You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
In everydays speaking, the Minangkabau people will angry if someone call them as people 'who don't know the Four'. In their mind just only 'the four leg or animal' do not know the four. This book present that main philosophy of Minangkabaunese, so called "The Four". As one of the ethnic in Indonesia, most of the people who live in West Sumatra are Minangkabau ethnic. Every Minangkabaunese has two lifestyle or lifeland, the first is 'nagari' as a motherland and the second is 'rantau' referring to other land apart from their motherland. The consequence of that adat (philosophy) the Minangs always doing the 'the Two' in their life. They always take care atention to 'son and nephew, 'daughter an...
Buku ini hadir, untuk dapat membahasakan pergolakan PRRI dalam bentuk yang lebih manusiawi, dengan humanisme orang-orang kecil, heroisme, kenangan dan persaudaraan dimasa itu dengan menggubahnya dalam bentuk syair. Diharapkan untuk masa yang akan datang, buku ini akan mendapat tambahan kisah kisah lainnya, sebelum semua narasumber utama Oral History peristiwa PRRI ini kembali menghadap kepada sang Penciptanya. PRRI adalah sebuah pergolakan fundamental yang menghasilkan sebuah kebanggaan, rasa sakit, sekaligus bahkan penghinaan bagi masyarakat (anak nagari) MinangKabau. PRRI jika ditelisik lebih jauh, menjadi salah satu tonggak sosial yang menstimulus kemampuan bawaan anak nagari MinangKabau untuk memandang dan berinteraksi dengan dunia lain di luar Alam MinangKabaunya. Kisah ini membawa trauma panjang, juga kebanggaan diamdiam para generasi muda akan keberanian orang MinangKabau mengoreksi sesuatu yang salah karena telah masuk ke dalam ranah rasa orang orang di tempat peristiwa terjadi.
Buku ini hadir, untuk membahasakan pergolakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI di tahun 1958-1961) dalam bentuk yang lebih manusiawi, dengan humanisme orang-orang kecil, heroisme, kenangan dan persaudaraan dimasa itu. 25 orang pelaku sejarah bertutur langsung memberikan 45 kisah yang dirasakan langsung, sehingga buku ini jauh dari kekakuan pakem penulisan sejarah yang seringkali teronggok di perpustakaan yang berdebu. PRRI adalah sebuah pergolakan fundamental yang menghasilkan sebuah kebanggaan, rasa sakit, sekaligus bahkan penghinaan bagi masyarakat (anak nagari) MinangKabau. PRRI jika ditelisik lebih jauh, menjadi salah satu tonggak sosial yang menstimulus kemampuan bawaan ...
The Black Death of 1348-50 devastated Europe. With mortality estimates ranging from thirty to sixty percent of the population, it was arguably the most significant event of the fourteenth century. Nonetheless, its force varied across the continent, and so did the ways people responded to it. Surprisingly, there is little Jewish writing extant that directly addresses the impact of the plague, or even of the violence that sometimes accompanied it. This absence is particularly notable for Provence and the Iberian Peninsula, despite rich sources on Jewish life throughout the century. In After the Black Death, Susan L. Einbinder uncovers Jewish responses to plague and violence in fourteenth-centu...
Ungkapan nan Empat disampaikan ketika melaksanakan upacara menegakkan penghulu adat, khotbah Jumat, pidato persembahan pada acara meminang/menerima pinangan, menyelesaikan perselisihan antar anggota masyarakat, dan di setiap kesempatan lain, sebagaimana yang dilakukan masyarakat Minang Kabau pada umumnya. Kini zaman telah berubah; banyak anak-kemenakan serta keturunannya yang tidak lagi lahir, dibesarkan atau bekerja sebagai petani di nagari asalnya. Mereka lahir, dibesarkan dan bekerja di berbagai pelosok negeri dengan bermacam bidang profesi. Lebih dari itu semua kini mereka telah terbiasa pula membaca buku-buku yang ditulis dengan huruf latin. Mereka sudah menjadi manusia Indonesia seperti di daerah lainnya, tapi masih disebut sebagai orang Minang Kabau. Padahal nan empat adalah dialektika, logika, sistematika berpikir, bersikap dan berbuat menghadapi kehidupan di dunia warisan nenek moyang. Oleh sebab itu, penulis sebagai cucu keturunan Angku Ampek nagari Tanjung Sungayang berkeinginan meneruskan dan menyebarluaskan nan empat kepada anak - kemenakan khususnya, serta masyarakat pada umumnya melalui buku dan situs komunitas www.nagari.or.id.
None
Renata Azalia, belum lama lepas dari hubungan toxic yang dijalankan selama empat tahun terakhir. Ingin memulai lagi semuanya dari awal– Renata pun mengambil pekerjaan sebagai pengasuh bayi untuk seorang pengusaha muda yang ditawarkan oleh sahabatnya, Fargas Al-Farizi. Namun siapa sangka, jika kedekatannya dengan sang bayi– Narendra Arby Atharizi – Membawa Renata bertemu dengan sepasang Kakak-Beradik yaitu Giovan Maheswara Subroto dan Gibran Mahardika Subroto, juga menguak sisi lain tentang mereka dan sang bayi kecil yang ternyata menyimpan sebuah rahasia besar yang mampu mengubah hidup Renata selamanya. Rahasia apa yang sesungguhnya dibawa oleh Narendra?
Based on the author's second stage of research on emotions of the matrilineal Moslem Minangkabau of West Sumatra, Indonesia, this book is a continuation of Heider's groundbreaking 1991 book, Landscapes of Emotion . This work demonstrates how situating emotion at the center of an investigation is a powerful ethnographic tool.