You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Kata-kata terkenal dari Dr. Martin Luther King Jr pada bulan Maret 1968, hampir sebulan sebelum dia dibunuh pada tanggal 4 April, Dr. King, seorang pendeta Baptis Amerika, yang dikenal sebagai juru bicara dan pemimpin terkemuka dalam gerakan hakhak sipil di AS, mengatakan hal tersebut bukan karena dia mendukung aksi pemberontakan yang kejam, tidak, karena pada kenyataannya, dia sangat menentang berbagai Tindakan kerusuhan. Ungkapan tersebut dikatakannya karena di saat itu, bagi mereka yang hak-hak sipilnya dicabut, maka tidak ada satu tempat pun yang bisa mendengarkan suara mereka, atau bahkan mendapat perhatian, baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Sejatinya, kita juga hidup dalam s...
None
Buku festchrift merupakan karya akademik untuk menyatakan penghormatan dan penghargaan kepada seorang tokoh yang diakui karya dan pengabdiannya dalam berbagai bidang, termasuk dalam dunia pendidikan. Karya dan pengabdian tokoh itu tidak saja berguna pada masanya, tetapi juga sebagai sumber belajar yang kaya untuk generasi mendatang. Demikian juga buku penghormatan terhadap Ibu Margaretha Hendriks-Ririmasse. Selama masa pengabdiannya, Ibu Etha (demikian biasa ia disapa) melaksanakan tridharma perguruan tinggi secara maksimal. Kapasitas intelektual, kapasitas kepemimpinan dan integritas dirinnya diakui tidak saja di tingkat lokal, tetapi juga di tingkat nasional dan internasional, baik di lingkup pendidikan, gereja, maupun masyarakat.
Sudah lama teologi Kristen bergulat dengan ketidakcerdasan sosial-kultural menghidupi konteks pluralisme religius-kultural. Sikap buta, memusuhi konteks dan mengeras dengan identitas kolonial sangat kuat dalam praksis ber-teologi, eklesiologi dan misiologi. Ini adalah bunuh diri teologis. Mengapa demikian? Berteologi kontekstual tidak akan pernah relevan dan mencapai tahap fungsional jika wawasan-wawasan yang ada di dalam konteks sudah dihakimi. Sikap mengeras dengan paradigma lama juga bentuk dari ideologi panik anti konteks yang payah dan kadaluwarsa. Di sinilah, merayakan ‘Sang Liyan’ adalah sebuah interupsi tentang makna keberlainan. ‘Sang Liyan’ menggambarkan paradoks makna ‘s...
Dialog merupakan salah satu jalan yang ditempuh untuk menjaga kerukunan dan keharmonisan, sekaligus menjadi media kondusif bagi terciptanya tata hubungan antarumat beragama di tengah masyarakat yang multikultural. Buku ini menyajikan dialog dwi-cakap antara dua orang atau lebih yang berbeda pandangan, dengan tujuan saling belajar, mendengarkan secara simpatik dan penuh keterbukaan guna memahami makna sebuah dialog. Kehadiran buku ini menegaskan bahwa masyarakat Atambua: TTU, Belu, Malaka sekarang ini bukan lagi monokultural, tapi sudah multikultural dengan kebhinnekaannya yang tentu saja “tidak imun konflik”. Merespon kondisi itu, pemimpin agama Atambua yang transformasional, visioner, d...
“Paul Ricoeur berasal dari keluarga Kristen Protestan yang saleh”. Informasi ini menjadi awal dari pengembaraan penulis mengenal pemikiran Ricoeur hingga berwujud sebagai karya disertasi ini. Studi ini berangkat dari pertanyaan: Bagaimanakah hermeneutik Paul Ricoeur bisa mengerjakan tugas emansipatoris? Atau, bagaimanakah hermeneutik emansipasi Paul Ricoeur dapat menjelaskan secara kritis relasi kuasa, ideologi, dan kepentingan yang bermain di dalam tugas-tugas emansipasi subjek dan emansipasi sosial? Menjawab pertanyaan di atas, kajian ini menggunakan pembahasan kepustakaan (library research) untuk menganalisis pemikiran-pemikiran yang menjadi mitra dialog Ricoeur, baik dari sumber primer maupun sekunder. Metode yang digunakan adalah deskriptif-analitis, yang tujuannya tidak sekadar uraian deskriptif mengenai pokok masalah dengan perihal yang menyekitarinya, tetapi yang tak kalah penting dan menentukan adalah analisis mengapa dan atau bagaimana pokok masalah itu (dalam hal ini Paul Ricoeur) menyusun dasar-dasar atas pilihan cara pandang, wacana yang dikembangkan bersama tradisi, teks, simbol, dengan sebab-akibat yang mengonstruksinya.
Credo, ich glaube - aber woran und was? Viele kennen nicht mehr, was den Reformatoren ganz selbstverständlich und unverzichtbar war: das Apostolikum, neben dem Unservater und dem Dekalog konstitutives Element reformatorischen Bekennens und reformierter Bekenntnisse. Das Credo spricht Klartext in Gestalt von aufs Äusserste verdichteten Aussagen. Pointierter lässt es sich nicht formulieren, angreifbarer allerdings auch nicht. Zeile für Zeile und aus unterschiedlichen Perspektiven reformierter Theologie, aber in ökumenischer Weite wird das Bekenntnis durchbuchstabiert und auf seine bleibende und neu zu entdeckende Aktualität hin befragt.
Kematian adalah bagian dari kehidupan semua orang tanpa kecuali. Suatu saat manusia akan mati dan tidak ada seorang pun yang mampu menghindarinya. Namun kendati kematian adalah sesuatu peristiwa yang wajar terjadi, tetap saja kematian menjadi sebuah misteri bagi manusia dan menimbulkan banyak pertanyaan. Tidak hanya itu, kematian juga menyisakan kesedihan yang mendalam bagi orangorang yang ditinggalkan, apalagi kalau orang yang meninggal itu memiliki hubungan yang dekat bahkan sangat dekat dengan mereka yang ditinggalkan. Dalam menghadapi peristiwa kematian atau kehilangan sering kali orang hanya berkonsentrasi untuk mendampingi orang dewasa dengan pertimbangan bahwa anak masih kecil dan bel...
Die führende feministische Wissenschaftlerin Elisabeth Schüssler Fiorenza kritisiert die Tendenz in der feministischen Theorie, die Religion – einen Raum des Kampfes, des Widerstands und der sozialen Transformation – als Ort feministischer Politik hinter sich zu lassen. Sie wendet sich auch gegen die Tendenz mancher feministischer Strömungen, Frauen so zu betrachten, als ob sie alle gleich wären, oder sie auf komplementäre Rollen zu Männern zu beschränken. Stattdessen entwickelt sie eine alternative Vision für globale Gerechtigkeit innerhalb des neoliberalen Kyriarchats. Elisabeth Schüssler Fiorenza ruft religiöse ebenso wie nicht-religiöse Feministinnen dazu auf, sich durch Kampf, Freundschaft und Gemeinschaft an der (lokalen und globalen) Transformation zu beteiligen. Diese Übersetzung von "Congress of Wo/men" wird erweitert durch Beiträge von Regula Grünenfelder, Cora Müller, Maria Öllinger und Katja Strobel (Mitwirkende der Arbeitsgemeinschaft Feminismus und Kirchen).