You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Has democracy in Indonesia brought about welfare for its citizens? If yes, how does it work? What types of channels to materialize welfare program for citizens? And how does this effort really work at the local level? This book attempts to answer those above questions, by focusing on so-called “welfare regime” at the local level in Indonesia. The research was conducted at seven areas, ranging from labour sector in Bekasi West Java, humanitarian in post-disaster areas in Aceh, rural and agriculture based area in Kulon Progo Yogyakarta, a multicultural city of Medan North Sumatera, operated by religious/communal institutions, and market, rather than democratic channels such as political pa...
On the Indonesian People's Representative Council.
Siapakah dirimu, duhai Tuan Putri? Seorang penyair bernama Iqbal menyatakan, “Ia putri siapa? Istri siapa? Dan ibu siapa? Ia seberkas cahaya dari cahaya mata Al-Musthafa. Perempuan tanpa perumpamaan. Bidadari Padang Pasir, Fatimah Az-Zahra.” Sungguh, ketika menuliskan kisahnya, aku sempat berpikir sosoknya adalah fiktif. Sebab, terlalu sempurna untuk dituliskan, terlalu hebat untuk digambarkan, terlampau jauh untuk ditemui, dan sangat abstrak untuk dinikmati. Meski beliau hidup 14 abad yang lalu, namun kisah perjalanan hidupnya terasa tetap hidup, laksana obor yang senantiasa menyala sepanjang masa. Beliau telah berhasil menjadi teladan lintas zaman. Beliau berhasil menjaga izzah dan iffahnya, sehingga menjadi potret paling utuh dan paling sempurna untuk diteladani oleh setiap manusia. Duhai semesta, kalau bukan Sayidah Fatimah Az-Zahra, siapa lagi yang pantas kita kenalkan pada manusia di dunia ini?
Contrary to the generally positive connotation of development as structural improvement in people's well-being, development policies, programmes and projects often affect people's lives in a negative way. Is there, then, a protection against such "development hazards"? The question is highly topical as about ten million people annually enter the cycle of forced displacement and relocation due to development projects. Their lack of access to decision-making on development policies is part of the problem. In this context the internationally declared right to development might offer a solution as it stipulates free and meaningful participation. The analyses in this thesis show that the official...
Hak Asasi Manusia (HAM) muncul dari keyakinan manusia itu sendiri bahwasanya semua manusia selaku makhluk ciptaan Tuhan sama serta sederajat. Manusia dilahirkan lepas dan memiliki martabat juga hak-hak yang sama. Bagi dasar itulah manusia mesti diperlakukan secara sama, setimpal, dan beradab. Oleh karena itu juga, HAM bersifat universal. Artinya, berlaku bagi semua manusia tanpa membeda-bedakannya berdasarkan atas ras, keyakinan, suku, dan bangsa (etnis). Berbicara tentang HAM, cakupannya sangatlah luas, baik HAM yang bersifat individual (perseorangan) maupun HAM yang bersifat komunal atau kolektif (masyarakat). Upaya penegakannya juga sudah berlangsung berabad-abad, walaupun di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia, secara eksplisit, baru terlihat sejak berakhirnya perang dunia ke-2 dan semakin intensif sejak akhir abad ke-20. Sudah banyak juga dokumen yang dihasilkan tentang hal itu, yang dari waktu ke waktu terus bertambah.
Perempuan harus keluar dari jaring-jaring laki-laki dan bangkit dengan gagah untuk melawan kekuasaan laki-laki atas dirinya yang tidak disadarinya. Sesama kaum perempuan sebenarnya bukanlah musuh, mereka hanya korban, sama seperti perempuan lainnya. Karena, musuh utama kita sebenarnya adalah laki-laki yang secara halus menjerumuskan kita pada perseteruan antarperempuan secara dalam. Tak ada untungnya kita mendukung laki-laki, tapi mengorbankan sesama perempuan. Tapi, akan sangat menguntungkan jika perempuan bisa meraih perempuan lain untuk muncul ke permukaan gunung es agar tercipta suatu tatanan kehidupan yang lebih tercerahkan dan bermasa depan.
"Racial Climates, Ecological Indifference offers a powerful intervention to the field of climate justice scholarship by addressing a neglected aspect of the field of climate justice, namely systemic racisms. Building on the work of Black feminist theorists, Tuana develops an ecointersectional approach designed to reveal the depth and complexities of racial climates overlooked even in the environmental justice literature. Tuana's conception of ecological indifference underscores the disposition of seeing the environment as a resource for human consumption and enjoyment, a resource that is as usable, fungible, disposable, and without intrinsic worth or standing. The many examples in the book o...
On quality management in the public sector of local governments in Indonesia.