You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
In 1965–66, army-organized massacres claimed the lives of hundreds of thousands of supporters of the Communist Party of Indonesia. Very few of these atrocities have been studied in any detail, and answers to basic questions remain unclear. What was the relationship between the army and civilian militias? How could the perpetrators come to view unarmed individuals as dangerous enemies of the nation? Why did Communist Party supporters, who numbered in the millions, not resist? Drawing upon years of research and interviews with survivors, Buried Histories is an impressive contribution to the literature on genocide and mass atrocity, crucially addressing the topics of media, military organization, economic interests, and resistance.
When a reluctant President Sukarno gave Lt Gen Soeharto full executive authority in March 1966, Indonesia was a deeply divided nation, fractured along ideological, class, religious and ethnic lines. Soeharto took a country in chaos, the largest in Southeast Asia, and transformed it into one of the “Asian miracle” economies—only to leave it back on the brink of ruin when he was forced from office thirty-two years later. Drawing on his astonishing range of interviews with leading Indonesian generals, former Imperial Japanese Army officers and men who served in the Dutch colonial army, as well as years of patient research in Dutch, Japanese, British, Indonesian and US archives, David Jenk...
"This book argues that the development of Catholicism in Asia was closely connected with globalization. Since the 16th century Catholicisms has contributed significantly to global connectivity, while at the same time the Church 's global expansion has transformed the Church's own global consciousness. Casanova and Phan adopt a framework of three distinct phases of the development of Catholicism in Asia and Oceania - early modern (16th to 18th centuries), modern Western hegemony (1780s to the 1960s), and the contemporary, after Western hegemony. With this framework, contributors discuss the development of Catholicism in all major countries of the region, including China, Japan, Korea, the Phi...
Biographies of Indonesian patriots.
Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh) 1965 adalah peristiwa besar yang mengubah sejarah Indonesia. Meski telah lewat setengah abad, Gestapu masih diselimuti kabut misteri dan pertanyaan. Buku ini memiliki keunikan tersendiri dibandingkan literatur sejenis, karena penulisnya menyaksikan langsung situasi di seputar Gestapu. Selain itu, sebagai akademisi, dia menguasai alat analisis dan kesempatan mempelajari dokumen dan literatur langka. Dalam buku ini, penulis menjawab bermacam kontroversi secara berimbang serta berusaha menjawab pertanyaan terpenting: Siapa dalang sebenarnya dari Gestapu: Sukarno, Soeharto, atau Aidit? [Mizan, Mizan Publishing,Politik, Sejarah, Ideologi, Perjuangan, Nasionalisme, Dewasa, Indonesia]
Buku ini memuat narasi dan refleksi atas karya kerasulan para anggota Serikat Yesus dalam menanggapi tantangan seputar relasi dan perjumpaan dengan kaum Muslim di Indonesia, sejak masa lalu, katakan saja mulai Romo van Lith, SJ, hingga sekarang. Di dalamnya terjabarkan juga beberapa model pendekatan yang telah ditempuh oleh para Yesuit dari aneka bidang karya––formasi atau pembinaan, intelektual, kemasyarakatan, sosial, pendidikan, paroki dan komunitas basis, retret dan spiritualitas, komunikasi dan audio visual––dalam menyikapi kebersamaan hidup guna merealisasikan dialog antarumat beriman, khususnya dengan kaum Muslim, di tengah iklim kemajemukan di Indonesia. Secara umum, dinamika...
”Bicara mengenai kepemimpinan berarti bicara mengenai sejarah dan arah peradaban manusia karena kepemimpinan berkaitan dengan nasib manusia di masa depan, berkaitan dengan upaya merenda masa depan yang lebih baik dengan belajar dari masa lalu. Dari sekian banyak orang yang telah merefleksikan tema kepemimpinan, Rama Gunawan mengajak pembaca mengenal refleksi kepemimpinan Kristiani dari Anthony D’Souza. Harapannya, para pembaca semakin ‘terpancing’ untuk merefleksikan kepemimpinan sebagai sesuatu yang erat kaitannya dengan upaya mewujudkan masa depan kemanusiaan yang lebih baik. Ajakan Rama Gunawan ini amat aktual, mengingat kita telah dan sedang ‘dihibur’ oleh kemunculan tokoh-tokoh masyarakat yang inspiratif dan partisipatif, pemimpin yang nyatanya punya kualitas kepemimpinan Kristiani.”
Buku ini lahir dari kegelisahan saya melihat wajah bangsa Indonesia yang diliputi pelbagai persoalan, khususnya dalam dinamika kehidupan politik yang tak pernah berkesudahan. Selain itu, juga dari kegelisahan saya terhadap sebagian besar Orang Muda Katolik saat ini, yang hampir tidak mau peduli terhadap kehidupan politik. Kegiatan sekolah, kuliah, kerja dan jalan-jalan ke mall atau aktivitas yang fun sudah membuat mereka merasa cukup. “Bicara politik bukan urusan kami, bikin pusing…”. Ungkapan seperti ini mengusik hati saya untuk membagikan ide/gagasan, mengajak rekan-rekan Orang Muda Katolik Indonesia menggemakan kembali komitmen; “Bangkit dan bergeraklah Orang Muda Katolik Indonesia membangun keadaban publik”.
Suatu ketika, Kiai Abdurrahman Wahid yang kondang disapa Gus Dur itu ditanya oleh salah seorang santrinya. “Gus, apa kunci bahagia?” Seperti biasanya, Gus Dur menjawab pertanyaan itu dengan santai, “Ndak usah memikirkan apa yang kamu tidak tahu.” “Kalau (memikirkan sesuatu) yang sudah diketahui, gimana itu, Gus?” “Lha, kalau sudah tahu, buat apa dipikir?” *** Masih banyak kisah inspiratif lainnya di dalam buku ini, dari para kiai kharismatik Nusantara yang dapat kita ambil pelajaran dalam menjalani hidup di zaman edan saat ini. Mereka adalah para kiai penggerak umat layaknya motivator ulung. Selain tentang Gus Dur, sebut saja misalnya Kiai Wahid Hasyim, Kiai Abbas Buntet, Kiai Mustofa Bisri, Kiai Ahmad Umar Abdul Manan, Kiai Zainuddin Mojosari, Kiai Sahal Mahfudh, Kiai Ilyas Ruhiyat, Kiai Chudlori Magelang, dan lain sebagainya. Dengan cermat dan padat, buku ini menguak kisah dan inspirasi hidup mereka sejak kecil, masa belajar, masa tua, bahkan hingga wafat. Di antara mereka, ada yang senang beternak dan berkebun, konsen dalam pembaharuan pendidikan pesantren, gemar pencak silat, dan lain sebagainya. Selamat membaca!