You may have to Search all our reviewed books and magazines, click the sign up button below to create a free account.
Buku ini berisi hasil kajian dan analisis naskah lama dari Daerah Istimewa Yogyakarta yang berjudul Serat Sakeber isinya mengenai Raja-Raja Jawa. Nilai - nilai yang terkandung di dalam naskah ini adalah nilai Pendidikan, Etika, Penghormatan, Perjuangan, Kepatuhan, Kesejahteraan dan lain sebagainya, yang dapat menunjang pembangunan, baik fisik maupun spiritual.
Buku ini menuturkan secara lengkap, mulai dari sejarah pertenunan di Indonesia, makna filosofis corak-corak lurik, pembuatan lurik, hingga wisata tenun dan lurik. Buku ini juga berisi pengalaman penulis dalam menelusuri jejak lurik di beberapa tempat yang sejak dulu aktif membuat lurik seperti desa Pengkol, Sleman dan Desa Betakan, Moyudan Sleman. Termasuk juga Boro (Kulonprogo), Jati Srono (nanggulan), klaten, delanggu, pedan, cawas, jepara dan Tuban.
Orang Jawa suka menggunakan pola egat yang simbolik yang menjadi pijakan untuk berpikir positif. Sepanjang hidup manusia Jawa selalu berada di arena peperangan Baratayudha (jihad) antara kekuatan nafsu positif (Pandawa Lima) melawan nafsu egative (100 pasukan Kurawa). Perang ini berlangsung di medan perang yang bernama “padang Kurusetra” (ati/batin). Peperangan yang paling berat dan merupakan sejatinya perang adalah perang di jalan kebenaran yaitu melawan hawa nafsu. Jadi, setiap orang sesungguhnya mampu mengendalikan hawa nafsunya itu, tentu saja jika nilai-nilai spiritual telah terserap dalam batinnya. Persoalannya maukah kita menyerap nilai-nilai Ilahiah yang menjadi “jiwa murni” tiap manusia? Tidak perlu menunggu mendapatkan “petunjuk” atau hidayah untuk memulai pengembaraan pengendalian nafsu kita, asalkan kita memiliki tekad yang bulat untuk meraihnya. Karena hanya dengan cara ini saja, kebahagiaan akan datang dari segala arah tanpa disangka-sangka.
Banyak penggambaran sosok orang Jawa adalah orang yang sederhana, tidak memikirkan kenyamanan dalam kehidupannya. Urip mung mampir ngombe (hidup hanya untuk mampir minum) dalam arti hidup hanya sesaat di dunia, sehingga seolah-olah orang Jawa tidak peduli dengan kebendaan dan segala yang menjadi kesukaan duniawi. Anggapan itu ternyata keliru, seorang lelaki Jawa dianggap sempurna hidupnya jika sudah memiliki 5 syarat yaitu wisma (rumah), turangga (kuda), kukila (burung), wanodya (wanita) dan curiga (keris). Orang jawa memiliki pandangan hidup kejawen, sehingga pandangan hidup orang Jawa juga memengaruhi gaya hidup atau kesempurnaan hidup menurut orang Jawa. Segala laku atau tindakan orang Ja...
None
Indonesian patriotic songs and national anthems in secondary schools.
None
Biographies of Javanese artists specializing in dancing and karawitan gamelan music.
Pembangunan pelabuhan pada 1910 membuat peranan kereta api di Surabaya semakin maju. Pemerintah kolonial yang hendak membangun pelabuhan juga memperkuat jaringan kereta api di Surabaya dengan memberikan anggaran khusus. Perkembangan kota-kota pelabuhan seperti Surabaya yang memiliki infrastruktur yang lebih lengkap dibandingkan dengan wilayah pedalaman telah menarik banyak orang untuk datang. Pembangunan pabrik-pabrik di Surabaya menyerap banyak tenaga kerja. Hal ini mendorong perubahan masyarakat yang ingin melakukan perpindahan untuk mendapatkan hidup yang lebih layak, kereta api menjadi alat transportasi perpindahan tersebut.