You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Buku yang berawal dari hasil Muzakarah ulama se-Aceh bertujuan memberikan pemahaman luas kepada masyarakat Aceh khususnya, dan masyarakat muslim Indonesia pada umumnya, terutama masalah furu’iyah ijtihadiyah seperti; masalah azan dua kali ketika salat Jum’at, khatib Jum’at memegang tongkat dan khutbah Jum’at muwalat. Pemahaman mendalam dan terbuka terhadap perbedaan pendapat para ulama mazhab perlu dikembangkan di tengah masyarakat, guna menghindari sikap pemaksaan kehendak, sikap saling memfitnah, saling menuduh tanpa dasar (dalil), serta klaim kebenaran suatu kelompok terhadap kelompok lain yang berbeda pandangan fiqh dan praktik ibadah. Dengan demikian akan tercipta kedamaian dan kesejukan dalam aktivitas ibadah di Aceh, berupa munculnya sikap saling menghormati, saling menghargai dan toleransi dalam kehidupan beragama.
Fokus kajian buku ini adalah pemikiran politik yang mengacu pada pemikiran politik dalam perspektif Islam dan hubungan negara dengan agama dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan. Secara historis, persoalan politik selalu menarik untuk diperbincangkan, apalagi dikaitkan dengan perspektif Islam. Wacana negara dan agama (Islam) terus saja bergulir seiring dengan perkembangan zaman. Tanpa kecuali, di Indonesia, negeri yang berasaskan Pancasila, polemik tentang hubungan negara dengan Islam selalu saja mencuat ke permukaan. Sejak masa awal kemerdekaan, bahkan sebelumnya, perdebatan mengenai hubungan negara dengan agama tetap menjadi topik yang hangat dan diskusi pun menjadi alot dalam...
Perjanjian Helsinki tahun 2005 merupakan peristiwa penting pada akhir abad ini dalam sejarah Aceh dan Indonesia. Betapa tidak, perjanjian antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia yang difasilitas Marti Ahtisari ini telah menghentikan sejarah panjang konflik di Aceh. Banyak catatan penting yang direkam dan ditulis dari peristiwa ini. Buku yang hadir di tangan pembaca ini adalah satu analisis penting tentang perjanjian Helsinki dari sudut pandang siyasah syariyah yang menjadi kajian penting dalam kajian fikih politik saat ini.
This remarkable book brings to an English-speaking audience detailed scholarship originally conceived and written in the Malay language and with a Malay perspective. It examines the nature of monarchy in the Malay world, which includes present-day Malaysia and Indonesia, before and during the onset of Western colonialism when the Malay world was ruled by a large number of separate Muslim sultanates. It highlights that monarchs were the highest authority in the social, political, legal and economic system, rather than the government of a clearly defined territory; the notion of Dewaraja (god-king) and what a model monarch’s attributes should be; and how the monarch’s role related to Islam...
Buku ini pada dasarnya membahas beberapa bahasan penting dalam kajian Islam dan perkembangan institusi pendidikan Islam di Aceh, terutama berkaitan dengan aqidah islamiyah mustaqimah, aliran ahlusunnah waljamaah, zakat, Baitul Mal, busana muslim/muslimah, rukyah, dan prospek dayah di Aceh. Kajian-kajian ini pernah dibahas oleh beberapa ulama Aceh, yaitu Prof. Dr. Abuya H. Muhibbuddin Waly al-Khalidy, Prof. Dr. H. Muslim Ibrahim, Prof. Dr. H. Al-Yasal Abubakar, Teungku H. M. Daud Zamzami, Drs. Teungku H. Ismail Yacob, Teungku H. Nuruzzahri Samalanga, Teungku H. Abdullah Ibrahim Tanjong Bungong dan Teungku H. Amrullah.
Syaykh ‘Abd al-Samad al-Jawī al-Falimbānī sosok ulama ternama. Dedikasinya dalam pengembangan keislaman Melayu tidak hanya alim dalam kesufian dan ketarekatan, tetapi mumpuni dalam ilmu usul fikih, fikih, ilmu falak, ilmu al-Quran dan lain-lain. Indikator ini dapat dijumpai ketika membaca sejumlah karyanya dimana pokok bahasan terjadi secara tali-temali satu sama lain. Pada masanya sosok al-Falimbānī berhasil memperkenalkan ilmu keislaman melalui pendekatan tarekat pada masyarakat Palembang. Padahal, waktu itu wilayah tersebut masih dalam pengaruh Sriwijaya dan Kesultanan. Di tengah dua peradaban itulah buku ini akan menerangkan kembali sejarah dan kiprah pengarang kitab Hidayat al-Salikīn dan Sayr al-Salikin yang tersohor di ranah Melayu itu. []
Driven by rapidly changing business environments and increasingly demanding consumers, many organizations are searching for new ways to achieve and retain a competitive advantage via customer intimacy and CRM. This book presents a new strategic framework that has been tested successfully with various global companies. New management concepts such as Collaborative Forecasting and Replenishment, CRM, Category Management, and Mass Customization are integrated into one holistic approach. Experts from companies like McKinsey and Procter&Gamble, as well as authors from renowned academic institutions, offer valuable insights on how to redesign organizations for the future.
None
None
The Islamic kingdom of Aceh was ruled by queens for half of the 17th century. Was female rule an aberration? Unnatural? A violation of nature, comparable to hens instead of roosters crowing at dawn? Indigenous texts and European sources offer different evaluations. Drawing on both sets of sources, this book shows that female rule was legitimised both by Islam and adat (indigenous customary laws), and provides original insights on the Sultanah's leadership, their relations with male elites, and their encounters with European envoys who visited their court. The book challenges received views on kingship in the Malay world and the response of indigenous polities to east-west encounters in Southeast Asia's Age of Commerce.