You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
This book is an attempt to provide an overview of how to read a photographic work, especially portrait photography. The purpose of reading in this book is an attempt to understand the interaction between photographers, technical aspects, identity, and socio-cultural aspects that surround the process of creating portrait photos, so as to make them meaningful. The assumption developed here is that these aspects are interrelated so that they affect the final form of a work. Kassian Céphas and Indra Leonardi, were chosen as the two photography figures whose works are reviewed in this book because they have very different backgrounds. It is intended so that readers get information-rich descriptions while opening up opportunities for readers to make independent comparisons.
The concept of religiosity is a highly individual aspect of religion. The understanding of it was shaped in Protestant circles in the Western context and it has inspired a huge body of research and further developments in theology, as well as in religious education. However, both charismatic movements within Christianity and orthopractic religious traditions such as Islam raise the question of whether an individualized account of religiosity is able to grasp the spectrum of lived religion comprehensively. Furthermore, with increasing globalization, even Asian worldviews like Hinduism or Buddhism are part of daily experience and have expanded the notion of what can be perceived of as religion. These changes were discussed at the international conference ‘Religiosity in East and West: Conceptual and Methodological Challenges’ at the University of Münster, Germany, from 25 to 27 June 2019. With this volume of conference proceedings we pay special attention to the most significant conference contributions relevant to religious education and practical theology.
Sejarah selama ini cenderung hanya menyampaikan kisah, fakta, dan peristiwa yang relatif ‘besar’ saja. Bagaimana rakyat jelata membangun desa atau kampung (permukiman) secara nyata jarang dicatat dan diungkapkan. Bagaimana rakyat menemukan rebung hingga dapat diolah jadi sayur, menemukan daun sembukan sebagai obat sakit perut atau daun dadap serep untuk obat sakit panas, nyaris sepi dikisahkan. Pelbagai bentuk pekerjaan tradisional menyimpan sekian banyak nilai yang tetap relevan untuk dikaji serta diaplikasikan ke dalam wawasan, sistem, maupun mekanisme kerja di alam modern. Wujud kebudayaan wong cilik, hubungannya dengan mata pencaharian tradisional, dapat digali dan dikaji lewat spiritualisme mereka yang mampu menyalakan vitalitas positif di dalam posisinya yang marjinal itu.. Buku ini merupakan salah satu upaya untuk mengenal kembali profesionalisme dan spiritualisme kerja di Jawa yang sesungguhnya sampai hari ini masih banyak digunakan dan diamalkan.
Essays, short stories, and poems presented at the International Literary Biennale in 2007.
Buku ini merupakan penyatuan dua bunga rampai esai karya Abdul Wachid B.S. yang telah terbit sebelumnya, yakni Sastra Pencerahan (2005) dan Membaca Makna dari Chairil Anwar ke A. Mustofa Bisri (2005). Buku ini hadir sebagai satu ikatan atas gagasan-gagasan mengenai dunia kesusastraan di Indonesia dari seorang penyair yang juga seorang akademisi sastra. Buku pertama berisi esai-esai yang merespons persoalan-persoalan sastra di Indonesia yang kontekstual dengan kondisi sosial politik era Orde Baru. Buku kedua berisi esai analisis mengenai perpuisian modern para penyair di Indonesia. Judul Sastra Pencerahan untuk penerbitan edisi kedua ini dipilih justru bermaksud untuk didiskusikan, sebab sebagian besar esai di sini merupakan gambaran bagaimana karya sastra menjadi bagian penting dari upaya pencerahan suatu zaman, dan boleh jadi, pada gilirannya, sastra kemudian juga perlu dicerahkan melalui kritik yang bernas.
Kebudayaan-kebudayaan suku di Nusantara mewariskan kepada kita banyak local genius yang adiluhung. Salah satu wujudnya adalah peribahasa, pantun, dan ungkapan-ungkapan daerah yang memuat nilai-nilai etika, moralitas, dan filosofi dengan mutu yang sangat tinggi. Ia berbentuk aforisme yang sebagian besar berima dan dan secara umum mengutarakan maksudnya secara tidak langsung—sebagaimana akar dari praktik berbahasa nenek moyang kita—sehingga membuatnya indah dan impresif. Ia berisi nasihat dan kebenaran umum sehingga fungsinya sebagai panduan dan pegangan hidup tak lekang oleh waktu, bertahan dari generasi dan generasi. Sayangnya, semakin ke sini, ia semakin ‘terpinggirkan’ oleh geriap ...
Kebudayaan Jawa memiliki spesifikasi yang sangat khas, terutama pada aspek spiritualisme atau kepercayaan batin yang dianut, sehingga memunculkan paham yang lazim disebut kejawen. Menurut para ahli, kejawen adalah hasil sinkretisasi antara Islam dengan agama dan kepercayaan lama yang sempat tumbuh berkembang di Jawa. Benarkah demikian? Benarkah kejawen erat dengan mistik, klenik, dan hal-hal yang bersifat gaib seperti anggapan banyak orang? Buku ini merunut dan menyajikan berbagai kasunyatan yang terdapat dalam kejawen dan merekonstruksi ulang liku-liku kepercayaan orang Jawa sejak masa Hindu-Budha hingga Islam, termasuk berbagai situasi kondisi dan nilai yang melatarbelakangi tumbuh berkembangnya kejawen selama ini. Tentu saja menarik, karena kejawen telah berjasa besar. Minimal, dalam mewujudkan tanah Jawa yang ayem tentrem, jauh dari friksi dan konflik. Melalui filsafat kejawen, orang Jawa berusaha memayu hayuning bawana agar jutaan orang merasa aman, nyaman, dan tenteram hidup di tanah Jawa. Selamat membaca!
Sungguh merupakan fakta sejarah yang membanggakan bahwa sejak 7 November 2003, UNESCO mengakui wayang Indonesia sebagai World Master Piece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Dengan kata lain, wayang Indonesia telah diakui sebagai mahakarya dunia, dan telah menembus level tertinggi kebudayaan umat manusia. Sejak kita mengadopsi kisah Ramayana dan Mahabharata dari India pada masa kejayaan Hindu hingga kini, bangsa Indonesia telah mewarisi 29 jenis wayang. Sebagai sebuah pertunjukan, memang terdapat pula wayang Tiongkok, Malaysia, India, Thailand hingga puppet show dari Amerika Serikat. Namun, kehebatan dan kedahsyatan kisah serta pertunjukan wayang yang berurat akar di Indonesia suka...
Bagi orang Jawa, laku tirakat (prihatin) ternyata tidak boleh dikerjakan secara asal-asalan, insidental, sejam dua jam, atau sehari dua hari, tetapi mesti dikerjakan sepanjang hidup. Bisa dikatakan, manusia Jawa semasa hidupnya harus pandai-pandai mengolah cita-citanya berlandaskan laku prihatin yang tidak pernah berhenti. Mengapa? Sebab, hal yang didambakan oleh manusia Jawa sejatinya ialah sukses dunia dan akhirat. Buku ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan kearifan Anda sebagai manusia Jawa. Terlebih, dunia masa kini dipenuhi oleh banyak hal yang bersilangan. Oleh karena itu, untuk lolos dari ribuan permasalahan yang membelit kehidupan modern, sebagai manusia Jawa, Anda sebaiknya sudi menelaah kembali warisan dan wulang-wuruk jagad Jawa, termasuk laku prihatinnya yang begitu menyejarah. Semoga ada sejumput wewarah yang dapat memberikan pepadhang dan pepeling bagi Anda dalam menempuh dan menyukseskan hidup pada masa mendatang. Selamat membaca!