You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
This book examines Indonesia's business environment since reformasi began in 1985 -- what stayed the same, what changed, and would could change. Economic recovery has been hesitant. Regime change and political reform have created uncertainties that have deepened reluctance to invest. A raft of government-instigated changes have left their imprint: decentralization, privatization, new company legislation, anti-corruption efforts, nationalization of debt-ridden banks, and firms being forced into receivership. More cautious lending practices by remaining financial institutions have imposed a credit crunch. Increased worker militancy and minimum wage rises have led some international firms to reconsider their presence in Indonesia. Changes in the business environment have caused a redefinition of private enterprise-government relations, inducing firms to re-examine their organization and management.The book includes insights of distinguished and stimulating speakers from business, independent research organizations, and academic institutions in Indonesia, Australia and elsewhere.
Tokoh yang berhasil “memaksa” Pemerintah untuk segera meng-go-international-kan PT Telkom pada tahun 1995 adalah Setyanto P. Santosa, Direktur Utama Telkom saat itu. Pemerintah sebenarnya tidak merekomendasikan BUMN ini segera menjadi perusahaan publik karena dianggap masih belum layak. Masih banyak sisi yang harus diperbaiki, mulai dari sistem akuntansi yang harus berstandar internasional, budaya perusahaan yang masih diwarnai budaya monopoli, profesionalisme yang masih harus ditingkatkan (apalagi jika harus mencapai profesionalisme setara perusahaan multinasional), jumlah SDM yang masih besar, dan organisasi perusahaan yang harus diefisienkan. Ternyata seabreg tantangan itu tak membuat...
Telkom go public pada 14 November 1995. Tak banyak yang tahu bahwa pemerintah hampir membatalkan IPO Telkom. Kejadian itu sempat membuat para petinggi Telkom kalang kabut. Jika pembatalan terjadi, bukan hanya merugikan Telkom tetapi juga Indonesia sebagai bangsa. Reputasi Indonesia akan hancur di pasar modal dunia. Direksi Telkom yang sebagian besar berada di New York karena sehari menjelang IPO, sampai mengancam Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi Joop Ave, bahwa jika pembatalan terjadi, mereka semua akan mundur. Untuk mencegah pembatalan, Direktur Utama Telkom saat itu yang menjadi penulis buku ini, Setyanto P. Santosa, menghubungi Menristek BJ Habibie agar memberi penjelasan pada ...
Saat gawai teknologi informasi demikian luas penggunaannya, menulis semakin terasa gampang. Tiap orang dimudahkan mengekspresikan diri (dengan tulisan, audio, gambar) melalui berbagai saluran media sosial. Menulis dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, tentang apa saja dan untuk siapa saja. Namun, di tengah berbagai kemudahan itu, satu hal tidak berubah ialah hakikat menulis sebagai kegiatan intelektual dan profesional. Berbagai kemudahan yang ditawarkan zaman tidak dapat menghapus esensi dari proses kepenulisan: komitmen untuk terus menekuninya dan mengasah diri untuk selalu meningkatkan kualitas karya. Ini merupakan esensi yang membedakan proses kepenulisan profesional dan yang bukan. Pr...
Buku “Digital Business Valuation” membahas variabel-variabel penting yang menentukan valuasi bisnis perusahaan digital. Masalah ini menjadi menarik karena ada beberapa startup Indonesia yang dalam waktu kurang dari 10 tahun sudah memiliki valuasi bisnis lebih dari Rp14 triliun. Padahal perusahaan-perusahaan konvensional harus berjibaku hingga berpuluh-puluh tahun, itu pun untuk mencapai Rp1 triliun. Apa yang menyebabkan perusahaan startup digital itu cepat berkembang? Penulis buku ini melakukan penelitian yang mendalam soal peran Lingkungan Industri dan Aset Perusahaan digital terhadap Kemitraan Bisnis dan Inovasi Strategis yang mendorong naiknya Valuasi Bisnis perusahaan digital. Banyak...
Buku ini merupakan himpunan catatan dan pemikiran Dr. Prasetio, penulis buku ini, pada saat menjadi bagian dari upaya besar membangun budaya sadar risiko di sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tempatnya bekerja sebagai pengambil keputusan. Catatan dan pemikiran tersebut, yang diperoleh langsung dari pengalaman sendiri dan dituangkan sebagai catatan tertulis pada saat masih in charge bergelut sebagai eksekutif, merupakan nilai tambah yang patut dicatat dari buku ini, apalagi bila mempertimbangkan bahwa sebagian besar buku-buku manajemen risiko di pasar adalah buku-buku teks yang banyak menyandarkan diri pada praktik manajemen risiko di negara maju. Guna memperkuat pemikiran dan pengalama...
V. 1. South Asia - v. 2. East Asia - v. 3. - Australasia - v. 4. South Asia.
The latest edition of this standard international reference work provides detailed information for over 32,000 organizations active in over 225 countries. It covers everything from intergovernmental and national bodies to conferences and religious orders and fraternities. Volume 3: Global Action Networks is an overview of the range and network of activities of the international organizations themselves -- organized alphabetically by subject and by region. Similar to a "yellow pages", it groups international and regional bodies under 4,300 categories of common ideas, aims, and activities.
Jika pada era digital seperti saat ini suatu perusahaan mewajibkan karyawannya rutin menyanyikan lagu mars, akan banyak yang “menertawakan”. Dari internal perusahaan, bisa jadi mereka akan menolak. Jangankan menyanyikannya secara rutin, perusahaan yang memiliki lagu mars saja dinilai kuno dan ortodoks. Boleh jadi, ada pula anggapan bahwa karyawan yang ikut menyanyikan lagu mars perusahaan sama saja dengan ingin menunjukkan kalau dirinya tidak profesional. Profesional sering diartikan sebagai pihak yang berorientasi hasil dan dapat dispensasi untuk tidak mengikuti aturan kerja baku. Di sejumlah perusahaan, pimpinan yang dianggap kaum profesional tergambar dari datangnya yang l...
None