You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Indonesia is the most populous Muslim country in the world, with 87.18 per cent of its 260 million population embracing the Islamic faith. However, Indonesia is neither an Islamic state nor a secular one. It adopts Pancasila as the state ideology but has a Ministry of Religious Affairs (MORA) overseeing six official religions. MORA has its genesis in Dutch colonial rule (1602–1942). It was strengthened during the Japanese occupation (1942–45) and then sustained by the post-independence Indonesia government (after 1945). The decision to keep MORA was to compensate those who had aspired for the enactment of the Jakarta Charter in the era of Sukarno but failed. MORA has always been the aren...
Memasuki era teknologi yang ditandai dengan pencapaian etape generasi 4.0 persaingan dunia kerja bukan lagi antar manusia. Persaingan ini kini melibatkan teknologi dengan manusia. Manusia tidak lagi sebagai pemilik otoritas dalam penggunaan sebuah teknologi, melainkan ia sedang berpacu dengan buatannya sendiri itu dalam raihan produktivitas. Kondisi ini pada gilirannya memungkinkan tenaga manusia akan semakin tersingkir digantikan oleh teknologi. Namun demikian di sisi lain sesungguhnya dalam bidang-bidang tertentu keberadaan tenaga manusia masih diperlukan. Namun dengan syarat yang semakin ketat. Syarat-syarat inilah yang harus diisi dan dipenhi oleh tenaga manusia agar ia dapat meneguhkan ...
Just like the Gutenberg revolution in the fifteenth century, which led to the emergence of non-conventional religious authority in the Christian world, the current information technology revolution, particularly through mediums such as Facebook, Instagram, YouTube, and Twitter, has triggered the re-construction and decentralization of religious authority in Islam. New santri (pious individuals) and preachers emerged from the non-conventional religious educational system. They not only challenged the traditional authorities, but also redefine and re-conceptualize old religious terminologies, such as hijra and wasatiyya. This book explores the dynamics of religious authority in Indonesia with ...
Artikel yang ada pada bunga rampai ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang kurun waktu tahun 2018 sampai 2019. Buku ini hadir untuk memotret moderasi Islam di lembaga pendidikan agama non formal, seperti majelis taklim, pesantren dan perkawinan usia dini. Lokasi penelitian tersebar di lawa Tengah, Jawa Timur. DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Barat. Fokus penelitian tersebut adalah model transmisi moderasi beragama kepadajamaahnya, nilai-nilai moderasi lembaga pendidikan non formal melalui budaya, maupun nilai-nilai moderasi Islam vangadadi teks klasik. Sementara itu, perkawinan usia dini memfokuskan pada pendidikan kesehatan reproduksi pada masyarakat.
We are delighted to introduce Proceedings of the 3rd International Symposium On Religious Life (ISRL 2020). This conference has brought academicians, researchers, developers and practitioners around the world. In collaboration with Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) and Indonesian Institute of Sciences (LIPI), the Agency for Research, Development and Training of the Ministry of Religious Affairs (MoRA) convened bi-annual symposium with the following main theme: “Religious Life, Ethics and Human Dignity in the Disruptive Era”. The 3rd ISRL highlighted the role of religion and ethics in the disruptive era that erode human values, civility, and dignity. In the processes of d...
This book studies the political and institutional project of Al-Qur’an dan Terjemahnya, the official translation of the Qurʾān into Indonesian by the Indonesian government. It investigates how the translation was produced and presented, and how it is read, as well as considering the implications of the state’s involvement in such a work. Lukman analyses the politicisation of the Qurʾān commentary through discussion of how the tafsīr mechanism functions in this version, weighing up the translation’s dual constraints: the growing political context, on the one hand, and the tafsīr tradition on the other. In doing so, the book pays attention to three key areas: the production phase, the textual material, and the reception of the translation by readers. This book will be of value to scholars with an interest in tafsīr studies, modern and Southeast Asian or Indonesian tafsīr sub-fields, the study of Qurʾān translations, and Indonesian politics and religion more broadly.
M. Quraish Shihab memiliki penafsiran dan pandangan yang berbeda bahwa terkait pencarian nafkah bagi perempuan dalam Al-Qur`an. Menurut beliau, walaupun mencari nafkah merupakan tugas utama suami atau laki-laki, bukan berarti istri tidak diharapkan bekerja, apalagi bila penghasilan suami tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga. Dengan demikian, Al-Qur`an menuntut kerja sama yang baik, pembagian kerja yang adil antara suami dan istri walaupun tidak ketat, sehingga terjalin kerja sama yang harmonis antara keduanya, bahkan seluruh anggota keluarga. Hanya saja, pada saat perempuan bekerja mencari nafkah di luar rumah, harus diperhatikan adab-adab atau syarat yang menjadi pengikat, antara lain:Per...
Buku ini dilatarbelakangi oleh pemikiran mengenai pentingnya mensosialisasikan dan mempromosikan moderasi beragama dalam bingkai keislaman di Indoensia. Dalam perspektif keislaman, moderasi beragama ini sejalan dengan nilai-nilai ajaran Islam yang rahmatan lil-‘alamin, yakni menjadi rahmat bagi semesta alam. Islam pun melarang umatnya bersikap ekstrem dalam beragama yang dapat memberatkan dirinya dan membahayakan orang lain. Dalam menyebarkan ajaran Islam pun mesti dengan penuh kebijaksanaan, kesantunan, keramahan dan kedamaian. Juga dalam konteks keindonesiaan, moderasi beragama ini pun merupakan upaya untuk membina kerukunan umat beragama dalam realitas kebhinekaaan masyarakat Indonesia ...
Buku ini mengungkap konsep non-mainstream mengenai kemampuan survival dari sebuah gerakan civil society komunitas marginal. Biasanya, kemampuan daya tahan hidup (survival) itu merupakan manifestasi kebersatuan dari mereka yang ditekan oleh berbagai pihak. Namun, pada kasus ini, Jamaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) mampu menunjukan bahwa kekuatan civil society mereka terbangun lewat budaya dan nilai-nilai keberadaban (civility) yang dipercaya pengikutnya. Kendati mengalami marginalisasi, JAI sebagai organisasi turut bergerak di beberapa bidang kehidupan masyarakat tanpa menonjolkan atribut-atribut organisasi, misalnya; gerakan untuk pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan sosial-ekonomi. Ironinya, era reformasi justru menunjukkan tingkat tekanan yang lebih kuat, walaupun begitu survivelitas JAI berikut aktivitas kejamaahannya tetap berjalan. Kondisi ini menunjukkan bahwa JAI sebagai komunitas Islam marginal masih mampu mempertahankan keberadaannya sebagai civil society
Buku yang ditulis Prof. Dr. Aksin Wijaya dkk. ini bisa menjadi salah satu rujukan dalam memperdalam penguatan moderasi beragama yang diamanatkan oleh pemerintah. Di dalamnya, kita bukan hanya akan mendapati moderasi beragama dalam tataran konsep-konsep abstrak, melainkan juga variasi metode dan langkah-langkah praksis yang dapat diupayakan. Buku ini mengusung misi bahwa kesadaran menyuarakan moderasi beragama di ruang publik harus dilakukan sebagai sebuah gerakan. Harus dipastikan bahwa menyuarakannya merupakan bagian dari dakwah. Karena itu, tulisan para tokoh agama, akademisi, dan praktisi kerukunan umat beragama yang terkumpul di buku ini sangat kita tunggu untuk semakin membumikan gagasan moderasi beragama dengan berbagai saluran. Darinya, diharapkan kesadaran kita kian terbuka bahwa yang kita perlukan bukanlah memaksakan persamaan, melainkan menghargai perbedaan. Selamat membaca!