You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
This book constitutes a through refereed proceedings of the International Conference on Local Wisdom - 2019,held on August, 29 – 30, 2019 at Universitas Andalas, Padang, Indonesia. The conference was organised by Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas. The 95 full papers presented were carefully reviewed and selected from 135 submissions. The scope of the paper includes the followings: Local Wisdom in Science, Local Wisdom in Religion, Local Wisdom in Culture, Local Wisdom in Language, Local Wisdom in Literature, Local Wisdom in Health, Local Wisdom in Education, Local Wisdom in Law, Local Wisdom in Architecture, Local Wisdom in Nature, Local Wisdom in Oral Tradition, Local Wisdom in Art, Local Wisdom in Tourism, Local Wisdom in Environment, Local Wisdom in Communication, Local Wisdom in Agriculture.
Hakikat guru sejati memang tidak pernah habis diperbincangkan. Diri kita selalu ada penasihat spiritual, yaitu guru sejati agar tidak keliru dalam tindakan. Manusia selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan yang pelik, menantang, dan menggoda. Hidup manusia senantiasa bergulat dari masalah ke masalah, sehingga butuh penasihat (juru penerang). Maka, guru sejati dapat menjadi pelita hati, yang memberikan lampu hijau, lampu kuning, dan lampu merah sebelum manusia bertindak. Namun demikian, polesan hidup sering membuat diri abu-abu, bahkan sampai remang-remang. Di kegelapan batin itu, guru sejati tetap teguh. Oleh sebab itu, banyak orang yang telah berbuat kotor, selingkuh, mencuri, bohong, korupsi, dan lain-lain akhirnya bertekuk lutut, bertobat. Tobat adalah jalan kembali ke fitrah. Fitrah adalah potret jati diri. Lewat buku ini, pembaca diajak menghayati diri dari sisi kejawen. Kejawen mengajarkan berbagai hal lewat juru penerang guru sejati. Tanpa guru sejati, hidup manusia akan kehilangan arah...
Buku ini disusun agar para pembaca mampu memaknai sastra, sebagaimana rumput hijau. Sastra berada pada aras lingkungan kita. Sastra sering membersitkan rasa damai. Sastra penuh kehijauan rumput. Rumput itu memenuhi lingkunganku. Hidupku tak mungkin lepas dari rerumputan. Suasana rumput memang abadi, penuh kedamaian. Sahabat sang penulis, Ahmadun Y. Herfanda sempat menciptakan puisi berjudul Sembahyang Rerumputan. Ini menandai bahwa rumput memang memiliki energi religious. Banyak hal yang dapat terangkat dari puisi ekologis itu.
Pada buku bunga rampai ini, para penulis mencoba mengungkap keterkaitan sastra dan lingkungan dalam perspektif yang berbeda-beda. Ada yang mengangkat sastra dari sisi ritual, sastra lisan, maupun sastra tulis, yang dikaitkan dengan keadaan ekologisnya. Buku ini dapat dijadikan referensi di bidang sastra maupun rujukan dalam berbagai pelatihan sastra.
Fenomena mistik kejawen bagi sebagian orang memang masih mengundang tanda tanya. Bagaimana bentuk, teori, dan tata caranya? Adakah bentuk yang "laku" kebatinan yang lebih fleksibel bagi manusia modern? Bagaimana melakukan reinterpretasi terhadap mitos-mitos dalam mistik kejawen, sehingga bisa diterima oleh akal rasional? Buku ini menjawab semua pertanyaan tersebut. Selain itu, juga ditelaah makna beberapa terminologi pokok dalam budaya spiritual Jawa; seperti kiblat papat lima pancer dan manunggaling kawula Gusti. Penulis buku ini juga menguraikan ajaran-ajaran filsafat dan wejangan mistik dari para tokoh yang telah melegenda, seperti Syekh Siti Jenar, Ki Ageng Suryomentaram, Syekh Amongraga, dan Sunan Kalijaga.
Kritik sastra di perguruan tinggi adalah nama mata kuliah. Mata kuliah ini mengajak para mahasiswa belajar kritik sastra secara proporsional. Setiap jenjang pendidikan ada kritik sastra. Namun, esensinya berbeda-beda. Kritik sastra di sekolah dasar dan menengah, biasanya masih berupa latihan-latihan pemahaman. Bahkan cenderung siswa diajak mengapresiasi, agar muncul kepekaan kritik pada masa yang akan datang. Siswa digiring untuk belajar kritik dari mengapresiasi karya sastra. Buku ini, biarpun tidak bermaksud mengisi kekosongan, paling tidak akan membekali calon-calon dan kritikus yang ingin berkarya secara profesional. Buku ini menyajikan aneka teori kritik, agar tercipta sambal yang benar-benar menjadi daya tarik khusus. Sambal yang memanfaatkan cabai merah, diramu dengan resep jitu, tentu hasilnya akan menggugah gairah makan. Terlebih lagi, kalau sambal tadi sudah dikemas dalam wadah yang istimewa, disajikan dalam piring super, diletakkan di meja terhias, tentu semakin menyedot perhatian.
Sastra lisan itu menjadi tonggak awal ketika orang mengenal sastra. Awal sastra lisan dari mulut ke telinga. Realitas sastra lisan ini, memiliki keunikan tersendiri. Terlebih lagi bila memahami sastra lisan dari kacamata antropologi. Antropologi sastra lisan memandang bahwa sastra lisan menjadi sebuah etnografi kehidupan. Di dalamnya terdapat tambang emas kehidupan. Maka menikmati sastra lisan itu, ibarat sedang makan sayur gudeg, penuh kelezatan. Penuh kedahsyatan estetis dan artistik. Kunci pemahaman antropologi sastra lisan adalah penguasaan perspektif. Perspektif yang ditawarkan amat beragam, antara lain new historicism, interpretif, hegemoni, evolusionisme, mimikri, ekokultural, antropo...
Karya dalam buku ini lebih dari pantas untuk disuguhkan kepada khalayak ramai penikmat ilmu pengetahuan. Ibarat oase di gurun yang akan memberikan kesegaran dari rasa haus dan menambah kekuatan kepada para kafilah untuk mencapai tujuan perjalanan. Bagi para akademisi, dialog teori tentulah manjadi hal yang sangat diharapkan, karena menjadi tanda adanya perkembangan teoritis. Melalui teori yang ditunjukkan penulis, mereka dapat meniti pendapatpendapat para ahli, terutama ahli antropologi, yang dibungkus dengan sajian humanis. Pendapat-pendapat para ahli menjadi wujud dialogis antara yang bersifat mendukung dengan yang bersifat beda yang memperlihatkan kedinamisan teori. Tujuan yang hendak dic...
Filsafat ilmu hadir dengan tujuan membuka jalan yang tertutup di dalam diri setiap manusia. Tanpa ilmu, pasti manusia akan kebingungan menentukan pilihan di dalam hidupnya. Untuk apa dia hidup? Bagaimana dia hidup? Dan apa hidup itu? Buku ini layak dimiliki oleh mahasiswa yang mengambil mata kuliah filsafat ilmu, dosen atau pengajar, dan khalayak umum yang ingin belajar filsafat ilmu.
Orang Jawa suka menggunakan pola egat yang simbolik yang menjadi pijakan untuk berpikir positif. Sepanjang hidup manusia Jawa selalu berada di arena peperangan Baratayudha (jihad) antara kekuatan nafsu positif (Pandawa Lima) melawan nafsu egative (100 pasukan Kurawa). Perang ini berlangsung di medan perang yang bernama “padang Kurusetra” (ati/batin). Peperangan yang paling berat dan merupakan sejatinya perang adalah perang di jalan kebenaran yaitu melawan hawa nafsu. Jadi, setiap orang sesungguhnya mampu mengendalikan hawa nafsunya itu, tentu saja jika nilai-nilai spiritual telah terserap dalam batinnya. Persoalannya maukah kita menyerap nilai-nilai Ilahiah yang menjadi “jiwa murni” tiap manusia? Tidak perlu menunggu mendapatkan “petunjuk” atau hidayah untuk memulai pengembaraan pengendalian nafsu kita, asalkan kita memiliki tekad yang bulat untuk meraihnya. Karena hanya dengan cara ini saja, kebahagiaan akan datang dari segala arah tanpa disangka-sangka.