You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Just like the Gutenberg revolution in the fifteenth century, which led to the emergence of non-conventional religious authority in the Christian world, the current information technology revolution, particularly through mediums such as Facebook, Instagram, YouTube, and Twitter, has triggered the re-construction and decentralization of religious authority in Islam. New santri (pious individuals) and preachers emerged from the non-conventional religious educational system. They not only challenged the traditional authorities, but also redefine and re-conceptualize old religious terminologies, such as hijra and wasatiyya. This book explores the dynamics of religious authority in Indonesia with ...
Muhammadiyah, together with the Nahdlatul Ulama (NU), are seen as the two pillars of moderate Islam in Indonesia. Muhammadiyah is currently often perceived to be the more conservative of the two and to have more affinity with Islamist groups. On political issues, for instance, it is steered by Islamist imagery. On cultural issues, Muhammadiyah is often guided by old enmity towards what is called the TBC (takhayul, bid’ah dan churafat; delusions, religious innovation without precedence in the Prophetic traditions and the Qur’an, and superstitions or irrational belief). This position has placed Muhammadiyah in an uneasy relationship with both local cultures and traditionalist Islam. Three ...
Popular Music in East and Southeast Asia: Sonic (under)Currents and Currencies presents contemporary perspectives of the music discipline in East and Southeast Asia. It considers global influences, national industries, and regional genres with examples from Malaysia, Indonesia, Singapore, Taiwan, the Philippines, Hong Kong, Japan, South Korea, and the United States. This book contains local perspectives on the conceptualisation of music genres, scenes, and industries, offering a comprehensive inter-Asia matrix for popular music studies. This book is suitable for educators and music enthusiasts.
The Routledge Handbook of Global Islam and Consumer Culture is an outstanding inter- and transdisciplinary reference source to key topics, problems, and debates in this challenging research field. The study of Islam is enriched by investigating religion and, notably, Islamic normativity (fiqh) as a resource for product design, attitudes toward commodification, and appropriated patterns of behavior. Comprising 35 chapters (including an extended Introduction) by a team of international contributors from chairholders to advanced graduate students, the handbook is divided into seven parts: Guiding Frameworks of Understanding Historical Probes Urbanism and Consumption Body Manipulation, Vestiary ...
This is an open access book. This joint conference features four international conferences: International Conference on Education Innovation (ICEI), International Conference on Cultural Studies and Applied Linguistics (ICCSAL), International Conference on Research and Academic Community Services (ICRACOS), and International Conference of Social Science and Law (ICSSL).It encourages dissemination of ideas in arts and humanities and provides a forum for intellectuals from all over the world to discuss and present their research findings on the research areas. This conference was held in Surabaya, East Java, Indonesia on September 10, 2022 – September 11, 2022. We are inviting academics, researchers, and practitioners to submit research-based papers or theoretical papers that address any topics within the broad areas of Arts and Humanities.
Buku ini merupakan hasil penelitian tahun kedua (2016) yang merupakan kelanjutan dari penelitian tahun sebelumnya (2015), yang dilakukan oleh Tim Kajian Minoritas Agama LIPI dengan skema penelitian unggulan tahun anggaran 2015-2017, yakni mengkaji strategi komunitas pengungsi Syiah di Sidoarjo dan pengungsi Ahmadiyah di Mataram, untuk bertahan dalam kehidupan sehari-hari dan mendapatkan pengakuan. Studi tahun pertama lebih menekankan perhatian pada kondisi empiris pengungsi, strategi untuk bertahan hidup, dan kebijakan pemerintah daerah menangani pengungsi. Studi tahun kedua membahas pada proses-proses rekonsiliasi, melibatkan masyarakat dan pemerintah tempat asal pengungsi. Penekanan peneli...
Runtuhnya rezim Soeharto pada 1998 membuka jalan bagi demokratisasi dan akses luas masyarakat Indonesia terhadap media baru. Perpaduan keterbukaan informasi dan teknologi ini melahirkan beragam praktik dan pemaknaan sosial budaya yang menarik untuk ditelisik. Tulisan-tulisan hasil kolaborasi peneliti BRIN ini, menyoroti bagaimana media baru bukan hanya berfungsi sebagai alat, melainkan juga berpengaruh dan dipengaruhi oleh dinamika sosial yang kompleks. Karya ini menyajikan potret kaya tentang interaksi antara media baru dan masyarakat Indonesia kontemporer. Mulai dari kelompok penggemar sepak bola yang menggunakannya untuk memperluas imajinasi, hingga komunitas yang berupaya melestarikan budaya tradisional. Temuan di dalamnya juga menguji anggapan bahwa media baru menggerus lokalitas, karena perangkat teknologi dapat mengamplifikasi identitas lokal hingga untuk memobilisasi politik. Buku ini dapat menjadi referensi berharga bagi akademisi maupun masyarakat umum yang ingin memahami fenomena sosial budaya di Indonesia yang terus berkembang di tengah era digital.
Bertahan sebagai pengungsi di negara sendiri tidaklah mudah. Ini dialami oleh komunitas Syiah di Sidoarjo dan komunitas Ahmadiyah di Mataram. Selain harus menghadapi pelbagai tekanan arus dominan mayoritas Muslim yang berpahamkan Sunni, akibat adanya perbedaan interpretasi teks kitab suci dalam agama Islam, praktik-praktik keber-Islam-an, dan gesekan konflik politik ekonomi pada aras lokal, mereka harus menghidupi diri untuk bertahan hidup mencukupi keperluan harian mereka di tempat pengungsian selama bertahun-tahun. Dengan memaparkan sejarah munculnya Syiah dan Ahmadiyah, konflik lokal yang terjadi, dan narasi kedua komunitas Muslim tersebut, terutama strategi mereka bertahan hidup, buku in...
Studi ini ingin menyatakan bahwa pengatasnamaan perdamaian atau rekonsiliasi dengan menggunakan islah sebagai dalih tanpa memperhatikan sejumlah syarat atau mekanisme bisa menjadi preseden buruk bagi penuntasan kejahatan HAM di Indonesia. Disebut preseden buruk karena islah hanya menjadi alat impunitas pelaku dari kejahatan yang pernah dilakukannya. Lebih jauh, jika dibiarkan, penggunaan islah bisa menjadi suatu hal yang banal. Maksudnya, orang bisa melakukan islah tanpa perlu mengetahui mekanisme hukum Islam itu sendiri yang sudah mengaturnya. Penyelesaian pelanggaran masa lalu lewat islah, seperti kasus Talang Sari (1989), Tanjung Priok (1984), maupun konflik elit politik Islam adalah bana...