You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
"Karya mengenai Islamisme kaum muda ini terbit pada waktu yang tepat, di saat sebagian muslim sedang asyik-asyiknya menggunakan agama yang suci ini untuk tujuan-tujuan politik kekuasaan yang sering terlepas dari misi mulia agama itu sendiri." Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif (Ketua Umum PP Muhammadiyah 1998-2005, Pendiri Maarif Institute for Culture and Humanity) "Kebangkitan Islamisnne di kampus, khususnya UGM dan Ul, sangat kompleks. Fenomena ini terkait bukan hanya dengan perubahan politik nasional dan politik kampus, tetapi juga dengan dinamika umat Islam Indonesia. Dalam konteks itu, buku ini memberi kontribusi penting ke arah pemahaman lebih baik tentang pertumbuhan dan dinamika Islamisnn...
"Di tengah-tengah padang sahara kekerasan, ekstremisme, sektarianisme dan kekacauan yang sedang melanda dunia lslam, kehadiran Islam Indonesia yang direpresentasikan oleh Muhammadiyah dan Nandlatul Ulama mampu menjadi oase dan kiblat baru bagi masa depan Islam di dunia. Peran kedua ormas Islam terbesar di dunia ini sangat penting diwartakan agar umat Islam tidak terus menerus berada di buritan peradaban. Buku ini secara apik menarasikan peran keduanya dalam bingkai perdamaian, kemanusiaan, dan demokrasi." • Prof Dr Ahmad Syafii Maarif, Ketua Umum PP Muhammadiyah 2000- 2005, Pendiri Maarif Institute for Culture and Humanity "Indonesia punya dua karunia sejarah yang tak dimiliki bangsa mana ...
Pancasila sebagai ideologi negara dan bangsa memiliki kesejarahannya sendiri. Sejak perumusan di BPUPKI hingga masa paska Reformasi, telah muncul berbagai tafsir dan penjabaran strategis atas nilai-nilai Pancasila. Pada masanya, tafsir Pancasila pernah terseret dalam pertentangan ideologis yang nyaris memecah belah bangsa, sebagaimana terjadi pada masa Konstituante hingga tragedi bangsa di tahun 1946/ Belajar dari konflik ideologi di masa sebelumnya, rezim Orde Baru kemudian mengedepankan pembangunan ekonomi dengan menekan secara kuat konflik-konflik ideologis dengan menggunakan jargon Pancasila dala sebagai azas tunggal. Lepas dari represi ideologis dengan tafsir tunggalnya, bangsa Indonesia masuk dalam euforia kebebasan, yang juga berimbas pada terpinggirkannya Pancasila dalam wacana kehidupan bernegara dan berbangsa. Bahkan sampai pada detik ini kemerdekaan yang kita peroleh masih bersifat "semu". Secara prinsipal, bangsa ini masih terjajah dalam semua bidang baik politik, pendidikan, ekonomi dan kebudayaan.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adakah penerapan Islam Wasathiyah oleh Gen-Z di Kalimantan Selatan atau sebaliknya mengaku religius tetapi di saat yang sama radikal. Oleh sebab itu, dilakukan observasi dan analisis atas penghayatan dan cara Gen-Z di Kalimantan Selatan dalam mengaktualisasikan Islam.
Alhamdulillah, puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas terselesaikannya kegiatan penelitian ini dan dituliskannya laporan ini berdasarkan data yang diperoleh, tentu dalam penelitian ini ditemukan banyak kekurangan dan ketidakpuasan. Besar harapan kami akan ada peneliti lain yang menyempurnakannya sehingga semakin banyak referensi terkait dengan derakalisme. Tanpa bantuan segenap pihak, penelitian yang berjudul Deradikalisme: Pemahaman dan Pengamalan Islam oleh Mahasiswa Jurusan Sains di Kalimantan ini sulit untuk dirampungkan. Terlebih ketika diumumkannya aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat pandemi covid-19. Sedikit banyak, walaupun dengan menerapkan protokol kese...
Just like the Gutenberg revolution in the fifteenth century, which led to the emergence of non-conventional religious authority in the Christian world, the current information technology revolution, particularly through mediums such as Facebook, Instagram, YouTube, and Twitter, has triggered the re-construction and decentralization of religious authority in Islam. New santri (pious individuals) and preachers emerged from the non-conventional religious educational system. They not only challenged the traditional authorities, but also redefine and re-conceptualize old religious terminologies, such as hijra and wasatiyya. This book explores the dynamics of religious authority in Indonesia with ...
Buku ini menunjukkan bahwa keberhasilan seorang dosen mencapai jabatan akademik tertinggi itu selalu dibayar dengan harga yang sangat mahal, berupa tetesan keringan dan air mata, kerja-kerja intelektual yang tak kenal lelah sampai pada hal-hal yang bersifat administrative yang terkadang menjengkelkan. Tidak kalah pentingnya, pengorbana keluarga seperti absennya waktu bersama, kurangnya perhatian karena semuanya tersedot untuk memenuhi tuntutan syarat menjadi guru besar tersebut.
Islam ideologis dan Islam kultural merupakan “rumah besar” Islam Indonesia era modern. Di dalam dua rumah itu, ternyata kita menemukan varian “label” yang cukup heterogen: tradisionalis, modernis, neo-modernis, post-tradisionalis, liberal, revivalis-puritan, Islamis, modernis-reformis, dan lain-lain. Namun, di dalam buku ini, kita akan melihat bahwa tipologi tersebut sebenarnya cukup longgar sehingga mudah mencair dan meleleh: satu paham atau satu kelompok dapat tercampur bersama-sama dengan paham atau kelompok lain sehingga memunculkan bentuk-bentuk pemahaman dan tipologi keislaman yang baru. Hal ini dikarenakan mereka berjumpa dalam ruang “sejarah”, yang perjumpaan tak jarang m...
Just like the Gutenberg revolution in the fifteenth century, which led to the emergence of non-conventional religious authority in the Christian world, the current information technology revolution, particularly through mediums such as Facebook, Instagram, YouTube, and Twitter, has triggered the re-construction and decentralization of religious authority in Islam. New santri (pious individuals) and preachers emerged from the non-conventional religious educational system. They not only challenged the traditional authorities, but also redefine and re-conceptualize old religious terminologies, such as hijra and wasatiyya. This book explores the dynamics of religious authority in Indonesia with ...
This book looks anew at the vexing question of whether Islam is compatible with democracy, examining histories of Islamic politics and social movements in the Middle East since the 1970s.