You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Seratus hari tak serta merta menghapus luka itu. Sedu sedan masih terdengar di bilik hati masing-masing. Getaran gempa masih terjadi sesekali. Negeri ini, setelah Aceh dan Nias, masih menyimpan nyeri. Setelah Jogjakarta, bahkan kemudian Pangandaran dan Cilacap juga dicium tsunami. Satu demi satu reruntuhan perlu ditata kembali. Dengan jiwa yang perlahan bangkit lagi. Kita yang dekat maupun jauh dari ukuran jarak, terus berusaha mengobati. Diantaranya dengan cara MENULIS PUISI. [Bentang, Puisi, Indonesia]
Asrul Sani adalah manusia Indonesia kreatif yang menjadi aset nasional. Karangan-karangan asrul ini, dikelompokkan menurut bidang yang dibahasnya. Terlebih dahulu ditempatkan ”surat kepercayaan Gelanggang seniman Merdeka” (1950) dengan ”surat kepercayaan” (1967) yang merupakan editorial majalah kebudayaan Gelanggang yang dipimpin oleh Asrul (dan hanya terbit beberapa nomer saja). Meskipun keduanya diumumkan anonim, tapi keduanya ditulis oleh Asrul. Dan keduanya boleh dikatakan menjadi dasar pandangan Asrul dalam melihat segala sesuatu. karena itu pula, maka kumpulan karangan ini diberi judul surat-surat kepercayaan, karena semuanya pada dasarnya merupakan 'surat kepercayaan' Asrul dalam menghadapi berbagai masalah.
Setelah 40 hari ataupun 40 tahun, tak akan ada yang mampu menandingi ketekunan H.B. Jassin dalam merawat sastra Indonesia. Hanya seorang Jassin yang begitu teguh dan kukuh menjaga tamannya, meski berbagai persoalan tak henti melanda upayanya itu.
Bagaimana rasanya tertimpa musibah, bertahan hidup di pengungsian, dan terpisah dari orang-orang yang dicintai sekaligus dalam waktu yang bersamaan? Tak ada seorang pun dari kita yang ingin merasakannya. Membayangkannya pun enggan. Namun, itulah yang dialami oleh Yudhistira, Bimo, dan Juno. Tiga kakak-beradik ini harus mengalami kenyataan pahit di usia yang masih belia. Wedhus gembel Merapi telah meluluhlantakkan desa tempat tinggal mereka. Dalam situasi yang penuh kepanikan--semua bergegas menyelamatkan diri dari terpaan abu vulkanik--mereka terpisah dari ayahnya. Pak Widodo tiba-tiba menghilang, tak diketahui keberadaannya. Anak-anak Merapi 2 merupakan sekuel dari Anak-anak Merapi 1 yang t...
Penulis buku ini memiliki banyak gaya untuk mengutarakan penilaiannya atas buku-buku yang ia baca. Ada yang ditulis dengan gaya umum seperti memaparkan kelebihan dan kekurangannya. Ada yang diulas bergandengan dengan buku sejenis atau buku lain dari penulis yang sama. Ada yang ditulis mengikuti platform media sosial seperti Twitter, misalnya. Bahkan, ada yang tidak banyak diulas konten bukunya, tetapi lebih cenderung dibahas kejadian-kejadian apa yang menyertai kehadiran buku itu ke publik. Ke dalam enam bab, setumpuk resensi ini dibagi. Buku ini hadir untuk kembali menyuburkan geliat resensi buku tanah air. Ada semesta ide yang begitu luas dan penting di balik setiap punggung buku yang kita lihat di rak-rak toko buku atau perpustakaan. Resensi adalah media untuk membawa semesta itu ke dalam hati dan pikiran orang-orang di luar sana. Tentu saja, besar harapan buku ini bisa menstimulus ketertarikan Anda untuk serius menulis resensi di media.
Collection of interviews on socioeconomic and political conditions, human rights, and freedom of the press; previously published in magazines.
Jangan Bersedih, Sahabatku ! Jangan Pernah Menyerah. Merapi Tidaklah Meletus Seketika... Pasir, debu, dan batu-batu bercampur awan panas itu terus jatuh berhamburan bagai kapas dan buku-bulu beterbangan yang ditumpahkan dari langit, bergulung-gulung ke bawah menerjang apa saja yang bisa diterjang. Teriakan histeris dan jeritan-jeritan orang ketakutan terus terdengar di sana-sini. Hari merangkak pelan menuku malam dalam hiruk pikuk, dalam kepanikan, dalam kegaduhan, dalam kengerian. Oktober - November 2011, aktivitas Gunung Merapi meningkat dan menunjukkan puncaknya. Ledakan dahsyat terjadi. Material vulkanik Gunung Merapi berupa pasir, batu, lumpur, debu, dan asap yang panasnya mencapai 600 derajat Celcius meluluhlantahlan seisi desa di lereng Merapi. Bambang Joko Susilo menuliskannya langsung dari barak pengungsian di Yogyakarta. Menatap pilu anak-anak terkasih. Dengan kecintaannya pada anak-anak, ia ingin mengisahkan kehidupan Yudhistira, Bimo dan Juni -- si Anak-anak Merapi -- menjalani kehidupan kanak-kanak mereka di tengah situasi bencana. Buku persembahan Republika Penerbit [Republika, bukurepublika, Penerbit Republika, bencana alam]
None