You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
The approach of personal disciple-making to help fulfil the Great Commission is presented at a conceptual level. By examining the experiences of twelve individuals from three countries, facilitative factors of disciple-making were identified. At a practice level, each facilitative factor showed a distinct and vivid aspect of disciple-making, especially during personal moments and in real-life living situations.
"Seperti apakah surga itu, Mama? Apakah aku bisa ke sana suatu saat nanti?" Perasaan kehilangan karena kematian orang terkasih sewaktu-waktu datang menyayat hati kita dan anak-anak kita. Namun, ini adalah juga kesempatan yang paling tepat untuk belajar tentang pengharapan dan kerinduan yang kita miliki sebagai anak-anak Tuhan. Pengharapan kita tertuju pada surga kekal—melampaui kesementaraan, kematian, dan kedukaan. Kerinduan terbesar kita tertuju pada Tuhan—yang kehadiran, kesukaan, dan kemuliaan-Nya memenuhi surga. Buku ini lahir dari kedalaman hati dan pengalaman pribadi penulis, untuk menolong Anda mendampingi anak menjalani kehilangannya dan menemukan pengharapan yang sejati di dalam Juruselamatnya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa sekolah Kristen, sebagaimana juga keluarga dan gereja memegang peranan unik, penting, dan saling terkait dalam memperlengkapi siswa agar dapat berdampak dalam kehidupan berbangsa. Meskipun sekolah memiliki peran strategis sekaligus tanggung jawab yang besar terhadap pemahaman dan pertumbuhan nasionalisme siswanya, namun penelitian-penelitian yang berkembang belum berfokus pada pengaruh sekolah Kristen terhadap nasionalisme siswa. Monograf ini merupakan pemaparan hasil penelitian kualitatif yang menjelaskan tentang peran dan faktor di dalam sekolah Kristen yang memengaruhi pertumbuhan nasionalisme, serta keterkaitan antara keluarga, sekolah Kristen, dan gereja di dalam pembentukan nasionalisme siswa.
"Ah ... Mengapa harus ada orang yang meninggal?" Kedukaan karena kehilangan selalu menjadi pengalaman yang menggoncangkan dan mengerikan. Setiap orang, besar maupun kecil, memproses kedukaan dengan cara yang berbeda. Sambil kita sendiri menjalani lembah kekelaman ini, seringkali kita juga harus mendampingi anak-anak kita menghadapi kedukaan, kebimbangan, dan pertanyaan mereka karena kehilangan orang terkasih. Buku ini lahir dari kedalaman hati dan pengalaman pribadi penulis, untuk menolong Anda mendampingi anak menjalani kesedihannya dan menemukan pengharapan yang sejati di dalam Juruselamatnya.
"Apa yang harus aku lakukan saat menunggu waktunya tiba untuk bertemu dengan Tuhan dan Nathan di surga?" Peristiwa kehilangan orang terkasih bisa sudah lama berlalu, tetapi perasaan dan ingatan kita akan hal itu tidak sirna. Hari-hari istimewa tertentu, benda-benda tertentu, maupun kenangan tertentu seringkali memunculkan kembali perasaan kehilangan itu dengan kuat. Setelah itu, sebagai anak Tuhan, perasaan kehilangan akan berubah menjadi kerinduan untuk berjumpa kembali di surga kekal. Orangtua dapat memakai kesempatan-kesempatan yang demikian untuk menolong anak-anak belajar hidup dengan setia dan bertanggung jawab sebagaimana yang diajarkan Alkitab, sampai mereka suatu saat bertemu muka dengan Tuhan dan orang-orang yang mereka kasihi.
Pergumulan merupakan bagian dari hidup manusia. Untuk menghadapi pergumulan hidupnya, orang percaya perlu memiliki iman yang tangguh (resilient faith), yang pembentukannya dapat terjadi melalui pemuridan kelompok kecil. Monograf ini merupakan pemaparan hasil penelitian kualitatif yang menjawab faktor-faktor apa sajakah di dalam pemuridan kelompok kecil yang memengaruhi pertumbuhan iman yang tangguh jemaat Tuhan. Diharapkan hasil studi ini dapat mendorong gereja-gereja untuk menjalankan pemuridan kelompok kecil makin konsisten dan efektif.
Hadirnya "agama ketujuh", tantangan globalisasi, meningkatnya radikalisme agama, serta kebutuhan untuk kembali menggali spiritualitas dan kearifan lokal, menjadi tantangan dan peluang bagi gereja dan lembaga pendidikan teologi untuk dapat menghadirkan teologi dan misi integral yang kontekstual. Monograf ini merupakan pemaparan hasil penelitian yang menjelaskan tentang usaha kontektualisasi teologi Imago Dei melalui konsep sangkan paraning dumadi dan implikasinya bagi misi integral kepada orang Kejawen
Selama beberapa tahun belakangan ini, kasus-kasus diskriminasi masih banyak terjadi di Indonesia, baik dalam kehidupan gereja maupun masyarakat luas. Beberapa pertanyaan penting yang muncul adalah: Apakah diskriminasi serupa terjadi juga pada masyarakat di zaman Yesus? Jika ya, bagaimana Yesus menghadapinya? Apakah cara Yesus menghadapi diskriminasi pada zaman-Nya relevan bagi gereja di Indonesia saat ini? Melalui studi analisis budaya dan studi sinkronik terhadap pelayanan Yesus menurut injil Matius, penelitian ini mencoba menemukan prinsip-prinsip pelayanan Yesus dalam menghadapi diskriminasi yang terjadi pada zaman-Nya. Diharapkan hasil studi ini dapat membuka cakrawala berpikir gereja di Indonesia dalam menghadapi diskriminasi yang terjadi, baik di dalam gereja maupun di dalam masyarakat.
Tidaklah mudah bagi orang tua untuk menjadi pendidik utama kerohanian anak sebagaimana yang Tuhan kehendaki. Mereka perlu diperlengkapi, baik melalui program yang diselenggarakan oleh gereja maupun lembaga pelayanan keluarga di luar gereja. Monograf ini menjelaskan penghayatan orang tua Kristen peserta program pembinaan orang tua terhadap peran mereka sebagai pendidik utama kerohanian anak, serta faktor di dalam program pembinaan yang menolong mereka memiliki penghayatan tersebut.
Tak dapat kita pungkiri, salah satu hambatan terbesar dalam menghadirkan kerukunan dan toleransi adalah faktor dari ajaran agama-agama yang berbeda satu sama lainnya dengan klaim keunikan mereka masing-masing. Monograf ini mencoba menyajikan sebuah upaya kreatif dari pemikiran agama-agama Pinnock yang memperlihatkan bahwa ternyata kesetiaan kepada kebenaran Alkitab tidak perlu menyebabkan kita mengorbankan prinsip-prinsip teologi yang hakiki dan penting dari kebenaran Alkitab demi menggapai kerukunan dan toleransi. Bahkan sebaliknya, kebenaran Alkitab dapat menjadi sumber yang berharga dalam membangun teologi yang lebih terbuka dan toleran terhadap para pemeluk agama-agama lain.