You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Perempuan seringkali diidentikkan dengan luka dan air mata. Melalui proyek ini, kami berusaha dengan segenap keberanian mengungkit luka yang telah terkubur dalam. Kami belajar berdamai dengan masa lalu dan menemukan kesamaan untuk dibagi melalui tulisan. Kamu tidak sendiri, kami di sini. Keep writing, keep sharing.
Beragam peristiwa menarik terjadi, salah satunya berita Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat sebagai pembicara dalam Kongres ke-17 MK se-Eropa di Georgia. Pada kesempatan itu Arief menyampaikan empat prinsip konstitusional dalam administrasi negara dan pemerintahan.
Gaji? Cukup, cukup besar. Karier? Mulus melesat. Bisnis? Sebentar lagi soft launching. Karya? Sudah banyak yang suka. Jodoh? Aih! Sedikit lagi. Mantap betul nasib Arko, Gala, Juwisa, Sania, Ogi dan Randi. Para alumni Kampus UDEL yang amburadul ini, ternyata berhasil melawan tikus-tikus kehidupan. Namun, tikus-tikus tersebut nyatanya tidak sepenuhnya hilang. Mereka malah membesar, menyelinap dalam pekerjaan yang menyita waktu, mimpi-mimpi yang makin terasa jauh, dan dilema antara kembali ke kampung atau terus bertarung di kota tanpa tujuan. Akankah mereka menemukan jawaban dari semua ini? Atau terus melakukan pembenaran lewat bac*t tanpa mendengarkan apa yang sebenarnya diinginkan hati? Buku ini wajib dibaca oleh pelajar SMA, mahasiswa, orangtua, karyawan, petinggi perusahaan, para pengambil kebijakan di berbagai institusi, hingga Presiden Amerika Serikat karena dua novel sebelumnya sudah dibaca Presiden Korea Utara. Buku ketiga dari serial novel "Kami (Bukan) Sarjana Kertas" dan "Kami (Bukan) Jongos Berdasi."
"Judul buku ini adalah pilihan pihak penerbit buku ini berdasar satu di antara ratusan judul naskah yang saya tulis sepanjang tahun 2018. Mungkin penerbit buku tebal banget ini menganggap judul tersebut cukup ampuh untuk menarik perhatian para calon pembaca buku ini. Namun saya kuatir para pembaca buku ini akan kecewa sebab isi buku ini sebenarnya tidak hanya tentang masalah ""Right Or Wrong, My Country"" melulu saja. Pada kenyataan, ratusan naskah yang saya tulis pada nasionalisme atau chauvinisme belaka namun simpang-siur berkeliaran ke berbagai ranah kehidupan yang meluas sampai ke kawasan kebudayaan bahkan peradaban. Dari awal sampai akhir tahun 2018, saya berikhtiar setiap hari menulis ...
Di paket ini terdapat ebook unedited untuk judul: 1. Kami (Bukan) Sarjana Kertas - halaman 5 2. Kami (Bukan) Jongos Berdasi - halaman 421 3. Kami (Bukan) Generasi Bac*t - halaman 866 4. Kami (Bukan) Fakir Asmara - halaman 1172
Buku ini merupakan kumpulan kajian yang telah diselenggarakan oleh BSO KOMAHI FH UNAIR 2018. Di dalamnya memuat banyak topik yang diperbincangkan, mulai dari isu-isu hukum yang bersifat ius constitum, seperti fenomena persekusi, fenomena hukum besifat ius constituendum, seperti urgensi pengadilan pertahanan, selaiun itu terdapat pembahasan dalam tataran konsep hukum, seperti kesalahan penafsiran terhadap konflik hukum maupun kasus-kasus hukum imaginer, seperti pembunuhan terhadap orang yang dianggap meninggal, dsb.
Opposing Suharto presents an account of democratization in the worlds fourth most populous country, Indonesia. It describes how opposition groups challenged the long-time ruler, President Suharto, and his military-based regime, forcing him to resign in 1998. The books main purpose is to explain how ordinary people can bring about political change in a repressive authoritarian regime. It does this by telling the story of an array of dissident groups, nongovernmental organizations, student activists, and political party workers as they tried to expand democratic space in the last decade of Suhartos rule. This book is an important study not only for readers interested in contemporary Indonesia and political change in Asia, but also for all those interested in democratization processes elsewhere in the world. Unlike most other books on Indonesia, and unlike many books on democratization, it provides an account from the perspective of those who were struggling to bring about change.
How do politicians win elected office in Indonesia? To find out, research teams fanned out across the country prior to Indonesia’s 2014 legislative election to record campaign events, interview candidates and canvassers, and observe their interactions with voters. They found that at the grassroots political parties are less important than personal campaign teams and vote brokers who reach out to voters through a wide range of networks associated with religion, ethnicity, kinship, micro enterprises, sports clubs and voluntary groups of all sorts. Above all, candidates distribute patronage—cash, goods and other material benefits—to individual voters and to communities. Electoral Dynamics in Indonesia brings to light the scale and complexity of vote buying and the many uncertainties involved in this style of politics, providing an unusually intimate portrait of politics in a patronage-based system.
Islam and Nation presents a fascinating study of the genesis, growth and decline of nationalism in the Indonesian province of Aceh.
The Prosperous Justice Party (PKS) is the most interesting phenomenon in contemporary Indonesian politics. Not only is it growing rapidly in membership and electoral support, it is also bringing a new and markedly different approach to Islamic politics, one which has no precedent in Indonesian history. Understanding PKS and analysing its political behaviour presents challenges to scholars and observers. This is partly due to the fact that the party represents a new trend within Indonesian Islam which has few parallels with preceding movements. Yon Machmudi has rendered us a valuable service. In this book, he provides a thoughtful and authoritative context for viewing PKS. He critiques the ex...