You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Sundanese books have been printed since 1850 up to the present. This article tries to draw a configuration of printing books in Sundanese for about 100 years in the Dutch colonial and Japanese occupation period. Printing and publishing books in Sundanese was initiated by the Dutch colonial government for the sake of management of their colony. This article discuss three aspects in print culture in Sundanese: (1) the role of government printing house and private publishers; (2) the cultural relationship between manuscript and printed books, and; (3) the changes after the emergence of printed books. Print culture in the Sundanese-speaking community was born and has developed. Its facets have changed from time to time. We notice more than 2200 Sundanese books were published up to the second decade of the 21st century when the technological innovation has proceeded in an enormous pace. However, the importance of Sundanese publication has not diminished in terms of nurturing educated citizens in this digital-oriented society and supporting cultural identity.
This pioneering volume traces the history of the region which became Indonesia, from early times to the present day, in over three hundred specially drawn full-colour maps with detailed accompanying text. In doing so, the Atlas brings fresh life to the fascinating and tangled history of this immense archipelago. Beginning with the geographical and ecological forces which have shaped the physical form of the archipelago, the Historical Atlas of Indonesia goes on to chart early human migration and the changing distribution of ethnic groups. It traces the kaleidoscopic pattern of states in early Indonesia and their gradual incorporation into the Netherlands Indies and eventually into the Republic of Indonesia.
In Martial Arts and the Body Politic in Indonesia Lee Wilson offers an innovative study of nationalism and the Indonesian state through the ethnography of the martial art of Pencak Silat. Wilson shows how technologies of physical and spiritual warfare such as Pencak Silat have long played a prominent role in Indonesian political society. He demonstrates the importance of these technologies to the display and performance of power, and highlights the limitations of theories of secular modernity for understanding political forms in contemporary Indonesia. He offers a compelling argument for a revisionist account of models of power in Indonesia in which authority is understood as precarious and multiple, and the body is politically charged because of its potential for transformation.
Buku ini menelusuri sejarah Kesultanan Demak mulai dari berdirinya hingga keruntuhannya. Selain itu, membahas dengan detail peran penting Kesultanan Demak dalam penyebaran agama Islam. Membaca buku ini, pembaca tidak hanya menemukan dan memahami fakta-fakta sejarah semata, tetapi juga memperoleh nilai manfaat yang besar atas pengetahuan dakwah Islam pada masa lalu. Judul : DEMAK BINTORO: Kerajaan Islam Pertama di Jawa dari Kejayaan hingga Keruntuhan Ukuran : 14 cm x 20.5 cm Jumlah halaman : 292 ISBN : 978-623-7910-44-2 Tahun : 2020
Buku ini, sesuai judulnya Rachmat & Erna: Bersama Di Dua Jalan Berbeda, Berdua Di Satu Jalan Bersama, terutama bercerita tentang dua orang, namun sesungguhnya, bersama Rachmat Witoelar dan Erna Witoelar terbawa juga begitu banyak nama lainnya disebutkan atau tidak-- dan tak sedikit peristiwa dalam narasi yang melintasi rentang waktu tak kurang dari 60 tahun lamanya. Meliputi hampir seluruh peristiwa dan bidang kehidupan menjelang dan sepanjang Indonesia merdeka. Perjalanan 50 tahun, dengan segala perbedaannya, terutama dalam dunia konsep dan gagasan. Rachmat dan Erna selalu berhasil mencapai titik temu dari waktu ke waktu, tanpa perlu meninggalkan kepribadian, jati diri, dan kemandirian berpikir masing-masing. Suatu keadaan yang tak mudah dinarasikan. Rachmata dan Erna, selama 50 tahun, bersama di dua jalan yang berbeda, berdua di satu jalan bersama. Bukan perkara yang mudah, namun mereka telah melakukannya, kendati mereka tetap lah manusia biasa dengan segala kelemahan manusiawi yang lekat pada diri mereka. ——————— Sebuah biografi RachmatWitoelar dan ErnaWitoelar persembahan penerbit Naratama. #Rachmat&Erna #RachmatnErna #PenerbitNartama
Telah terjadi erosi yang dahsyat dalam kehidupan kebudayaan daerah di seluruh Indonesia selama ini. Dan tidak ada tindakan pemerintah yang jelas, berencana dan kontinyu untuk menyelamatkan kebudayaan dan kesenian daerah, kecuali usaha tambal-sulam yang kadang-kadang dilakukan dengan separo hati. Erosi itu berlangsung perlahan, sehingga tidak disadari oleh kebanyakan orang padahal berlangsung dengan pasti secara terus-menerus. Apakah kita akan membiarkannya lenyap dalam proses zaman? Apa yang harus dilakukan untuk "menyelamatkan" kebudayaan dan kesenian daerah yang sudah berada dalam keadaan yang sangat kritis? Sudah lama banyak orang yang mempertanyakan pendidikan kita, mengapa hasilnya tidak memperkuat dan memperkembangkan budaya bangsa? Mengapa anak-anak kita setelah bersekolah malah meninggalkan budaya leluhurnya sendiri? Mengapa bangsa kita mudah sekali larut dalam pengaruh budaya yang datang dari luar? Mengapa budaya asli kita tidak dapat menahan banjir bandang globalisasi yang datang menyerbu? Pendidikan kita selama ini menjadi sarana pewarisan budaya kita atau tidak? [Pustaka Jaya, Dunia Pustaka Jaya]
Buku nonteks pelajaran ini digunakan sebagai buku pengayaan, buku referensi, dan buku panduan pendidik dalam mendukung proses pembelajaran. SINOPSIS Sungai Citarum mempunyai peran penting bagi sebagian masyarakat Jawa Barat. Sayangnya, masih ada pihak yang tidak ramah terhadap Sungai Citarum. Masih ada yang membuang sampah sembarangan dan membuang limbah pabrik langsung ke aliran Sungai Citarum. Butuh kerja sama semua pihak untuk mengembalikan Sungai Citarum dari keadaan kritis. Pada akhirnya, bisa menjadi ciri Jawa Barat yang membanggakan.