You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
¿Perhaps the best English-language puppetry book in years.¿ ¿Library Journal ¿Accessible and unexpectedly involving ... an essential book for anyone seriously interested in wayang.¿ ¿
All Chinese "Students / Pilgrims" who come to the Archipelago are for "Studying" noted that copying books and knowledge brought back to their country, the teachings of "Original Dharmic" until now are perfectly preserved in Bali and Palembang is not the center of Buddhist teaching .... understand this VHWÃNA ÇAKĀ PHALÃ Sanghăramā Mahăvihariyā The Therrā Aryā , Vhwănā Çakā Phalā ● Sanghāramā is a place study / study "Original Dharmic" in the past long before the 5th century BC ● Măha Thupă, Măha or Mahe means Great or Great ● Thupă is the beginning of the literacy of the word "Stupa", Chinese pilgrims to the archipelago call this word "Tope" ● Aryā is the Cakya /...
Buku ini dibuat oleh Ki Dalang Suko Gambiro, yang merupakan nama pena dari Pdt. Tantono Subagyo, Ph.D. Beliau fasih berbahasa Jawa halus dan sangat menyukai pertunjukan wayang kulit. Kisah-kisah ini telah beliau tuliskan di halaman facebook beliau dan dikumpulkan dengan teliti untuk kemudian dijadikan kumpulan naskah seperti yang anda pegang saat ini. Urutan ceritanya dibuat berdasarkan kemunculan cerita tersebut di halaman facebook beliau. Ceritanya masih akan berlanjut sesuai dengan minat atau feedback dari pembaca.
None
“… sehari kemarin hujan gerimis mengguyur Kurusetra, Uwa Prabu. Pagi hari ini kabut terlihat pekat menyelimut padang itu....” “... kabut…,” hanya kata-kata lirih yang keluar dari orang tua kurus itu. Wajahnya cekung. Matanya buta sejak lahir. Sang Destarastra. Bapak para Kurawa. “… kabut itu merah….” kata seorang kekar yang bicara kepada Destarastra. Bernama Raden Sanjaya. Anak dari Arya Widura, adik Destarastra. Berkata tentang halimun pagi di penglihatan sukmanya yang tampak janggal, yang lamat-lamat berwarna merah darah. “… mengapa kabut itu berwarna merah?” “… entahlah, Uwa Prabu….”
Buku ini merupakan kumpulan 160 esai pendek Goenawan Mohamad yang pernah dimuat majalah Tempo dari Januari 1986 sampai Februari 1990. Diawali dengan esai berjudul “Ding” (4 Januari 1986) sampai yang terakhir “Asongan” (24 Februari 1990). Esai-esai yang dikenal sebagai Catatan Pinggir itu berbicara beragam hal, bahkan hampir semua hal yang dekat dengan peristiwa di masyarakat dalam kurun waktu empat tahun itu: tentang kecemasan, kebebasan, kekuasaan, kemerdekaan, keserakahan, kebahagiaan, demokrasi. Mengenai topik yang disebut terakhir, William Liddle, dalam Kata Pengantar untuk buku ini, mengatakan kiranya jelas bahwa Goenawan sangat menyakini demokrasi sebagai jenis pemerintahan yang terbaik bagi negara kebangsaan Dunia Ketiga seperti Indonesia. Tetapi dia tidak berpretensi seolah-olah demokrasi dengan sendirinya mampu menyelesaikan segala persoalan…. Goenawan Mohamad, kata Liddle, adalah burung langka dalam sangkar intelektual modern Indonesia. Dia menolak tegas pengkotakan Timur-Barat. Dalam sejumlah Catatan Pinggir ini, kata Liddle, dikotomi Timur-Barat beberapa kali ditampik Goenawan.
Encyclopedia of wayang and its genealogy.
Peristiwa yang terjadi di dunia ini akan lenyap begitu saja jika tidak tercatat dan tersimpan rapi. Manusia akan kehilangan jejak dan hanya berpacu menuju waktu yang entah, akibatnya hidup akan terasa kosong, tanpa pelajaran berharga. Ada banyak peristiwa sejarah yang seharusnya dapat kita catat, antara lain keberadaan kerajaan-kerajaan berikut raja-raja dan para istri yang telah menorehkan sejarahnya di dunia ini. Di pulau Jawa sendiri, ada banyak kerajaan yang pernah tumbuh dan mati. Pada Prasasti Sojomerto disebutkan bahwa Raja Jawa tertua adalah Santanu yang hidup pada abad ke-7. Prasasti tersebut juga menyebutkan bahwa di Dapunta Sailendra adalah seorang raja yang kelak melahirkan raja-...