You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Indonesian Manuscripts from the Islands of Java, Madura, Bali and Lombok discusses aspects of the long and impressive manuscript traditions of these islands, which share many aspects of manuscript production. Many hitherto unaddressed features of palm-leaf manuscripts are discussed here for the first time as well as elements of poetic texts, indications of mistakes, colophons and the calendrical information used in these manuscripts. All features discussed are explained with photographs. The introductory chapters offer insights into these traditions in a wider setting and the way researchers have studied them. This original and pioneering work also points out what topics needs further exploration to understand these manuscript traditions that use a variety of materials, languages, and scripts to a wider public.
Records, Recoveries, Remnants and Inter-Asian Interconnections: Decoding Cultural Heritage has its conceptual core in the inter-regional networks of Nalanda Mahavihara and its unique place in the Asian imaginary. The revival of Nalanda university in 2010 as a symbol of a shared inter-Asian heritage is this collection's core narrative. The multidisciplinary essays interrogate ways in which ideas, objects, texts, and travellers have shaped - and in turn have been shaped by - changing global politics and the historical imperative that underpins them. The question of what constitutes cultural authenticity and heritage valuation is inscribed from positions that support, negate, or reframe existing discourses with reference to Southeast and East Asia. The essays in this collection offer critical, scholarly, and nuanced views on the vexed questions of regional and inter-regional dynamics, of racial politics and their flattening hegemonic discourses in relation to the rich tangible and intangible heritage that defines an interconnected Asia.
None
Mempelajari kosmologi dari sisi spiritual memiliki tujuan berbeda dengan kosmologi dalam ranah sains. Meskipun terdapat berbagai elemen yang sama dengan sains modern, tujuan mempelajari kosmologi dari sisi rohani (spiritual) adalah untuk mempertajam daya beda manusia bahwa ia sesungguhnya berbeda dengan alam. Meskipun tubuhnya tersusun atas unsur-unsur alam, tubuh itu tidak akan dapat hidup tanpa sentuhan unsur rohani (spiritual). Karena itu, kosmologi spiritual Hindu tergolong dalam ilmu samkhya, yakni ilmu pengetahuan esoterik yang khusus membahas mengenai perbedaan unsur-unsur materi dan spiritual. Samkhya adalah ilmu dasar bagi siapa pun yang serius ingin mencapai pembebasan dari penderitaan di alam fana ini.
Kerinduan terhadap drama gong sebagai salah satu jenis seni pertunjukan Bali yang sempat menjadi primadona di seluruh pelosok Pulau Dewata ini mulai terobati dengan munculnya inovasi-inovasi yang dilakukan oleh beberapa seniman. Drama Gong yang saat ini jarang disaksikan dalam ritus keagamaan hingga acara seremonial formal dapat disaksikan dengan metode yang berbeda. Masuknya pengaruh digitalisasi juga merambah pada drama berbahasa Bali yang sarat akan pesan dan nilai moral ini. Buku ini hadir untuk menyebarluaskan perihal bentuk Drama Gong pada Era Digital serta apa saja inovasi yang dilakukan. Nantinya diharapkan mampu menjadi stimulus bagi seniman-seniman khususnya seniman Drama Gong dalam berkarya.
Kajian filosofis (tattwa) mengenai ritual, susila, ketuhanan dan kosmos dalam pandangan Hindu.
Penulis : Komang Wira Adhi Mahardika,Hendra Santosa, Ni Wayan Ardini Ukuran : 21 cm x 14,5 cm Tebal : 108 Halaman ISBN : 978-623-79438-7-7 blurb : Pengantar Karya Musik Chamber “Kacang Dari” Nilai-nilai kehidupan dapat ditemukan, baik secara implisit maupun eksplisit di dalam karya-karya seperti dongeng, lagu-lagu, dan permainan tradisional. Ada paradoks dikotomis yang mengkontradiksikan perkembangan lagu-lagu populer untuk anak-anak Indonesia dewasa ini adalah komersialisasi yang tidak kalah menggebunya dengan musik pop orang dewasa pada umumnya. Lagu anak-anak sudah dipandang sebagai hal yang ketinggalan jaman dan tidak lagi relevan dengan situasi sekarang ini. Wira Adhi mengangkat kar...
"Cita rasa dan penampilan masakan Bali sering disebut seeksotis pemandangan pulau dewata itu. Jadi, tak heran jika sejumlah masakan khas Bali pun ikut menjadi ikon pariwisata. Masakan Bali memang merupakan bagian dari seni dan budaya yang memiliki arti sama penting dengan seni dan budaya lain yang tumbuh di sana. Tak sekadar menyajikan resep-resep masakan Bali yang lezat, buku karya Nanik Mirna Agung dari Puri Agung Gianyar, Bali ini juga menyisipkan filosofi serta sejarah masakan tradisional Bali, yang beberapa di antaranya merupakan kelengkapan dari upacara agama Hindu, agama yang dianut sebagian besar masyarakat Bali. Resep-resep yang ditampilkan merupakan resep makanan yang banyak digemari masyarakat Bali, bahkan kini juga oleh banyak orang non-Bali serta populer di mancanegara. Sungguh sebuah buku yang para pencinta kuliner dan budaya amat layak miliki."
Lontar Tutur Parakriya menguraikan tentang percakapan antara Bhatara Iswara (Siwa) kepada Bhatara Kumara. Diawali permintaan dari Bhatari Uma agar Sang Hyang Kumara berkenan menanyakan kepada Bhatara Iswara tentang ajaran yang mengantarkan sesorang menuju moksa. Selanjutnya Bhatara Kumara bertanya mengenai asal mula kejadian yang dinyatakan bahwa segala sesuatu yang ada berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yang diistilahkan dengan niskala. Dari keadaan niskala kemudian timbul sesuatu yang berwujud namun tanpa ukuran sehingga disebut matra. Dari matra tersebut kemudian menyusul berturut-turut nada, bindu dan ardhacandra yang kemudian menimbulkan pusat keadaan yang disebut dengan wiswa. Penelitian yang dilakukan oleh penulis buku ini mengungkap ajaran-ajaran moral dan etika kehinduan dalam teks Tutur Parakriya. Meskipun teks ini dibuat pada awal abad kedua puluh, tampaknya ada referensi dari sumber-sumber yang lebih tua. Meskipun demikian, ajaran etika dasar dalam teks Tutur Parakriya adalah langkah awal menuju keinsafan diri.