You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Candide, dongeng filsafat satir yang ditulis oleh Voltaire, bercerita tentang seorang pemuda dari Westphalia bernama Candide dan kisahnya bertualang keliling dunia untuk menyelamatkan kekasihnya, Cunegonde. Candide merupakan seorang yang sangat optimistis meskipun dalam perjalanannya ia selalu menghadapi bencana dan musibah. Sifatnya itu didapat dari gurunya, Pangloss. Melalui novel ini, secara tidak langsung Voltaire menyatakan bahwa dunia merupakan sebuah distopia dan kekejaman manusialah yang membuat dunia ini menjadi tidak sempurna.
Mati Bahagia, novel Albert Camus yang diterbitkan setelah ia meninggal, ditulis ketika ia masih berusia dua puluhan awal. Dalam novel ini, Camus menampilkan lebih banyak tentang dirinya dibandingkan karya-karyanya berikutnya, yang di kemudian hari menjadi lebih kaya akan unsur-unsur mitologi. Melalui pemuda seperti Patrice, protagonis novel ini, pembaca akan mengenali Camus muda—kegemarannya akan pantai, matahari, dan tanah kelahirannya Algeria, relasi romantiknya dengan para perempuan, kebutuhannya akan mereka sekaligus keberjarakannya, usaha alienasi yang intens ia lakukan sebagai seorang petualang yang menempuh perjalanan di Eropa Tengah. Novel ini, pula, menunjukkan keintimannya dengan kematian, yang menggetarkan, dan menggambarkan bagaimana seseorang menempuh hidup untuk mencapai kematian yang ia kehendaki. Mati Bahagia adalah “cahier”-nya yang pertama, yang dibiarkannya tidak terpublikasikan sepanjang hidupnya, yang penerbitannya tentulah melengkapi pencapaian sastrawi Camus.
Di samping Moby Dick, Bartleby si Juru Tulis adalah karya Herman Melville yang paling terkenal. Novella yang bercerita tentang hubungan si narator, yang adalah seorang pengacara, dengan juru tulisnya yang bernama Bartleby ini dapat diinterpretasikan dengan banyak cara. Ketika Anda selesai membacanya, mungkin akan timbul berbagai pertanyaan di benak Anda: Siapa sebenarnya tokoh utama cerita ini? Bartleby atau si narator, yang dijadikan sarana oleh Melville untuk berpendapat tentang orang-orang yang religius dan “sukses”? Apakah Melville sedang mengomentari hubungan antara majikan dan buruh dalam sebuah kapitalisme, mengingat cerita ini terjadi di Wall Street? Apakah Melville telah, secara tidak sengaja, memprediksikan apa yang akan terjadi dan dirasakan oleh para pekerja kerah putih pada abad-abad berikutnya?
Bergaya ala kisah 1001 malam, novel ini menghadirkan seorang manusia bijak bernama Zadig, yang muda, kaya, dan hanya mencita-citakan kebahagiaan. Namun, nasib mengombang-ambingkannya: calon istrinya direbut orang, wanita yang akhirnya dinikahinya ternyata kurang sempurna akhlaknya, dan ia menerima berbagai macam tuduhan. Meski begitu, berkat kebaikan hati dan kecerdasannya, Zadig kemudian dekat dengan raja dan ratu Babilonia, paling tidak, sampai Zadig jatuh cinta pada sang ratu. Karena cintanya, Zadig terpaksa harus melarikan diri dari Babilonia. Dalam petualangannya ke berbagai negara, kesialan demi kesialan senantiasa menghampirinya. Voltaire membumbui dongeng ini dengan aforisme-aforisme mengenai ketuhanan, kebahagiaan, moralitas, dan tentu saja lelucon-lelucon satiris yang tajam dan jenaka.
Telah 80 tahun Tong Tji berdiri. Dipimpin oleh Tatang, industri teh bercitarasa Indonesia ini memasuki generasi keempat. Buku ini berkisah tentang Tatang yang tak kenal lelah dan berjuang keras menolak keruntuhan perusahaan. Juga ide-ide inovatif Tatang untuk menciptakan teh masa depan.
Meskipun dibawa ke kemasyhuran oleh 1984 dan Animal Farm, karya yang mengantar Eric Blair, dengan nama pena George Orwell, masuk ke kancah sastra Inggris, dan pada akhirnya, dunia, adalah Down and Out in Paris and London. Isi buku ini terinspirasi oleh, kalau tidak diambil mentah-mentah dari, pengalaman Orwell hidup miskin di Paris dan London. Setelah melepas kariernya sebagai polisi imperial Inggris di Burma—tanpa persetujuan penuh dari keluarganya, tentu—Orwell, seperti banyak penulis dan calon penulis Anglophone sebelum Great Depression, tinggal di Paris dan mengasah bakat kepenulisannya di sana. Sewaktu di Paris inilah, karena sebagian besar uangnya dicuri, Orwell mulai terpaksa untuk hidup miskin. Kemudian, karena merasa tak kuat lagi bekerja sebagai tukang cuci piring di Paris, ia pindah ke London, dan di kota itu ceritanya tentang kemiskinan berlanjut, dengan kawan-kawan baru, dengan kesengsaraan-kesengsaraan yang baru pula.
“Buku ini sangat informatif dan bisa mengundang diskusi yang menarik.” —Melani Budianta, kritikus sastra dan guru besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia “Panduan praktis bagi peminat sastra di tanah air.” —Yusi Avianto Pareanom, sastrawan pemenang Kusala Sastra Khatulistiwa, Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta “Sangat bermanfaat. Akan sangat banyak pegiat sastra berutang budi pada buku ini karena menjadi sumber rujukan yang praktis dan memadai.” —Kurnia Effendi, sastrawan “Bagus sekali. Pengetahuan saya diperkaya.” —Hawe Setiawan, kolumnis dan budayawan, pengajar di Universitas Pasundan “Sebuah ‘kerja iman’ yang tekun dan berharga.” —Ahmad B...
Menulis itu bukan cuma sulit, tapi sulit sekali. Ada juga yang bilang, menulis itu gampang. Bahkan, gampang sekali. Buku ini tidak membenturkan dua pendapat itu. Tapi, memaparkan perihal “menulis itu membaca berulang-ulang”. Berkarier di dunia kepenulisan sejak 1986, Kang Maman pun membuka rahasia sederhana “mengail 100 ide dalam sehari”. Bukan omong kosong, 24 buku tercipta dalam 8 tahun adalah salah satu buktinya. Belum terhitung karya tulisnya yang tertuang di berbagai media, dialihwahanakan menjadi lirik lagu, acara radio dan televisi berbagai genre, pertunjukan panggung, dan ratusan film pendek melalui festival film pendek yang diadakan Gramedia dan belasan karya akhir mahasiswa institut seni di Yogyakarta. Bagi Kang Maman, “Menulis itu mengasyikkan, menghasilkan dan membahagiakan.” Ia bagikan hal itu di buku ini, agar semua orang bisa menulis dan berbahagia.
De Profundis adalah surat panjang tentang ungkapan luka, kehancuran, dan kekecewaan yang sangat mendalam yang ditulis oleh Oscar Wilde selama dipenjara di Reading Gaol, kepada Lord Alfred Douglas, kekasih yang pergi meninggalkannya. Surat yang ditulis antara Januari dan Maret 1897 ini tidak dikirim dari penjara, tetapi dibawa oleh Wilde saat ia dibebaskan.
Translation of 50 Orwell Essays.