You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Covid-19 masih menghantui kehidupan kita sehari – hari dan masih menjadi topik yang sangat di bicarakan oleh berbagai kalangan masyarakat karena dampaknya yang memberikan perubahan ekstrim terhadap kehidupan masyarakat. Buku ini dirancang oleh team Visual Journalist khusus untuk membahas mengenai Perjuangan serta Perubahan yang telah masyarakat Politeknik Pariwisata Bali lalui. Tidak hanya melalui sudut pandang anggota UKM Visual Journalist, buku ini juga dilengkapi dengan sudut pandang dari berbagai dosen Politeknik Pariwisata Bali.
Buku Pariwisata ini yang berjudul Buku Quantum Tourism Pariwisata Quantum Dulu, Kini dan Nanti Model Perencanaan dan Inovasi Produk Wisata karya Ni Made Eka Mahadewi. Buku menyajikan pemaparan quantum dalam dua hal utama, yaitu hal yang tampak (fisika newton) dan hal yang tak tampak (fisika quantum). Quantum Tourism menggunakan strategi sistem pariwisata untuk menganalisa kerangka pendukung yang menyokong industri pariwisata quantum. Proses perjalanan wisata quantum tetap sama seperti halnya perjalanan wisata umumnya, yang membedakan ada pada penekanan strategi quantum dari berbagai faktor internal dan eksternal. Model perencanaan perjalanan dari daerah asal wisatawan ke daerah tujuan wisata...
None
None
Biography and works of Ida Bagus Putu Bek, 1880-1966, a Balinese author.
Membaca sloka dan puja mantra memiliki aturan baku. Ilmu mengenai aturan persajakan klasik ini disebut prosodi. Aturan-aturan baku tersebut tertuang dalam bentuk wretta dan matra sehingga dalam persajakan Sanskerta (yang kemudian diadopsi dalam kesusastraan Jawa kuno) terdapat banyak sekali metrum. Dengan mengetahui cara membaca sloka dan mantra tersebut dengan tepat, tidak hanya ketepatan yang diperoleh, tetapi juga rasa dan makna. Gabungan ketiganya niscaya akan bermanfaat. Buku ini akan bermanfaat bagi umat Hindu yang belajar mengucapkan pūja mantra, lebih-lebih bagi pembina, pelatih, dewan juri dan peserta utsawa (lomba) Dharmagītā khususnya dalam bidang membaca śloka dan kakawin serta menghapal śloka dan mantra.
Masyarakat Bali yang turut terdampak oleh penyebaran wabah Covid 19 pun harus mengadaptasi situasi dan kondisi kurang menyenangkan ini. Aktivitas sosial, budaya, dan keagamaan yang mewarnai fenomena keseharian masyarakat Bali menghilang dari ruang-ruang publik. Beraktivitas secara online menjadi pola sosiokultural baru masyarakat, baik dalam kegiatan pendidikan, pemerintahan, perekonomian, maupun in-teraksi sosial lainnya. Pelaksanaan yadnya dari tingkatan keluarga, paibon, banjar, desa adat, hingga kahyangan jagat juga dilaksanakan dengan tingkatan sesederhana mungkin sehingga tidak melibatkan umat dalam jumlah besar. Sebaliknya, fungsi dan peran desa adat yang semula cenderung hanya berkaitan dengan aktivitas so-sial budaya dan keagamaan kini juga mengambil peran penting dalam upaya penanggulangan wabah ini. Peru-bahan sosiokultural masyarakat Bali sebagai konseku-ensi dari penerapan kebijakan penanggulangan Covid 19 ini tentu menarik diungkap secara mendalam, sebagai-mana usaha yang dilakukan para penulis buku ini.
Between Harmony and Discrimination explores the varying expressions of religious practices and the intertwined, shifting interreligious relationships of the peoples of Bali and Lombok. As religion has become a progressively more important identity marker in the 21st century, the shared histories and practices of peoples of both similar and differing faiths are renegotiated, reconfirmed or reconfigured. This renegotiation, inspired by Hindu or Islamic reform movements that encourage greater global identifications, has created situations that are perceived locally to oscillate between harmony and discrimination depending on the relationships and the contexts in which they are acting. Religious belonging is increasingly important among the Hindus and Muslims of Bali and Lombok; minorities (Christians, Chinese) on both islands have also sought global partners. Contributors include Brigitta Hauser-Schäublin, David D. Harnish,I Wayan Ardika, Ni Luh Sitjiati Beratha, Erni Budiwanti, I Nyoman Darma Putra, I Nyoman Dhana, Leo Howe, Mary Ida Bagus, Lene Pedersen, Martin Slama, Meike Rieger, Sophie Strauss, Kari Telle and Dustin Wiebe.
Sejarah panjang kekerasan di Kabupaten Buleleng sudah berlangsung lama. Studi inimelacaknya dari tragedi pembantaian massal 1965-1966 hingga kekerasan politik di Desa Petandakan pada 23 Oktober 2003 yang menelan korban dua bersaudara, Putu Negara dan Ketut Agustana. *** Persembahan penerbit Kencana (Prenadamedia Group)