You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
“Bu, saya mau berjuang bersama mahasiswa. Saya tidak ikut-ikutan. Saya benar-benar ingin memperjuangkan kebenaran bersama mahasiswa dan melihat jalannya Sidang Istimewa MPR,” kata Hamidah menirukan anaknya, Lukman Firdaus, siswa SMUN 3 Ciledug yang gugur dalam Tragedi Semanggi I. Mereka Gugur di Tengah Reformasi, Kompas, 14 November 1998. Inilah yang terjadi hari-hari ini: spontanitas rakyat. Mereka mengulurkan tangan untuk membantu, seperti dulu para petani memberi makan dan tempat menginap bagi para gerilya ketika melawan tentara pendudukan Belanda.... Kini para ibu rumah tangga, bakul bermodal hanya Rp200.000, pelajar, menyerahkan uang untuk mendukung perjuangan para mahasiswa. Zaman Gerilya Terulang, Kompas, 21 Mei 1998.
Buku ini merupakan jilid kedua atau jiid terakhir dari seri Masalalu Selalu Aktual. Sebagaimana jilid pertama, buku ini menyajikan catatan Polycarpus Swantoro— Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas dari 1966 hingga 1989—terhadap sisi lain kehidupan seorang manusia dalam kemelut sejarah. Dimuat di harian Kompas dalam periode 1978–1989 dalam rubrik “Fokus Peristiwa Pekan Ini”. Penulis mencatat peristiwa di masa silam untuk kemudian disandingkan dengan peristiwa mutakhir di masa itu. Swantoro berkeyakinan bahwa sejarah bertalitemali dengan masa kini dan masa datang. In het heden ligt het verleden, in het nu watkomen zal. Dalam masa sekarang kita dapatkan masa lalu, dalam masa sekarang ...
Kematian John Fitzgerald Kennedy dalam insiden penembakan di Dallas, Texas, 22 November 1963, mengguncangkan dunia. Meskipun baru sebentar menjabat presiden (1961-1963), 'Jack', demikian Kennedy biasa dipanggil, mampu menyita perhatian dunia. Tak kurang Perdana Menteri Kuba Fidel Castro, musuh bebuyutannya, memberi 'penghormatan' khusus. 'Ini kabar buruk.... Segala sesuatunya berubah. Ada satu hal yang perlu saya katakan: paling tidak, Kennedy adalah seorang lawan yang telah menjadi kewajaran bagi kami.' Di negaranya sendiri, Kennedy dikenal sebagai orang yang berusaha keras menghapus rasialisme, terutama terhadap kaum Negro. Setelah Kennedy meninggal, dua orang dekatnya, Theodore 'Ted' C. S...
Kartini memang tidak angkat senjata atau memimpin pemerintahan seperti banyak pahlawan nasional di luar sana. Ia tidak menggalang massa atau menyerukan pemberontakan. Tapi tulisannya menggambarkan perjuangan panjang di ruang dalam yang belum selesai sekalipun kemerdekaan di ruang luar sudah tercapai Hilmar Farid, sejarawan (Gelap Terang Kartini, Jakarta: KPG Tempo, 2016) Surat-surat Kartini menggambarkan dirinya sebagai manusia dalam konteks kondisi-kondisi local yang unik dan tatanan sejarah zamannya. Dari sana, ia muncul di panggung sejarah secara tiba-tiba dan mempelopori memberikan penjelasan serta ketegasan terhadap apa yang sebelumnya tak jelas, juga kurang dirasakan secara sadar. JJ Rizal, sejarawan. (Gelap Terang Kartini, Jakarta: KPG Tempo, 2016) Kartini manusia hybrid yang gelisah dan terombang-ambing. Dan demikian pun dengan kita masing-masing, baik saya yang berasal dari Eropa dan hidup di Jawa, maupun Anda semua dengan keunikan hibriditas biografis masing-masing. Katrin Bandel, staf pengajar di Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (pengantar dalam RA. Kartini, Emansipasi, Yogyakarta: Jalasutra, 2014)
Saat mendengar kata rempah-rempah, orang umumnya akan mengarahkan pikirannya ke Kepulauan Maluku dan Banda. Dan apabila diminta untuk menyebutkan aneka macam rempahrempah yang berasal dari Kepulauan Maluku dan Banda, maka banyak orang tanpa berpikir panjang akan menyebut lada. Padahal, tempat tumbuh lada bukanlah di Maluku dan Banda, melainkan di bagian barat Indonesia. Kekeliruan seputar daerah tumbuh lada secara tidak langsung menyiratkan betapa minimnya pengetahuan orang soal rempahrempah. Hal ini sangat disayangkan, mengingat perdagangan rempah-rempah adalah bagian yang tak terlepaskan dari perjalanan bangsa Indonesia. Perdagangan Lada Abad XVII: Perebutan “Emas” Putih dan Hitam di Nusantara karya P. Swantoro secara jernih menunjukkan pentingnya memahami sejarah perdagangan rempah-rempah. Dengan data dan interpretasi yang kuat, buku ini mendedah perdagangan lada—komoditas yang nilainya paling tinggi pada masa itu. Lada, yang nilainya setara emas, diperebutkan oleh berbagai pihak, baik badan dagang Eropa maupun raja-raja di nusantara. Namun, perebutan itu bukan hanya menyangkut perdagangan, melainkan juga pemerintahan.
Dalam buku ini terlihat jelas bagaimana keterbatasan dikalahkan oleh pendi dik an dan kerja keras. Menyadari bah wa pendidikan, menjadi terdidik dan tercerahkan, akan membuka banyak kesempatan untuk meloncat dari sega la keterbatasan. Dan berani kerja keras adalah satu-satunya pilihan untuk mencapai puncak. - Anies Baswedan, Ketua Gerakan Indonesia Mengajar Darwin mengajak kita untuk memilih menjadi pemimpin yang membuat per bedaan, sekaligus merangkai life story kita sebagai warisan untuk ge nerasi mendatang. - Chairul Tanjung, Chairman CT Corp Buku ini mengajak pemimpin untuk Live with the Highest Goal dan memiliki kehidupan yang bermakna. - Theodore P. Rachmat, Chairman Triputra Group Dar...
INDONESIA, dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia dan pertama terbesar dalam jumlah penduduk muslim, juga satu-satunya negara di Asia Tenggara yang ebnar-benar demokratis, tampil bagaikan raksasa yang kurang dikenal. Di persilangan antara pengaruh India dan Tiongkok, perbatasan kepulauan yang mahaluas ini telah ditentukan sebagai hasil berbagai bentrokan antara negara-negara imperialis Eropa (Spanyol, Portugal, Inggris, dan terutama Belanda). Sejarah Indonesia sejak kemerdekaannya berwujud berbagai kontradiksi yang lahir dari pilihan-pilihan unik dan berani para pendiri negaranya: sebuah republik terpusat untuk mengelola sebuah wilayah luas dan terpencar, sebuah lingua franca yang dijadikan bahasa nasional, sebuah negara religius tapi bukan negara Islam.
"Pekerjaan petani adalah bercocok tanam, demikianlah kamus. Namun di mata ahli pertanian, perilaku petani dengan segala pengetahuan dan teknik yang dimilikinya, tergantung pada suatu citra tentang lingkungan alam, sekaligus berdampak atas lingkungan itu. Malah di mata ahli antropologi, perilaku petani berakar pada suatu konsepsi tentang tatanan dunia tumbuhan di tengah alam nyata dan bertalian dengan ritual, dengan mitos asal-usul, dengan hukum waris dan penataan sosial. Waktu menulis disertasi, di Paris tujuh belas tahun lalu, tentang sebuah desa terpencil di Pulau Seram ini, Dyah Maria Wirawati Suharno memilih pendekatan multi-disiplin untuk memaparkan aktivitas pertanian itu dalam semua dimensinya. Maka semakin akrab orang Alune pada kita, semakin jelas perilaku petani mempunyai segi lahir dan batin."
Buku ini merupakan kumpulan artikel Andrea Acri (dosen dan peneliti di EPHE, PSL University, Paris) yang berfokus pada Siwaisme (agama Siwa), tantrisme, dan yoga di Jawa dan Bali pada zaman kuno, serta kelanjutannya (sebagai “agama Hindu”) di Bali pada zaman modern. Acri menggarisbawahi keterkaitan praktik agama di Jawa dan Bali dengan tradisi Siwaisme, Brahmanisme, dan agama Hindu di India, sambil juga menyoroti transformasi hingga pemribumian tradisi itu di Jawa dan Bali sepanjang waktu dengan orisinalitas juga nilai intelektual dan spiritual yang tinggi. Ditekankan pula kesinambungan antara tradisi kuno dan wacana baru yang telah berkembang dalam periode modern dan kontemporer, baik di Jawa (setelah kedatangan Islam pada abad ke-15) dan di Bali (setelah reformasi agama Hindu pada awal abad ke-20). Buku ini diharapkan akan berguna untuk memperkenalkan keistimewaan keagamaan dan kebudayaan Jawa zaman kuno kepada khalayak luas di Indonesia, sekaligus membantu mendalami permasalahan bangsa dan negara Indonesia pada masa kini melalui pemahaman masa lalu.
Buku ini menelusuri kembali konstruksi dialogis dari apa yang oleh para intelektual Bali disebut sebagai “kebalian”, yang mereka anggap sebagai pohon, yang akarnya adalah agama, batangnya adalah adat, dan budaya sebagai buahnya. Gerakan perenungan identitas ini berawal dari penaklukan Pulau Bali dan integrasinya ke dalam pemerintah kolonial Hindia Belanda pada awal abad XX. Gerakan ini hidup kembali setelah kemerdekaan Indonesia, ketika orang Bali harus berjuang keras agar agama mereka diakui oleh negara. Dengan begitu, para reformis Bali berhasil mendefinisikan identitas etnis mereka dalam kaitannya dengan agama Hindu, meskipun mereka harus merelakan agama mereka dirampas agar agama itu...