
“ANAK PEREMPUAN ADALAH BAGIAN DARI AYAHNYA.” Layaknya Rasulullah kepada Fatimah, yaitu memberikan keyakinan kepada anak perempuan bahwa dirinya adalah bagian dari sang ayah. Ketika sang anak marah karena hal yang benar, maka sang ayah juga akan mendukung. Jika si anak bahagia, maka sang ayah juga akan merasa bahagia. Jika si anak sedih, maka sang ayah juga akan sedih. (Syaikh Abdul Mun’im Ibrahim dalam kitabnya Tarbiyatul Banaat fil Islam.) Jujur aku iri. Ingin seperti itu, tapi lebih memilih menyimpannya sendiri. Aku tidak mengenal sosok ayah. Hanya ada Abah —ayah dari ibuku— yang menggantikan posisi seorang ayah. Inilah yang sebenarnya kurasakan. Benci dan marah karena tak tahu rasanya berada di samping seorang ayah. Ketika rasa ini makin menyiksa, lebih memilih berlindung dari luka, melupakan kewajiban sebagai muslimah untuk menutup aurat. Akankah aku menemukan obatnya dan menjadi muslimah seutuhnya seperti Fatimah Az Zahra, putri Rasulullah?
Pengkhianatan itu tak menimbulkan bekas, tetapi mengukir luka dalam seiring tertitinya masa. Meski berbagai cara dilakukan untuk menghilangkannya, tetapi luka itu terus terpatri, terlipat, terpilin indah bagai sebuah origami. Sayangnya, keindahan itu menimbulkan perih yang tak terkira. Perih yang akan timbul ketika kenangan akan pengkhianatan itu bergulir kembali bagai pijaran lentera. Buku ini mengemas berbagai kisah bertema pengkhianat. Siapakah sejatinya pengkhianat itu? Bisa kau, dia, bahkan … aku.
“Perjodohan ini sungguh tidak masuk akal.” Perkataan Safira malam itu membuatku terperenyak. Entah kenapa. Padahal imajiku tentang cinta telah kutahu dengan pasti bahwa tidak ada kata itu tersemat di sana. Di hatinya. Jika ini adalah kembara maka malam itu adalah palung samudra yang menelan segalanya. Bahtera yang telah kurakit dan kulabuhkan selama ini tenggelam dan menghilang ke perut bumi yang tak berujung. Malam semakin larut dalam kepekatan. Melarutkan nelangsa yang kukandung. Aku hanyalah punguk yang merindu cinta dari sang Rembulan. Cinta yang tak berbalas. ------ Adalah sebuah keistimewaan tersendiri bagi seorang pria yang menikahi seorangwanita perawan. Tentu saja, dia menjadi lelaki pertama yang menyentuh sang Istri. Namun hal yang berbeda terjadi pada Aditya. Seorang lelaki yang menikahi Safira, gadis perawan dan masih terus perawan bahkan hingga waktu pernikahanyang cukup lama. Kisah Aditya dan Safira ini akan membawamu memahami cinta dan pernikahan dengan cara pandang yang berbeda. Mengangkat latar belakang agama, novel ini menyuguhkan konflik yang tidak hanya menyedihkan, melainkan juga sarat akan kontroversi.
Otong dan kunti dalam kisah Istriku Pemalas, merupakan sebuah kisah bergenre jenaka. Tentang kehidupan cinta pemuda sederhana bernama Otong yang menjalani pernikahan paksa dengan putri seorang preman kampung. Awal pertemuan hingga perjalanan rumah tangganya penuh dengan kisah jenaka yang akan mengobok-obok perut pembaca. Bagaimana Otong menghadapi istrinya, Kunti, yang bisa dikatakan setengah idiot, nih? Cerita dikemas dalam bahasa sederhana yang menyegarkan dan penuh kelucuan.