You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
We are proudly presenting the proceedings of the 2nd International Conference on Social Sciences 2019 (ICSS 2019). It has focus on the relation of governance and sustainable development. The issue of governance, politics, policy and sustainable development is important today. Not only globally, but also Indonesia nationally to the local level. There are several important issues relating to this, both institutionally and the relationships between individuals and groups in supporting the agenda of sustainable development. More than 100 manuscripts were presented at this conference with more than 50 of them selected to be published in proceedings. We hope by this conference, discussions on the importance of sustainable development will increasingly become an important concern together. Brings better response from the government and social relations for development.
The following book Social Justice: A Sketch of the West and Islamic World Experiences contains a collection of articles that may be read individually, each concerned with the same issues of social justice. The writers in this book originate from the Western and Islamic World’s countries. All have agreed to explore and contribute to understanding social justice in each pertinent countries’ experiences. The problems being addressed are either descriptive or valuational and, in most cases, are the combination of both. All articles presented in this collection are mainly a reexamination of social justice ideals from the authors’ viewpoints and experiences and how the ideals may be applicab...
Islamic Post-Traditionalism in Indonesia offers a unique assessment of the development of the phenomenon of Islamic post-traditionalism using Nahdlatul Ulama (NU), the largest mass Islamic organization in Indonesia (and the world) as a case study. Post-traditionalism is a term now widely used to describe the often controversial attempts by progressive reformers to reify and legitimize modern intellectual notions, often from non-Islamic sources, by using reference to terminology and ideas drawn from Islamic tradition. This book discusses the discourse of post-traditionalist thought within Islamic thought more widely, before turning to examine the emergence of new currents of progressive thoug...
None
WAWASAN: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya is a peer-reviewed journal which is published by Ushuluddin Faculty UIN Sunan Gunung Djati Bandung incorporate with the scholars association: Asosiasi Studi Agama Indonesia (ASAI) publishes biannually in June and December. This Journal publishes current original research on religious studies and Islamic studies using an interdisciplinary perspective, especially within Islamic Theology (Ushuluddin) studies and its related teachings resources: Religious studies, Islamic thought, Islamic philosophy, Quranic studies, Hadith studies, and Islamic mysticism. WAWASAN: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya published at first Vol. 1, No. 1, 2016 biannually in January and July. However, since Vol. 2 No. 1, 2017, the journal’s publication schedule changed biannually in June and December. Reviewers will review any submitted paper. Review process employs a double-blind review, which means that both the reviewer and author identities are concealed from the reviewers, and vice versa.
None
Manusia mana pun niscaya selalu merindukan puncak keagungan yang menandai segala dimensi eksistensialnya, yakni hubungan harmonis antara Tuhan, manusia, dan alam (semesta). Itulah jalan ideal spiritualitas yang notabene merupakan ikon kebermaknaan hidup manusia di antara makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Spiritualitas sebagai pengalaman holistik menjadi jati diri paling fundamental bagi manusia yang mengarahkannya pada jalan hidup yang tidak ambigu, fana, apalagi paradoksal. Namun, kini, di antara gemerlap teknologi dan sains yang betul-betul memanjakan kebutuhan material manusia, justru makin banyak manusia yang gagal menggapai puncak spiritualnya. Secara esensial, semua itu dipicu oleh hilang...
Keberanian seperti yang dimiliki Prof. Dr. Nanat Fatah Natsir menjawab lantang pertanyaan: “peradaban mana yang akan menjadi peradaban masa depan?” dengan “peradaban Indonesia”, jarang ditemui di antara banyak orang yang sedang gelisah karena melihat begitu seringnya benih semangat pluralitas tercabik-cabik oleh pertikaian bernuansa sara di negeri yang memiliki lebih dari 1.200 suku bangsa ini. Terbiasa dengan suasana pertikaian membuat orang kehilangan “keberanian” untuk berefleksi kritis – seimbang terhadap realitas peradaban, apalagi melakukan “kritik diri”. Akibatnya, orang tidak mampu menemukan titik-titik temu nilai peradaban, dan karena itu juga tidak mampu membawa bangsa Indonesia ke depan untuk memperjuangkan keadilan, rasionalitas, transendensi dan harmoni secara lebih kontekstual dalam ruang dialog antarperadaban. Pemikiran optimistis-moderat Prof. Nanat dalam buku The Next Civilitation akan menjadi inspirasi bagi pemimpin (muda) bangsa Indonesia, yang akan sepakat dengan Prof. Nanat: “[...], sekali lagi, penulis masih
BALI, kini tengah mengalami pergolakan identitas. Kebudayaan Bali yang adiluhung perlahan-lahan terkikis oleh arus modernisasi dan westernisasi yang meruyak jantung kehidupan masyarakatnya. Realitas ini mengundang keprihatinan kita: masihkah Bali identik dengan Pulau Seribu Pura yang indah nan-eksotik? BUKU ini menyajikan wacana Ajeg Bali sebagai suatu gerakan kultural menuju identitas Bali yang sejati melawan globalisasi beserta pengaruh negatifnya.
Pada abad ke-14 Walisongo memperkenalkan mukena seiring dengan penyiaran Agama Islam di Jawa. Saat itu mukena digunakan untuk menutupi Bagian Tubuh Wanita Jawa yang hanya memakai kemben. Komodifikasi mukena terjadi setelah abad ke-20. Kondisi ini disebabkan oleh karakteristik mukena sebagai barang ekonomi, semakin banyak wanita muslimah yang menggunakan mukena dan meluasnya ideologi pasar sehingga seseorang merasa lebih nyaman membeli mukena dari pada membuatnya secara swadaya. Kondisi ini memberikan peluang bagi penjahit atau produsen untuk mengembangkan industri penjualan perlengkapan salat. Hal ini terkait pula dengan ideologi yang berlaku pada industri pembuat mukena, yakni ideologi pasar sehingga mereka melihat mukena sebagai sumber keuntungan. Posisi produsen lebih kuat daripada konsumen mukena karena produsen menguasai aneka modal, yaitu modal ekonomi, sosial, budaya, dan simbolik secara bersinergi. Gejala ini tercermin pada semakin berkembangnya produk dan pasar mukena.